Jakarta, CNN Indonesia -- Negara-negara kiblat sepak bola dunia di barat mengalami masa keemasan karena upaya pembinaan generasi baru sejak dini. Salah satunya Jerman yang menjadi juara Piala Dunia 2014 dan Belgia yang ditahbiskan memiliki generasi emas untuk bermain di pesta sepak bola sejagat pada Juni lalu.
Generasi-generasi emas sepak bola sepak tidak datangkan begitu saja oleh para pemandu bakat yang liar mencari anak muda calon bintang. Ada hal lain yang harus dilakukan sebelum anak-anak muda yang diselimuti bakat emas sepak bola itu bisa muncul.
Ibarat mencari emas di pinggir sungai, para pendulang harus bersabar memilah-pilah batu demi mendapatkan bijih emas kecil yang tertutup lumpur. Pemain berbakat lahir dari jebolan akademi dan sistem pembinaan pemain muda yang terukur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Timnas U-19Di Indonesia, tim nasional U-19 menjadi perhatian tanah air. Setelah kisruh otoritas sepak bola nasional (PSSI) yang berimbas pada memblenya prestasi timnas. Namun, setelah tim U-19 menjuarai Piala AFF tahun lalu harapan prestasi timnas kembali mulai meningkat.
Pembinaan pemain di usia muda pun kembali menjadi sorotan publik sepak bola Indonesia. Masalah pembinaan pemain usia muda juga pernah disinggung perwakilan otoritas sepak bola Eropa (UEFA) Alex Phillips yang singgah ke Jakarta pada Agustus lalu.
Phillips mengatakan pengembangan pemain di tingkat akar ranting (
grassroot) U-5 hingga U-12 harus dilakukan seimbang—di luar maupun di dalam lapangan. Salah satu faktor yang ada di dalam lapangan antara lain standar dasar pengajaran dan kurikulum pada sekolah sepak bola. Hal itu dinilai belum ada di Indonesia.
Mantan penyerang tim nasional Indonesia era 1980-an, Ricky Yacobi, 51, juga menyayangkan tidak adanya kurikulum terhadap pembinaan pemain muda. Pesepak bola yang turut dalam tim pemenang Sea Games 1987 itu menerapkan kurikulum tersendiri bagi sekolah sepak bola miliknya, SSB Ricky Yakobi.
Belum adanya standar dasar pengajaran dan kurikulum pada SSB ini akhirnya membuat Timo Scheunemann bergerak. Pada 2012 lalu, pelatih kelahiran Kediri ini meluncurkan buku 'Kurikulum dan Pedoman Dasar Sepakbola Indonesia' dengan tebal 277 halaman.
Berselang dua tahun, Schuenemann kembali menerbitkan buku lanjutannya yang berjudul 'Ayo Indonesia!' yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pelatih SSB di Indonesia.
Mencintai BolaPada dasarnya, kata Ricky, hal utama yang lebih penting bagi pesepak bola dini adalah menyenangi bola. Untuk itu, lanjutnya, ia lebih mementingkan teknik dasar bermain bola lebih dahulu kepada anak-anak yang masih kecil di SSB miliknya.
''Fisik belakangan, yang penting teknik dasar bermain bola dulu seperti passing, tackling, heading, dan lainnya,'' ujar Ricky. ''Yang penting pada awalnya latihan bersama dulu, basicnya saja dulu, karena dari sana kelihatan itu anak bisa main bola atau tidak.
Para pemain usia dibawah 14 tahun terlihat difokuskan pada latihan dasar. Anak-anak ini juga diberikan latihan dengan metode permainan. Kemudian pada usia yang lebih dewasa, tim pelatih di SSB Rocky akan memberi porsi latihan yang lebih berat.