Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi seorang petenis atau pebulu tangkis pemula, raket memiliki arti penting. Dengan tipe raket sesuai, seorang yang baru belajar memukul akan terbantu untuk, misalnya, melancarkan pukulan lob dari ujung ke ujung lapangan.
Namun bagi Tan Joe Hok sang peraih All England pertama, berkenalan dengan bulu tangkis dengan menggunakan raket yang tepat adalah satu bentuk kemewahan. Butuh perjuangan luar biasa sampai akhirnya ia bisa menggenggam raket bulu tangkis hasil jerih payahnya sendiri.
Semasa kecil, Tan Joe Hok bahkan menggunakan sandal kayu yang kerap disebut bakiak, milik sang ibu, sebagai raketnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Halaman rumah yang luas, demi mengusir ular, dijadikan sang ayah sebagai lapangan bulu tangkis. Lapangan tanah dengan garis dari belahan bambu. Lapangan sederhana itu menjadi lahan bermain bagi para orangtua sejak pagi hari.
"Nama klubnya Morning," katanya diselingi tawa.
Malam hari menjadi satu-satunya waktu bagi Tan Joe Hok untuk memanfaatkan lapangan sederhana buatan sang ayah tersebut dengan seorang kerabat menjadi lawan.
"Raketnya sandal kayu, koknya pakai sisa-sisa. Ada yang bulunya hanya tinggal tiga helai, tapi masih bisa dipakai."
Menjadi pebulutangkis muda dengan raket sandal kayu ini dilakoni selama beberapa waktu hingga ia berhasil meminjam raket dari para orangtua.
Tan Joe Hok kecil pun lalu merasakan perbedaan besar atara memukul shuttlecock dengan sandal bakiak dan memukul shuttlecock dengan raket bulu tangkis. Dengan raket asli, meskipun pinjaman, ia jelas lebih bisa mengontrol ritme shuttlecock sesuai keinginan.
Raket pinjaman yang pernah tergenggam di tangannya meninggalkan kesan yang begitu mendalam. Tan Joe Hok pun berusaha keras untuk bisa memiliki raket sendiri, bukan lagi pinjaman.
"Saat itu tahun 1954, di tempat yang kini dikenal sebagai Hotel Hilton dulu ada lapangan tenis. Di situ saya pernah bekerja sebagai ball boy," ujar Tan Joe Hok mengenang.
"Memang saat itu saya sudah mulai memenangkan pertandingan-pertandingan di daerah. Tapi kan menang saja tidak ada uangnya sehingga saya harus bekerja," ucap Tan Joe Hok tertawa.
Tan Joe Hok pun tak pernah lupa bahwa ia dibayar sebesar 50 sen untuk pekerjaan sebagai ball boy selama tiga jam.
"Dari 50 sen yang saya terima, selalu saya pakai 15 sen untuk beli kupat tahu. Selalu seperti itu," ucap juara All England 1959 ini.
"Sisa 35 sen saya tabung. Begitulah yang terus saya lakukan."
Berbekal uang dari menjadi ball boy ditambah penghematan yang dilakukan Tan Joe Hok pada banyak hal, akhirnya harapan Tan Joe Hok untuk memiliki raket sendiri akhirnya terwujud.
"Harga raket saat itu 120 perak, dan akhirnya saya mampu membelinya," ucap Tan Joe Hok bangga.
Bukan (Juara) Pasar MalamSaat menggunakan raket sungguhan itulah Tan Joe Hok kecil mulai menunjukkan bakatnya.
Pujian pun mengalir padanya, termasuk dari Lie Tjoe Kong, pebulu tangkis asal Bandung. Alhasil, Tjoe Kong mengajaknya bergabung dengan sebuah klub bernama Blue White.
Klub bulu tangkis tersebut merupakan cikal bakal klub legendaris Mutiara. Dari sini lah kariernya sebagai pemain bulu tangkis terus melesat.
"Dulu setiap minggu selalu ada kompetisi antar klub. Puncaknya dimainkan di pasar malam," katanya menambahkan.
Maklumlah, kala itu, pasar malam menjadi satu-satunya hiburan rakyat di sana. "Yang nonton banyak. Ada yang duduk dan berdiri."
Di sanalah Tan Joe Hok berhasil menundukkan pemain-pemain bulu tangkis terbaik di bandung.
Tekad kuat Tan Joe Hok untuk bisa membeli raket dari hasil keringatnya sendiri menggambarkan semangat tak kenal lelah dan kegigihan dalam berjuang. Hal-hal pulalah yang mengantar Tan Joe Hok akhirnya sukses menjadi juara nasional pada tahun 1956.
"Pada dua penyelenggaraan sebelumnya saya gagal di delapan besar dan kemudian di semifinal. Setelah juara di tingkat nasional, barulah seolah jalan itu terbuka bagi saya," ucap Tan Joe Hok.
“Tidak. Tidak dapat apa-apa kecuali piala bergilir. Namun, ada kebanggaan di sana."
Setelah juara nasional, nama Tan Joe Hok pun mulai dikenal luas.
"Memang belum seheboh tahun-tahun berikutnya, namun nama saya memang mulai dikenal saat itu. Saya disebut-sebut sebagai salah satu pebulu tangkis muda berbakat yang ada di Indonesia."