Liverpool Versus Inkonsistensi

Martinus Adinata | CNN Indonesia
Senin, 02 Mar 2015 20:34 WIB
Pintu menuju zona Liga Champions musim depan kembali terbuka namun semua bergantung pada sejauh mana Liverpool tampil konsisten.
Liverpool harus bisa tampil konsisten jika ingin lolos ke zona Liga Champions. (Reuters / Andrew Boyers)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terpuruk di awal musim, Liverpool kini kembali berada di jalur yang tepat dalam perebutan empat besar Liga Primer Inggris musim ini.

Dalam delapan pertandingan terakhir, The Reds bahkan mampu meraih 20 poin, dari maksimal 24. Jika dibandingkan dengan catatan tim lainnya dalam periode yang sama, Liverpool unggul dua poin dari Arsenal, dan lima poin lebih baik dari Chelsea.

Kemenangan 2-1 atas Manchester City, Minggu (1/3) juga membuat optimisme para pemain Liverpool semakin tinggi untuk merebut posisi empat besar Liga Primer Inggris.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini, Liverpool mengoleksi 48 poin dan menduduki posisi kelima Liga Primer Inggris. Liverpool hanya tertinggal dua angka dari Manchester United yang duduk di peringkat empat klasemen.

Rentetan 11 pertandingan tak terkalahkan di liga saat ini, juga tak lepas dari bersinarnya kombinasi trio lini belakang, Emre Can, Mamadou Sakho, dan Martin Skertl, serta kombinasi trio Philippe Coutinho, Jordan Henderson, dan Raheem Sterling.

Selain itu penyerang andalan mereka, Daniel Sturridge juga sudah mulai pulih dari cedera. Ditambah dengan permainan para pemain muda 'The Anfield Gank' yang semakin matang, kini hanya ancaman cedera dan inkonsistensi lah yang menjadi musuh mereka di sisa musim ini.

Namun yang patut menjadi perhatian Liverpool, mereka tidak boleh jemawa dengan kondisi bagus yang tengah ada dalam tim mereka saat ini.

Pasalnya satu kesalahan kecil saja mungkin akan menjadi akhir dari impian kubu Anfield untuk memburu posisi Liga Champions. Terlebih dengan tekanan yang hadir dari klub-klub lain seperti Arsenal, Manchester United, Southampton, dan Tottenham Hotspur, yang juga mengincar posisi empat besar, maka persaingan menuju zona Liga Champions pastinya akan sengit.

Para pendukung Liverpool juga tentunya masih belum dapat melupakan hilangnya konsentrasi tim kebanggaan mereka di saat-saat menentukan pada musim lalu, yang membuat mereka akhirnya harus mengubur impian untuk mengakhiri puasa di Liga Primer, yang terakhir kali mereka rengkuh pada 1989/1990 silam.

Maksimalkan Laga Tersisa

Inkonsistensi selalu menjadi masalah yang rutin hadir di kubu The Reds. Mulai dari seringnya melakukan kesalahan di lini belakang, hingga performa yang terkadang 'angin-angin'an saat menghadapi tim yang di atas kertas seharusnya dapat dengan mudah mereka kalahkan.

Meski selama beberapa pekan terakhir, masalah tersebut berhasil diatasi oleh Rodgers, tantangan menghadapi inkonsistensi ini akan kembali dimulai saat mereka menjamu Burnley, Kamis (5/3) dini hari WIB mendatang.

Secara keseluruhan, dari 11 pertandingan tersisa di Liga Primer Inggris, Liverpool masih harus menghadapi tiga tim besar, yaitu Manchester United, Arsenal, dan Chelsea.

Pada pertandingan di paruh musim pertama menghadapi tiga klub tersebut, Liverpool juga gagal meraih kemenangan. Setelah ditekuk 0-3 oleh United di Old Trafford, Liverpool hanya bermain imbang saat menghadapi Arsenal (2-2) dan Chelsea (1-1).

Selain tiga big match plus Swansea City dan Stoke City, lawan-lawan Liverpool di akhir musim ini datang dari klub-klub yang berada di luar sepuluh besar Liga Primer.

Momen inilah yang harus bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Liverpool. Mereka harus bisa memastikan perolehan tiga angka di delapan pertandingan lainnya sebagai modal agar mereka bisa masuk zona Liga Champions.

Jika hal itu terwujud, The Reds akan meraih 24 poin dari delapan pertandingan lain dan tinggal berharap mereka juga mampu meraup poin di tiga laga big match tersebut.

Sebagai gambaran, Arsenal yang menghuni posisi empat musim lalu, batas akhir zona Liga Champions mengoleksi 79 poin.

Jika mereka rutin menampilkan performa yang ditunjukkan saat menumbangkan City, Liverpool mungkin akan merasakan manisnya kompetisi tertinggi di Eropa untuk dua tahun berturut-turut.

Namun andai hal tersebut tak terwujud, tak ada yang patut disalahkan kecuali diri mereka sendiri, atas inkonsistensi yang mereka tunjukkan pada paruh pertama musim 2014/2015 ini. (ptr/ptr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER