Jakarta, CNN Indonesia -- Sepakbola wanita Indonesia kembali bergeliat setelah tidur panjang. Ini terlihat dengan Piala Pertiwi yang diselenggarakan kembali setelah vakum empat tahun. Sebelumnya, karena kisruh yang terjadi di tubuh PSSI, program ini tak berjalan.
Manajer Pengembangan Sepak Bola Putri PSSI, Papat Yunisa, bercerita kepada CNN Indonesia mengenai nasib sepakbola wanita saat ini.
Berbenah Setelah Terpuruk
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan para kartini di lapangan hijau memiliki perjalanan cukup mengenaskan. Praktis tidak ada kemajuan selama 10 tahun terakhir di dunia sepakbola wanita. Bahkan, empat tahun terakhir Indonesia tidak pernah mengirim tim untuk berlaga di kancah Internasional.
"Posisi sepak bola wanita Indonesia turun dan kini berada di urutan 76 dari 100 negara," ujar Papat Yusnita,
Faktor ketidakikutsertaan Indonesia dalam kancah internasional diakui Yunisa menjadi penyebabnya.
PSSI mengaku selama empat tahun terakhir lebih fokus membenahi sepak bola putra, meski dalam rentang waktu tersebut Indonesia tetap menerima tawaran mengikuti pertandingan sepakbola wanita.
Demi mewujudkan kebangkitan sepakbola wanita, PSSI mengaku terus berkoordinasi dengan AFF (Federasi Sepakbola Asia Tenggara) dan FIFA. "Kita kan ingin berprestasi, maka dari itu kita mulai untuk lebih profesional dengan mengacu kepada FIFA, meskipun pelan-pelan"
Sekarang PSSI sudah menyiapkan Komite sebagai bentuk profesionalisme dan mengikuti standar FIFA.
Masalah Dana untuk PutriKendala yang dihadapi PSSI dalam mengembangkan sepakbola wanita diakui Yunisa terkait dengan dana. Ia mengeluh belum adanya sponsor yang berminat untuk menjadi mitra di sepakbola wanita, sehingga dalam pelaksanaan cabor ini masih menggunakan dana internal PSSI.
Untuk saat ini, menurut Yunisa, sepakbola wanita belum memiliki nilai jual akibat baru saja dimulai kembali, berbeda dengan putra yang memang sudah dibanjiri sponsor.
"Padahal nilai jual putri lebih tinggi, kan perusahaan terkait wanita banyak," ujarnya. "Maunya sih ke depannya, banyak pemain sepak bola putri yang cantik-cantik, bagus-bagus, sehingga ada sponsor yang berminat."
Bahkan, Yunisa menginginkan sponsor juga berpartisipasi dalam pembinaan. Ia menjamin keberadaan sponsor tidak akan menjadi penghalang atau hambatan pembinaan atlet dalam meraih prestasi.
Lebih Banyak HilangRegenerasi di putri menurut Yunisa memang sangat cepat. Jika pemain putra dapat bertahan dalam satu musim, di putri sudah ada peragantian pemain hingga empat kali.
"Tidak ada larangan menikah untuk putri yang sudah berusia 19 tahun". Ia berharap terdapat lebih banyak pembinaan yang dikelompokkan berdasarkan umur.
Saat ini, Yunisa masih mencari sosok pelatih yang dapat membaca dan kualitas pemain sehingga mendukung program pengembangan atlet putri. "Di putri lebih gampang hilangnya daripada munculnya"
Populer di DaerahMeski secara nasional sepak bola putri tidak tedengar gaungnya, rupanya di beberapa provinsi olah raga ini sangat terkenal, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Bangka Belitung, dan Papua.
Yunisa mengakui bahwa sepak bola putri lebih populer di daerah dibanding di tingkat nasional. "Di daerah itu kegiatannya lebih jelas,"
Ke depannya, PSSI memang akan lebih mengenalkan sepak bola putri kepada para pemimpin daerah agar lebih tertarik untuk mengembangkan olah raga ini. Saat ini, dukungan PSSI pada daerah hanya berupa rekomendasi dan bantuan perlengkapan jika dibutuhkan, namun ia mengaku belum ada daerah yang meminta bantuan PSSI.
"Kami juga memberikan pelatihan untuk SSB putri di daerah-daerah. Yang memberikan adalah pelatih dari Jerman," ujar Yunisa.
Rencana Masa DepanYunisa mengakui bahwa tantangan sepak bola putri ke depan tidaklah mudah. Kini, ia dan tim tengah merancang program pengembangan sepak bola wanita Indonesia.
"Kami memiliki dua program untuk sepak bola putri, yaitu untuk kelas junior dan senior," ujarnya.
Kelas junior dirancang Yunisa dan tim berupa persiapan mengikuti AFC tahun 2015 mendatang.
PSSI mengagendakan atlet-atlet potensial Piala Pertiwi 2014 yang berusia dibawah 14 tahun akan diseleksi untuk menjadi timnas putri Indonesia di AFC Agustus 2015 nanti. Untuk itu, ia akan mengadakan pelatihan khusus berlokasi di Sawangan, Depok selama enam bulan dimulai Januari 2015.
Kelas senior antara usia 14 sampai 25 tahun akan mendapatkan program jangka panjang yang tengah digodok Yunisa, meskipun ia sendiri pesimis.
"Untuk program senior memang agak sulit, maka dari itu kami hanya mengagendakan pelatihan jangka panjang," ujar Yunisa. "belum ada kepastian kapan akan ada pertandingan."
Indonesia memang tertinggal jauh dibanding negara lain. Sebagai contoh, Laos telah mengirim tim sepak bola putrinya ke Jepang untuk pelatihan jangka panjang.
Pelatihan jangka panjang kelas senior putri akan memiliki jadwal kunjungan ke seluruh provinsi yang memiliki perwakilan atlet. Kunjungan latihan tersebut dimaksudkan Yunisa sebagai promosi kepada calon atlet ataupun putri daerah yang berminat menjadi atlet sepak bola putri Indonesia.
Selain itu, lebih jauh Yunisa menggambarkan program jangka panjang yang dipersiapkan memilki kemiripan dengan sekolah atlet Ragunan, Jakarta.
"Kami juga harus memperhatikan faktor pendidikan mereka," ucap Yunisa. "Karena puncak prestasi wanita berada di usia 25 tahun, maka kami harus memastikan mereka memiliki masa depan setelah itu, tidak hanya bermain sepak bola saja."
Ini adalah kendala pada sepakbola putri, karena atlet yang telah menikah ataupun di atas usia 25 tahun sangat sulit untuk masih berprestasi.
Pembinaan sepak bola putri nantinya akan disamakan dengan sepak bola putra dan mengacu standar yang telah ditetapkan AFF dan FIFA.