Sejarah Panjang Formula 1 Melawan Kematian

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Minggu, 15 Mar 2015 12:03 WIB
Tak ada faktor yang paling mengubah wajah balapan dan Formula 1 selain kematian tragis para pembalapnya.
Kecelakaan yang dialami juara dunia tiga kali Ayrton Senna mengejutkan dunia Formula 1 dan mengubah wajah ajang balapan. (Getty Images/Pascal Rondeau)
Jakarta, CNN Indonesia -- Memasuki musim balapan baru, kecelakaan yang dialami oleh Jules Bianchi dan Fernando Alonso seolah menjadi panggilan masa lalu bagi publik pecinta Formula 1, bahwa balapan yang dikatakan semakin membosankan ini tetap menjadi ajang yang bisa merenggut nyawa mereka-mereka yang berani terjun ke dalamnya.

Dalam dunia balapan jet darat, kecelakaan dan kematian sendiri menjadi bagian tak terpisahkan dalam lintasan sejarah.

Setiap periode-nya, otoritas balapan akan mengutak-atik peraturan, rancangan sirkuit, atau desain mobil sebagai jawaban atas pertanyaan: bagaimana caranya membuat para pembalap terhindarkan dari kematian?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecelakaan memang tak terhindarkan dalam balapan, namun berbagai hal direkayasa sedemikian rupa sehingga agar tak sampai menelan korban 

Di era 1960-an hingga 1980-an awal, Formula 1 sendiri dikenal sebagai ajang mematikan. Para pembalap akan berlomba dengan satu kerelaan bahwa mereka bisa saja menjadi korban tewas selanjutnya, tak peduli status atau tingkat kemahiran mengendarai mobil.

Jim Clark, seorang juara dunia F1 tiga kali, terbunuh ketika ia mengikuti ajang Formula 2. Sementara itu, Gilles Villeneuve yang dikatakan sebagai titisan pembalap terbaik sepanjang masa, Juan Manuel Fangio, pun tak luput dari maut.

"Pada era 1968 hingga 1973, di masa 'keemasan' saya, jika Anda terus menerus membalap, maka kemungkinan Anda tewas adalah dua banding tiga.

"Formula 1 seperti rumah sakit umum, atau serial tentang kematian. Kami kehilangan terlalu banyak orang," ujar Sir Jackie Stewart, pembalap Inggris yang sepanjang kariernya terus berkampanye untuk keselamatan di dunia jet darat.

Hingga saat ini penyebab pasti kecelakaan Fernando Alonso belum ditemukan. ( REUTERS/Albert Gea)


Tak Bisa Antisipasi

Salah satu penyebab nyawa yang terus berjatuhan adalah karena tidak adanya visi bahwa perkembangan teknologi mesin dan chasis mobil F1 akan akan butuh direspons oleh teknologi pengamanan.

Ketika mesin mobil terus menerus didorong untuk membuat mobil bisa melaju lebih cepat dan cepat lagi, otoritas balapan belum mempersiapkan trek balapan yang aman. Beberapa dekade lalu, pagar pembatas jalanan masih menggunakan lempengan logam, sementara permukaan jalan pun belum mengakomodasi kecepatan terbaru mobil.

Demikian pula dengan tikungan tajam di berbagai sirkuit yang tidak dievaluasi kembali, apakah memungkinkan dilalui oleh para pembalap yang kecepatannya telah meningkat dua kali lebih kencang.

Api juga menjadi musuh utama para pembalap kala itu yang masih menggunakan tangki bahan bakar berbahan logam yang mudah terbakar -- sementara saat ini menggunakan sel bahan bakar yang terbuat dari serat sintetis yang dicampur dengan bahan karet.

Direspons FIA

Pada pertengahan 1970-an, Dunia balapan yang semakin mencekam membuat baik para pembalap maupun Federasi Internasional Automobil (FIA) berpikir masak-masak tentang faktor keamanan.

Bahkan, pembalap pun sempat mempertimbangkan melakukan boikot, jika keselamatan mereka terus diabaikan. Sebagai komponen utama di dunia balapan, mereka merasa bahwa sudah sepatutnya lah FIA menempatkan nyawa pembalap sebagai yang paling utama.

Dari kesadaran itulah lahir peraturan soal penggunaan sabuk pengaman, memperluas ruang kokpit, mengenalkan baju antiapi dan juga memaksakan standar penyelamatan pembalap dari mobil yaitu maksimal lima detik.

Ketika Niki Lauda mengalami kecelakaan pada 1976 dan helmnya tercopot, FIA kemudian meningkatkan pengamanan pelindung kepala. Lalu, dua tahun kemudian, FIA kembali meningkatkan standar dengan membuat seluruh pakaian dan sepatu bagi pembalap terbuat dari bahan-bahan antiapi yang materialnya didapatkan langsung dari NASA.

Demikian pula dengan standar penanganan kecelakaan yang semakin ditingkatkan. Tak hanya ambulans dan dokter, setiap seri balapan pun diwajibkan untuk memiliki helikopter, sekiranya pembalap perlu dibawa ke rumah sakit dengan cepat.

Dengan tingkat kesadaran terhadap keselamatan pembalap yang semakin meningkat, Formula 1 sempat mengalami masa 12 tahun tanpa ada pembalap yang kehilangan nyawa.

Sebelum Bianchi, kecelakaan paling fatal terakhir adalah lebih 20 tahun lalu yang merenggut pembalap Brasil, Ayrton Senna.

Kematian juara dunia tiga kali itu membuat FIA berpikir keras untuk mengubah balapan. Aspek kecepatan, yang semula menjadi atraksi utama balapan, pun mulai diredam dan dikendalikan. Sementara itu, 27 tikungan yang dianggap berbahaya dipensiunkan serta berbagai aspek keselamatan di sirkuit juga ditingkatkan.

Mobil yang dikendarai Jules Bianchi melaju dalam cuaca hujan deras sebelum ia tergelincir dan menabrak derek. (REUTERS/Toru Hanai)


Mengubah Waktu Balapan

Kecelakaan yang dialami Jules Bianchi di GP Jepang pun langsung direspons oleh pihak otoritas balapan.

Secara kasat mata, kecelakaan yang dialami Bianchi terlihat kebetulan. Kecelakaan ini terjadi pada titik yang sama dengan kecelakaan yang dialami Adrian Sutil pada satu putaran sebelumnya, yaitu pada Lengkungan Dunlop.

Penyelenggara balapan lalu mengangkat dua bendera kuning untuk memperingatkan pebalap lainnya akan kecelakaan tersebut dan juga mengirimkan mobil/derek penyelamat.

Namun, ketika derek sedang mengangkat mobil Sutil, mobil Bianchi tergelincir dan menabrak bagian belakang derek. Terlihat kebetulan, karena jika Bianchi tergelincir dalam situasi biasa, mobilnya akan mengenai ban-ban pagar pengaman dan bukan mengenai traktor.

Akan tetapi, permasalahan sebenarnya muncul dari waktu balapan yang dimulai pada tepat waktu pukul 15.00 waktu setempat. Sempat beberapa kali dihentikan karena hujan deras, putaran-putaran akhir balapan terlaksana ketika senja dengan awan hitam menutupi langit.

Laporan penyelidikan kecelakaan kemudian memberikan rekomendasi bahwa balapan harus dimulai maksimum empat jam sebelum matahari terbenam, untuk memaksimalkan cahaya matahari. Hal ini membuat balapan di Malaysia, Tiongkok, Jepang, dan Rusia dimajukan masing-masing sejam.

Satu kecelakaan lain yang masih menjadi beban FIA adalah insiden yang dialami Fernando Alonso pada pra musim. Hingga saat ini masih belum ada penjelasan apakah insiden tersebut disebabkan oleh angin kencang, adanya kesalahan pada sambungan listrik, atau faktor pembalap.

Namun, jika nanti ditemukan penyebabnya, FIA sangat mungkin untuk mengutak-ngatik entah itu rancangan mesin atau peraturan, demi kembali meningkatkan faktor keselamatan pembalap. Karena, bagaimana pun juga, sejarah panjang Formula 1 memang soal melawan kematian. (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER