Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan pertemuan bilateral antara Presiden RI ke-7 Joko Widodo dengan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023 lalu menjadi titik awal penyelidikan dugaan korupsi kuota haji.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia mendapat tambahan kuota 20.000 jemaah. Menurut KPK, ada perbuatan melawan hukum terkait pembagian kuota haji reguler dan kuota haji khusus.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus. Lebihnya yakni 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 seharusnya dibagikan untuk jemaah haji reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.
Dengan demikian, seharusnya haji reguler yang semula hanya 203.320 akan bertambah menjadi 221.720 orang. Sementara haji khusus yang semula 17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.
"Kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (6/8) malam.
Asep bilang dari kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah seharusnya mengikuti aturan sebagaimana tertuang dalam UU 8/2019. Namun, itu diduga tidak terjadi.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai. Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya. Itu tidak sesuai aturan, tapi dibagi dua: 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus," tutur dia.
Menurut Asep, keadaan tersebut menimbulkan masalah. Banyak kuota haji yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
"Yang harusnya 18.400 (kuota), kemudian menjadi 10.000. Dan yang ini (kuota haji khusus) seharusnya 1.600, ketambahan nih 8.400 menjadi 10.000. Nah, otomatis 10.000 ini akan menjadi, kalau dikalikan dengan biaya haji khusus, itu akan lebih besar. Lebih besar pendapatannya," ungkap dia.
"Uang yang terkumpul di haji khusus akan menjadi lebih besar. Nah, dari situlah mulainya perkara ini," tandasnya.
Jenderal polisi bintang satu ini menambahkan dalam prosesnya tambahan kuota tersebut dibagi-bagi ke agen perjalanan haji dan umrah.
"Jadi, mereka yang kemudian membagi. Tentunya kalau travel-nya besar, ya porsinya besar. Travel yang kecil, ya dapatnya juga kecil," imbuhnya.
Atas dasar itulah, kata Asep, penyelidik meminta keterangan dari pihak agen perjalanan haji dan umrah tersebut. Satu di antaranya ialah Pendakwah Khalid Basalamah.
"Kenapa berangkat dari travel agent itu? Kita ingin melihat ada berapa yang didistribusikan pada saat itu, karena hitung-hitungannya kan baru 10.000-10.000 gitu ya tapi kemudian untuk membuktikan bahwa memang 10.000 itu didistribusikan ke haji khusus, kita berangkatnya dari travel agent ini," kata Asep.
Selain itu, Asep menambahkan pihaknya juga mendalami dugaan aliran dana terkait pembagian kuota haji yang tidak sesuai peruntukannya tersebut.
"Kemudian nanti kita sedang mendalami ada aliran dana dan lain-lain ke sananya. Jadi, tidak gratis untuk mendapatkan kuota haji tambahan itu. Khusus untuk yang kuota khusus," beber Asep.
Pada Kamis (7/8) ini, penyelidik KPK menjadwalkan permintaan keterangan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. KPK berharap yang bersangkutan kooperatif hadir.
"Ini kami yakin kalau.. suratnya karena ini sudah 2 minggu yang lalu kita kirimkan panggilannya, kami yakin sudah sampai pada yang bersangkutan, dan saya juga meyakini beliau adalah negarawan, beliau juga mantan menteri, akan hadir untuk diminta keterangan yang terkait dengan ini biar klir," tambah Asep.