PKB Ungkit Ongkos Mahal hingga Politik Uang di Pilkada Langsung

CNN Indonesia
Rabu, 06 Agu 2025 14:02 WIB
Fraksi PKB mengungkap sejumlah urgensi pemilihan kepala daerah (pilkada) harus dilakukan secara tidak langsung atau melalui DPRD.
Fraksi PKB menyebut pilkada langsung butuh biaya mahal dan merebaknya money politic. CNN Indonesia/ Adi Ibrahim
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB, Indrajaya mengungkit sial mahalnya biaya hingga politik uang (money politic) di pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Karena itu saat ini wacana Pilkada tidak langsung atau melalui DPRD terus diembuskan.

Usulan itu sebelumnya disampaikan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar saat harlah partainya beberapa waktu lalu.

Menurut Indrajaya, ada tiga alasan pilkada perlu dilakukan lewat DPRD, yakni ongkos politik, kegaduhan hukum, dan money politics atau korupsi kepala daerah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indrajaya mengatakan, selama ini pemerintah mengeluarkan anggaran besar untuk pelaksanaan pilkada. Menurutnya, Pilkada 2024 harus menjadi evaluasi sekaligus pelaksanaan akhir pilkada langsung setelah memakan anggaran mencapai Rp41 triliun.

"Karena Pilkada 2024 adalah Pilkada puncak serentak nasional yang dirancang dalam 5 gelombang sejak Pilkada 2015, Pilkada 2017, Pilkada 2018, dan Pilkada Tahun 2020," kata dia dalam keterangannya, Rabu (6/8).

Kedua, kegaduhan hukum. Dia mengatakan UU Pilkada menjadi salah satu produk hukum yang paling banyak diubah. Sejak 2015, UU Pilkada mengalami empat kali perubahan, yakni UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2015, UU Nomor 10 Tahun 2016, dan UU Nomor 6 Tahun 2020.

Jumlah itu, lanjut dia, belum termasuk gugatan UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencapai 35 kali sepanjang 2024.

"UU Pilkada menjadi UU paling banyak disengketakan di MK. MK mencatat ada 35 kali pengujian UU Pilkada sepanjang 2024," ucap Indrajaya.

Dia memandang banyaknya gugatan menandakan sebuah undang-undang tidak melalui kajian mendalam, terkesan akrobatik, sarat kepentingan, dan hanya menjadi tumbal.

"Untuk meninggikan derajat demokrasi, alasan kegaduhan hukum menjadi cara jitu mengembalikan Pilkada oleh DPRD," kata dia.

Ketiga, money politics atau politik transaksional. Indrajaya menyebut politik uang di pilkada selama ini tidak terbendung dan menggunakan modus yang semakin liar. Peristiwa money politics sering terungkap di Sidang Perselisihan Hasil MK.

Begitu juga pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada, terutama karena ada petahana (incumbent).

Menurut dia, kondisi itu memicu penyalahgunaan kekuasaan dan politisasi birokrasi. ASN yang seharusnya netral, bisa terpengaruh untuk mendukung atau memihak petahana, baik secara sukarela maupun karena tekanan.

Faktanya, lanjut Indra, jumlah kepala daerah yang dipenjara akibat korupsi sejak pilkada langsung terus meningkat.

Berdasarkan data dari KPK, sejak 2004 hingga 3 Januari 2022, sebanyak 22 Gubernur dan 148 bupati/wali kota yang telah ditindak KPK karena kasus korupsi.

"ICW mencatat bahwa sepanjang tahun 2010-2018, ada 253 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum," kata dia.

Usulan pilkada lewat DPRD sebelumnya disampaikan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin di harlah ke-27 partainya di JCC, Rabu (13/7) lalu. Di depan Presiden Prabowo Subianto, Cak Imin beralasan pilkada langsung selama ini tidak efisien.

"Kami juga telah menyampaikan kepada Bapak Presiden langsung, saatnya pemilihan kepala daerah, dilakukan evaluasi total manfaat dan mudarat-nya," kata Cak Imin.

"Kalau tidak ditunjuk pusat, maksimal pilkada dipilih DPRD di seluruh Tanah Air," imbuhnya.

Sebanyak tujuh dari delapan perwakilan fraksi di DPR telah menyatakan sikap hingga respons mereka terhadap usulan agar Pilkada digelar lewat DPRD.

Meski begitu, respons tujuh fraksi tersebut belum dibilang sebagai sikap resmi. Sebab, sikap resmi nantinya akan diputuskan dalam proses pembahasan RUU Politik Omnibus Law.

"Tentu saja semua partai harus berkumpul dan berunding, untuk mendiskusikan hal tersebut dan harus dibahas sesuai mekanismenya," kata Ketua DPR, Puan Maharani beberapa waktu lalu.

Sedangkan, dalam waktu dekat, DPR belum menjadwalkan pembahasannya. RUU Politik Omnibus Law atau RUU kodifikasi politik dijadwalkan baru akan dibahas pada 2026 mendatang.

Lewat pembahasan itu, DPR akan menjatuhkan sejumlah RUU terkait pemilu dan partai politik. Selain usul pilkada lewat DPRD, ada pula poin pembahasan lain yang akan diputuskan DPR.

Beberapa di antaranya seperti penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan pilkada maupun pemisahan pilpres dan pilkada yang merujuk pada putusan MK. Lalu, ada pula usulan soal audit dan kenaikan anggaran bantuan dana parpol.

Sikap fraksi-fraksi partai politik di DPR terkait wacana Pilkada dipilih lewat DPRD selengkapnya di sini.

(thr/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER