Bak terlahir untuk berenang, tak terlintas baginya meninggalkan olahraga ini. Emas, perak, perunggu sudah pernah digenggamnya. Kini, nafas hidupnya hanya tentang renang semata.
Tak seperti kebanyakan orang di masa kanak-kanak, I Gede Siman Sudartawa kecil tidak menyukai air. Namun, kegiatan renang di bangku sekolah dasar mampu mengantarnya pada masa depan cemerlang yang kini dijalaninya.
Kewajiban mengikuti kegiatan renang di sekolah kala itu menumbuhkan “dengki” di hati pemuda berkulit cokelat gelap ini. Namun, dengki ternyata tak melulu berbuah keburukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Teman sebangku aku ternyata sudah jago berenang,” katanya memulai kisah. “Kami masih di kolam kecil, dia sudah bisa salto di kolam yang lebih dalam.”
Berbekal rasa itulah, si anak tunggal ini mulai menata mimpinya. Sang putra Bali ini pun mulai mengikuti les renang.
“Awalnya ga suka dan takut air, tapi karena ada teman-teman jadinya ya ikut nyebur aja,” katanya menambahkan.
Tumbuh sebagai anak dengan tinggi badan yang terbilang pendek, sang bunda sangat mendukung keinginan putra tercintanya mendalami renang. Pasalnya, sang orang tua sempat berharap kelak Siman kecil akan menjadi seorang tentara.
Hanya enam bulan lamanya ia mengikuti les renang, SIman kecil rela menghabiskan masa kecilnya bergabung dengan sebuah klub renang. Adalah Citra Lestari Swima tempatnya berlatih selama kurun waktu 2001-2005.
Emas dari Si Kecil
Pastinya, bagi seorang anak kecil, bukanlah hal mudah mengukir prestasi di dunia renang. Namun sepertinya hal itu tidak berlaku bagi pemuda kelahiran 8 September 1994 ini.
Duduk di kelas tiga sekolah dasar, ia meraih dua emas dalam pertandingan antar sekolah se-Kabupaten Klungkung, Bali. Mewakili tanah kelahirannya itu pula, ia dikirim ke kejuaraan renang di Pekan Olahraga dan Seni tingkat pelajar se-Provinsi Bali.
Meski dalam gelaran kejuaraan itu harus menelan kekalahan dari pelajar kelas enam, ia tak lantas menyerah. Sebaliknya, semakin banyak pertandingan yang ia ikuti.
Kejuaraan nasional pertama dilakoni saat ia masih duduk di kelas lima sekolah dasar. “Aku dapat dua emas saat itu,” ucapnya diiringi senyum.
Tak menjalani keseharian layaknya anak-anak kecil lain tak pernah disesalinya. Siman mengaku bangga, karena dengan berenang, ia bisa mewakili Indonesia menjelajahi negeri tetangga.
Rentetan pertandingan dengan raihan medali terus terukir olehnya. Sebut saja atlet terbaik kelompok umur 4 dalam Eagle Cup 2005.
Hingga pada 2006, pemuda yang mengaku sempat bercita-cita sebagai pilot ini mewakili Indonesia di South East Asia Group di Jakarta. Acara ini terus diikutinya pada 2007 di Singapura, dan 2008 di Malaysia.
Ditempa Masalah
Setelah rasa dengki membuatnya menggeluti renang, kini bosan yang akhirnya memotivasinya pindah ke Jakarta.
Tepatnya pada 2010, pemilik akun @siman_sudartawa di jejaring sosial Instagram ini pindah. Ia menghabiskan tahun pertamanya di Jakarta bersama sang pelatih, Albert Susanto.
“Saat itu aku bosan dengan kolam yang sama terus di Bali. Mama juga berpikir bahwa aku tidak akan berkembang jika terus di Bali,” ujarnya terkait alasannya menyambangi sang kota metropolitan ini.
Meski tinggal di Jakarta, Siman tercatat sebagai atlet renang milik Riau. Ragam prestasi mengagumkan kembali ditorehnya untuk Riau.
Life is never flat, seperti itulah juga kehidupan Siman. Beberapa masalah sempat timbul saat itu.
“Aku udah pecahkan 20 rekor kejurnas dan 25 medali, tapi ga ada bantuan sama sekali. Aku tidak tahu berapa mereka menghargai emas, tapi harganya untuk membantu ke depannya,” kata Siman menjelaskan.
“Tapi itu hal itu sama sekali tidak dikasih.”
Masalah lainnya di Riau adalah kecemburuan antar atlet. Orang tua atlet mengeluh atas lebihnya fasilitas bagi Siman
Bantuan yang diberikan tak kunjung diterimanya, pun masalah dengan keluarga pada atlet itu akhirnya membuat Siman pindah ke KONI Jakarta. Ia bertekad memberi yang terbaik untuk Jakarta.
Suasana di KONI Jakarta, menurut Siman, sangat professional. “Tidak seperti di daerah yang banyak cemburunya.”
Terikat kontrak dengan KONI DKI Jakarta hingga PON 2016 mendatang membuatnya memasang target terbaik. Setidaknya empat emas untuk DKI Jakarta di gelaran PON mendatang tersebut, sedangkan KONI sendiri hanya menargetkan tiga emas.
Sementara itu, untuk gelaran Asian Games di Incheon yang sudah di depan mata, pemilik tinggi badan 175 cm ini mematok target perunggu.
Nasib Renang di Indonesia
Permasalahan terkait atlet yang pernah ia alami menyadarkannya betapa pemerintah setengah hati dalam memperhatikan nasib mereka.
“Kadang perhatiannya oke, kadang enggak,” kata Siman terkait sikap pemerintah pada pada atlet renang.
Ia mencontohkan dua periode Sea Games, yaitu 2011 dan 2013. Siman mengaku kurangnya kelengkapan vitamin saat Sea Games 2013 lalu. Pun dengan pembayaran bonus yang sangat terlambat. “Kalau 2011 setelah Sea Games beberapa minggu sudah dapat,” katanya menjabarkan.
Ada beberapa hal lain yang juga yang dinilainya juga menunjukkan kekurang-seriusan pemerintah. Sebut saja terlambatnya pembayaran gaji dan banyaknya tanding uji coba yang dibatalkan.
“Beda dengan Singapura yang tim-nya selalu lengkap,” kata pengagum sang pelatih ini mencontohkan.
Meski demikian, tak ada yang bisa membuatnya meninggalkan renang. “Sudah sangat cinta olahraga ini,” katanya penuh semangat.
Liburan, Investasi, dan Pensiun
Terus menerus berkutat dengan kolam renang dan fitness, perenang yang tergabung dalam Klub Millenium Aquatic ini ternyata tengah menyusun jadwal liburan.
“Setelah Asian Games nanti ingin berlibur ke Moskow,” katanya lagi. “Sendiri saja,” ujarnya diiringi tawa lantaran CNN Indonesia mencoba mencari tahu teman liburannya.
Terlepas dari liburannya, sang jawara renang ini ternyata sudah menata rencana jika berhenti menjadi atlet. “Aku rencana berhenti saat umur 27 tahun,” katanya dengan wajah serius.
Menurutnya, kekuatan perenang sebagian besar bertahan hingga usia tersebut. Persaingan dengan perenang muda akan terasa berat.
Tak berarti meninggalkan renang, ia berniat menjadi pelatih. “Tapi sebelumnya, aku punya obsesi untuk mengikuti sebanyak mungkin olimpiade, meraih emas di Sea Games, dan ikur Asian Games di Indonesia.”
Sadar betul masa depan atlet di Indonesia masih kurang menjanjikan, penyuka basket ini sudah mempersiapkan segalanya. “Uang yang selama ini aku dapat itu diberikan ke mama, lalu diinvestasikan ke tanah.”
Selain tanah, ia juga ingin jadi pengusaha. “Bukan restoran, saya maunya buat usaha minimarket di Bali,” ujarnya mengakhiri obrolan pagi itu di tempat latihannya di Cikini, Jakarta Pusat.