Jakarta, CNN Indonesia -- Mendirikan liga basket SMA pertama dan satu-satunya di Indonesia, Azrul Ananda, pendiri Development Basketball League (DBL), bercerita bahwa dalam perjalannya ia sering kali dibuat terharu.
Misalnya saja oleh peserta atau keluarga peserta yang terlibat dalam kompetisi DBL.
"Ketika saya ingin datang ke suatu tempat perbelanjaan di Jakarta, seorang pemeriksa keamanan mengenali saya dari baju DBL yang saya kenakan. Rupanya keponakannya ikut sebagai peserta DBL," ujar Azrul kepada CNN Indonesia saat ditemui di sela-sela pelaksanaan Seri I NBL 2014-2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DBL, diakui mantan wartawan olahraga ini, memang memiliki dampak luas akibat liga tersebut dipromosikan dengan gencar di daerah dan sekolah-sekolah.
Bagi Azrul, partisipasi di DBL tidak hanya terbatas pada para pemain, namun juga untuk teman, orang tua, kakek-nenek, hingga keluarga jauh pemain yang datang untuk menyaksikan kerabatnya berkompetisi di DBL.
Hal itu mengakibatkan meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap liga basket. Menurutnya, jika ada 35 ribu peserta DBL, maka jumlah penonton yang datang bisa berkali-kali lipat dari jumlah tersebut.
Pengalaman lainnya adalah ketika suatu kali saat melakukan penerbangan, ia bertemu dengan mantan juara jurnalis DBL yang masih mengenalinya.
"Ketika saya tanya sekarang kuliah di mana, ia menjawab sudah jadi dokter.
Wah, bangga sekaligus kaget. Sudah tua saya ternyata," ujar pria yang memiliki nama lain Ulik ini.
Bahkan Azrul juga menceritakan pernah ada mantan pemain yang masih menyimpan bukti keikutsertaannya di DBL dalam dompetnya selama sepuluh tahun.
Ketika Azrul tur keliling DBL ke sekolah dasar di daerah, seorang murid pun berjanji kepadanya ketika SMA nanti ia akan ikut tanding di DBL.
"Senang sekali saya saat itu, sekaligus juga tantangan untuk memastikan DBL tetap ada, saat anak tersebut sudah SMA," ujarnya sambil tertawa.
Tidak ada rahasia khusus hingga pria berusia 37 tahun ini dapat membawa DBL hingga sangat berkesan di mata mantan-mantan pesertanya. Baginya ia hanya menganut etos kerja yang didapatkan dari sang ayah, Dahlan Iskan.
"Pesan ayah saya, kalo bekerja jangan kebanyakan mikir soal hasil. Kerja kerja, kerja, itu ajaran yang sekarang dipake pak Jokowi. Jadi kalau kerja itu yang serius, diperhatikan, dimaksimalkan. Jangan mikir terlalu banyak tentang hasil."
Prinsip tersebut telah ia anut sekian lama, dan ia mengakui telah membuktikannya dalam banyak hal. Contohnya saja DBL, yang semula hanya diasuh oleh enam karyawan, kini telah berkembang hingga 120 karyawan.
Ia pun tidak ingin sesumbar janji kemajuan DBL ke depannya. Baginya, kemajuan DBL dan basket hanya dapat dilakukan apabila pengelolaannya kini dipertahankan dan ditingkatkan terus.
"Hasil akan mengikuti dengan sendirinya." ujar lulusan Universitas California tersebut.