Rangkaian demonstrasi di berbagai daerah pada 25-31 Agustus 2025 telah memakan korban baik dari warga biasa, mahasiswa maupun aparat pemerintah.
Korban demonstrasi terdiri dari ratusan korban luka dan tujuh korban tewas. Sejumlah peristiwa bahkan memunculkan dugaan tindak kekerasan aparat.
CNNIndonesia.com mengumpulkan data dari berbagai sumber terkait korban meninggal dunia ini. Data dikumpulkan hingga 1 September 2025 pukul 20.00 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut daftar korban meninggal yang tercatat dalam rangkaian demonstrasi 28-31 Agustus tersebut:
Affan Kurniawan, seorang driver ojek online, tewas setelah dilindas kendaraan taktis (Rantis) Brimob di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis (28/8) malam.
Hafidz (40), rekan sesama pengemudi, menyebut Affan saat itu tidak terlibat demonstrasi. Menurutnya, korban tengah bekerja mengantar pesanan GoFood.
"Saat itu (Affan) enggak ikut demo, lagi nganter orderan GoFood. Itu dia lagi nyebrang, nah mobil barakuda (Rantis Brimob) ngebut, jadi kelindas di situ," ujar Hafidz.
Ribuan pengemudi ojol mengiringi prosesi pemakaman Affan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, Jumat (29/8).
Sejumlah tokoh nasional seperti Presiden RI Prabowo Subianto, Ketua DPR RI Puan Maharani, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, hingga mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut melayat ke rumah duka di Menteng, Jakarta.
Sebagai tindak lanjut, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menjatuhkan sanksi penempatan khusus (patsus) selama 20 hari terhadap tujuh anggota Brimob. Mereka adalah Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, Baraka Yohanes David, Bripka Rohmat, dan Kompol Cosmas Ka Gae.
Tewasnya Affan juga memicu demo berskala lebih besar dan meluas hingga ke sejumlah kota penting di Indonesia.
Saiful Akbar (46), Plt Kasi Kesra Kecamatan Ujung Tanah, meninggal dunia di RS Grestelina setelah peristiwa kebakaran gedung DPRD Makassar pada Jumat (29/8).
Saiful diketahui sedang bertugas ketika massa merusak dan membakar sejumlah kendaraan di halaman gedung saat rapat paripurna bersama Pemerintah Kota Makassar tengah berlangsung.
Atas pengabdiannya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) memberikan penghargaan kenaikan pangkat anumerta.
"Pemerintah melalui BKN memberikan pegawai ASN yang menjadi korban saat melaksanakan tugas, yakni Saiful Akbar memenuhi kriteria untuk diberikan Kenaikan pangkat Anumerta setingkat lebih tinggi," kata Kepala BKN Zudan Arif Fakrulloh dikutip detiksulsel, Senin (1/9).
Muhammad Akbar Basri atau Abay, staf Humas DPRD Makassar, juga menjadi korban jiwa dalam peristiwa kebakaran gedung DPRD. Ia meninggal di lokasi kejadian pada Jumat malam dan sempat dibawa ke RS Bhayangkara.
Abay diketahui sempat berhasil keluar dari kobaran api, namun kembali masuk ke ruangan humas untuk menyelamatkan rekannya, Sarina Wati. Keduanya akhirnya terjebak hingga meregang nyawa.
Sebelum meninggal, Abay sempat mengirim pesan terakhir melalui grup WhatsApp keluarga.
"Doakan ka, sudah tidak bisa ka, terjebak ka di dalam ruangan," ujar kakak korban, Muhammad Bahmid Basri, membacakan pesan tersebut di rumah duka, Tamalate, Makassar, Sabtu (30/8) dikutip detiksulsel.
Pesan itu dikirim pada Jumat (29/8) pukul 21.37 WITA, sebelum ponsel Abay tak lagi bisa dihubungi.
Selain Abay, staf DPRD Makassar lainnya, Sarinawati (26), juga meninggal akibat kebakaran.
Menurut laporan detiksulsel, Sarina sempat dievakuasi ke RS Bhayangkara namun nyawanya tak tertolong. Ia mengalami luka bakar parah pada wajah, tangan, perut, hingga kaki. Jenazah Sarina rencananya dimakamkan di kampung halamannya di Bone.
Sarinawati meregang nyawa usai terjebak dalam kebakaran gedung DPRD Makassar. Kepergian Sarina sempat membuat sang ibunda, Hatimang (51) tidak percaya sampai dirinya mendapat kabar lewat video call.
"Waktu meninggal saja dikasih tahu, saya tidak percaya. Pas video call, dikasih lihat mayatnya," ungkap Hatimang saat ditemui di rumah duka di Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone, Minggu (31/8).
Di Makassar, korban jiwa lain adalah Rusdamiansyah atau Dandi (25), driver ojek online (ojol). Dandi tewas dianiaya saat demo ricuh di Kota Makassar, Sulawesi Selatan setelah dituduh anggota intelijen oleh massa aksi.
Peristiwa itu terjadi di depan Universitas Bosowa (Unibos), Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Jumat (29/8) sekitar pukul 20.00 Wita. Dandi awalnya hanya menonton aksi sebelum dikeroyok massa karena diteriaki intel.
"Iya betul, yang bersangkutan meninggal tadi," kata Kepala Pelaksana BPBD Makassar, Muhammad Fadli Tahar, Sabtu (30/8) mengutip detiksulsel.
Jenazah Dandi dimakamkan di TPU Panaikang, Makassar, pada Sabtu sore setelah salat Asar.
Korban berikutnya adalah Rheza Sendy Pratama, mahasiswa semester V Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta. Ia meninggal dalam kericuhan di depan Markas Polda DIY, Ring Road Utara, Minggu pagi (31/8).
Jenazah Rheza sempat dibawa ke RSUP Dr. Sardjito sebelum disemayamkan di rumah duka di Sleman, lalu dimakamkan di Sasanalaya Jatisari pada Minggu sore.
Ayah Rheza, Yoyon Surono, menemukan sejumlah luka ketika memandikan jasad putranya.
"Tadi ikut mandiin, sini (menunjuk leher kiri) itu kayak patah apa gimana, terus sini (menunjuk bagian perut kanan) itu bekas pijakan kaki-kaki bekas PDL sepatu," ujar Yoyon dengan suara bergetar.
Ia juga melihat luka lecet di tangan, kaki, punggung, kepala bocor, dan bekas sayatan. Namun hingga kini keluarga belum menerima penjelasan resmi terkait penyebab pasti luka-luka tersebut.
Sementara itu Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Amikom, Ahmad Fauzi, menegaskan pihak kampus akan menindaklanjuti kasus ini.
"Harapan kami tentunya, meskipun ini mahasiswa, sebagai mahasiswa Amikom, harapannya adalah pihak kepolisian bisa memberikan informasi yang lengkap kepada kami. Peristiwa yang terjadi seperti apa," kata Ahmad.
Seorang tukang becak bernama Sumari (60), yang sehari-hari mencari nafkah dengan mangkal di kawasan Pasar Gede, meninggal dunia di tengah memanasnya bentrokan antara aparat kepolisian dan massa di sekitar Bundaran Gladak, Solo, Jumat malam (29/8).
Mengutip laporan Radar Solo, Sumari ditemukan dalam keadaan lemah di dekat gedung parkir Ketandan. Saat situasi kerusuhan semakin tidak terkendali, ia terlihat duduk sambil memegangi dada dan tak lama kemudian mengalami muntah.
Pihak keluarga menyampaikan bahwa Sumari memang memiliki riwayat penyakit jantung serta asma. Namun, sejumlah warga menduga kondisi kesehatannya kian memburuk akibat paparan gas air mata yang tertiup angin hingga ke kawasan Pasar Gede.
Dugaan ini semakin menguat setelah beredar beberapa rekaman video yang menunjukkan warga mengevakuasi tubuh Sumari menggunakan becak motor.
Jenazah almarhum kemudian dipulangkan dan dimakamkan di kampung halamannya di Pacitan, Jawa Timur.
(kay/wis)