Jakarta, CNN Indonesia -- Jika publik diminta menyebutkan sepuluh nama pesepakbola terbaik sepanjang masa, maka sosok Franz Beckenbauer dan Diego Maradona sering menjadi pilihan.
Beckenbauer adalah sosok libero legendaris yang menjadi tulang punggung Jerman Barat di era 1970an dan sosok kunci di Bayern Munich. Sementara itu, Maradona adalah 'dewa sepak bola' Argentina.
Beckenbauer dan Maradona berkarier di masa berbeda. Namun, ada satu kesamaan di antara mereka. Beckenbauer dan Maradona sama-sama pernah ditangani pelatih legendaris Udo Lattek, dan keduanya pernah bermasalah dengannya.
Lattek dan Beckenbauer adalah kunci sukses Munich di dekade 1970an. Namun, hubungan mereka retak di pengujung karier kepelatihan Lattek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1975, saat Munich tampil terseok-seok di Bundesliga, Beckenbauer menjadi salah satu sosok yang merekomendasikan penggantian Lattek kepada manajemen klub. Permintaan Beckenbauer didengar dan Lattek pun didepak.
Kisah pahit Lattek yang bermasalah dengan sang bintang ternyata kembali terulang di Barcelona pada 1982. Lattek menganggap Maradona terlalu ingin diistimewakan dibandingkan rekan setim lainnya.
Saat itu Maradona memang sudah disebut-sebut sebagai calon bintang besar, meski ia belum memenangi Piala Dunia bersama timnas Argentina.
Pada suatu ketika, Maradona belum datang saat pemain lain di dalam bus sudah siap berangkat. Saya memutuskan meninggalkan Maradona dan pemain lainnya bertepuk tangan," ucap Lattek.
"Maradona protes kepada presiden klub dan berkata tak bisa bekerja sama dengan saya. Tak berapa lama saya pun dipecat," sambung Lattek seperti dikutip dari situs resmi UEFA.
Beda Lattek dan TrapattoniDi dekade 1960an, tidak ada yang mengenal sosok Udo Lattek sebagai seorang pemain. Namun begitu masuk periode 1970an dan seterusnya, nama Lattek melejit dengan profesinya sebagai pelatih. Ia adalah salah satu pelatih tersukses di dunia sepak bola.
Di saat banyak pelatih bermimpi bisa meraih trofi di kancah Eropa, Lattek telah mewujudkan hal tersebut dengan cara sempurna.
Piala Champions, Piala UEFA, dan Piala Winners pernah direbut dalam karier panjang kepelatihannya. Hanya pelatih kawakan asal Italia, Giovanni Trapattoni, yang mampu menyamai torehan tersebut.
Bedanya, jika Trapattoni meraih sukses tersebut dengan membangun dinasti di Juventus, maka tidak demikian halnya dengan Lattek.
Pelatih kelahiran Cologne itu meraih tiga trofi level Eropa itu bersama tiga tim berbeda, sebuah pembuktian bahwa ia adalah tipe pelatih yang mampu berprestasi dengan berbagai macam karakteristik tim.
Lattek adalah perintis masa awal kejayaan Munich. Dialah yang membawa Munich mengukir namanya di trofi Piala Champions untuk kali pertama pada 1974 setelah menaklukkan Atletico Madrid di partai final.
Tidak hanya itu, sebelumnya Die Roten pun sukses memenangi Bundesliga selama tiga tahun beruntun.
Terbuang dari Munich awal 1975, tak membuat sinar Lattek redup. Pria kelahiran 1935 ini justru membuktikan bahwa sentuhan tangannya benar-benar magis, bukan hanya karena didasari materi tim Munich yang bertabur bintang.
Pindah ke Borussia Moenchengladbach, Lattek mampu mengantar timnya menjadi juara Bundesliga dua kali plus sebuah titel Piala UEFA.
Mencoba peruntungan di Barcelona, Lattek juga sukses menghadirkan satu titel La Liga, satu titel Piala Raja, dan satu trofi Piala Winners. Gelar Piala Winners inilah yang membuat koleksi trofi Lattek di Eropa menjadi lengkap.
Usai dari Barcelona, Lattek kembali dipercaya sebagai pelatih di Munich. Di fase inilah, ia memenangi tiga titel Bundesliga dan dua trofi Piala Jerman sekaligus melengkapi koleksi gelar sepanjang kariernya menjadi 14 titel.
"Bagaimana taktik dan strategi akan diterapkan adalah bergantung dari bagaimana kesiapan para pemain," ucap pelatih yang sering disebut sebagai motivator ulung ketimbang ahli strategi ini.
Lattek meninggal karena penyakit parkinson dan dementia pada 4 Februari 2015. Selamat Jalan, Udo Lattek!
(ptr/har)