EKA PURNAMA

Loncatan Indah dari Hati

CNN Indonesia
Kamis, 28 Agu 2014 18:36 WIB
Sosok wanita yang sangat aktif sedari kecil. Perempuan dengan torehan banyak prestasi. Langkah majunya tak terhenti meski kini tak lagi sendiri.
Jakarta, CNN Indonesia --

Sosok wanita yang sangat aktif sedari kecil. Perempuan dengan torehan banyak prestasi. Langkah majunya tak terhenti meski kini tak lagi sendiri.

Siapa nyana ibu berperawakan mungil ini adalah seorang atlet nasional. Ia bahkan mencatatkan deretan prestasi untuk cabang olahraganya, yakni loncat indah. Eka Purnama Indah, perempuan asal Banjarmasin yang sempat mewakili Indonesia pada Olimpiade di Sydney, Australia, 14 tahun silam. 

Menapaki Minat Sedari Kecil

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eka, begitu sapaan akrabnya, awalnya lebih dulu mendalami olahraga senam. Namun, jalan hidup tak pernah bisa ditebak. 

Saat mengikuti kejuaraan senam lokal pada 1990-an, Eka meraih sebuah medali emas. Namun, ia tak memperoleh penghargaan tambahan lantaran tidak masuk dalam jajaran atlet senior. 

Kesal, begitu yang ia rasakan kala itu. Hingga suatu hari ia diajak orang tuanya melihat latihan para atlet loncat indah. 

"Saya melihat mereka latihan dengan trampolin, kok seru ya kelihatannya," tuturnya. 

Rasa kesal pada kejuaraan senam sebelumnya, dan antusiasme saat melihat atlet renang bermain trampolin, ia memutuskan mencoba loncat indah. Beruntung, Eka sudah memiliki dasar senam yang baik. "Ternyata bisa lebih berhasil ya diterusin". 

Adalah kejuaraan loncat indah antara persatuan se-Indonesia yang mengawali rekam jejaknya di dunia atlet loncat indah. Eka kecil pun berhasil meraih medali emas di kejuaran perdananya tersebut.

Eka pada mulanya lebih tertarik pada cabang olahraga senam artistik. Dia mengikuti senam artistik karena mengikuti kegiatan ekstra kurikuler semasa di sekolah dasar. Saat itu, dia sudah menunjukkan bakat yang memang berbeda dengan anak sebayanya. Eka sering menjuarai kejuaraan senam artistik meski hanya sampai tingkat provinsi Kalimantan Selatan.

"Saya tidak tahu apa yang membuat saya betah di loncat indah, mengalir saja," ujar wanita yang kini tinggal terpisah dengan suami dan anaknya demi persiapan kejuaraan nasional di Surabaya, September mendatang itu. 

Dukungan Orangtua

Sejak beralih ke loncat indah, Eka remaja terus menuai prestasi. Hingga pada 1995, ia direkomendasi Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk belajar di sekolah khusus atlet di Ragunan, Jakarta.

"Surat itu diterima orang tua, dan mereka langsung memberangkatkan saya ke Jakarta," kata Eka bercerita. 

Menjejaki usia 12 Tahun, Eka sudah harus mandiri.  Tinggal di asrama dengan disiplin ketat, mampu membentuk ketangguhannya. 

Kesehariannya padat dengan jadwal latihan dan sekolah. Saat itu, jika prestasi olahraga seorang atlet tidak ada kemajuan, bisa dikeluarkan dari sekolah.

"Bagi saya, hiburan ketika jenuh itu dengan melatih anak-anak kecil loncat indah setiap hari minggu," ucap peraih medali perak SEA Games 2012 itu sambil tersenyum.

Meski terpisahkan Laut Jawa, sang orang tua tetap mendukung. Perempuan 31 tahun ini juga selalu mengabari kedua orang tuanya. 

"Dari kecil, orang tua saya selalu mengarahkan, mendukung, dan tidak pernah menuntut saya dengan target-target tertentu," ujar peloncat indah peringkat 41 Olimpiade tersebut. 

Menanti Loncatan Terakhir 

Semata  latihan, kerja keras, dan memahami materi latihan yang diperlukan seorang atlet untuk maju. 

"Semua orang bisa melakukan hal ini, asal mau berusaha," ujar ibu dari Muhammad Ilham ini meyakinkan.

Sarjana bidang jasmani ini sempat berhenti menjadi atlet pada 2002. Saat itu, ia memutuskan meneruskan pendidikannya ke bangku kuliah di Banjarmasin. 

Minimnya fasilitas loncat indah di Banjarmasin membuatnya harus meninggalkan profesi atlet. Eka lantas melanjutkan hidupnya dengan menikahi seorang perwira polisi.

Kehidupan Eka berjalan layaknya keluarga pada umumnya hingga seorang tokoh loncat indah menghubunginya. Adalah Muchtar Yasin yang memintanya kembali bergabung ke dalam timnas loncat indah. 

Lulusan magister manajemen olahraga Universitas Negeri Jakarta ini sempat menolak. Namun, sang penelpon berhasil meyakinkannya melanjutkan aktivitas atletnya itu. 

"Pak Muchtar bilang, harus ada keseimbangan komposisi pengalaman atlet dalam timnas," ujar wanita yang kini sedang menunggu pengumuman beasiswa dikti untuk program doktoral pendidikan olahraga UNJ.

Menjalani profesi atlet, sekaligus ibu bukanlah hal mudah. Eka mengaku bersyukur memiliki suami yang memahami tugasnya sebagai delegasi bangsa. 

"Anak saya justru senang melihat saya meloncat. Dia suka berkata 'mama ulangi lagi ma' sambil terus memperhatikan saya,"ujarnya sembari tertawa.

Eka tak berniat menjadi atlet sepanjang umurnya. Ia berencana menyelesaikan doktoralnya dan melatih para calon atlet baru di Banjarmasin.

"PON 2016 nanti mungkin yang terakhir, sehabis itu mau kembali ke Kalimantan," ujarnya diiringi senyum.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER