Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menganggap kasus ditangkapnya tujuh petinggi FIFA di Swiss, Rabu (27/5), bisa menjadi pelajaran bagi dunia sepak bola Indonesia.
Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, mengatakan, penangkapan terhadap sejumlah petinggi FIFA membuktikan otoritas sepak bola tertinggi di dunia itu tidak kebal hukum.
Pengungkapan kasus korupsi di tubuh FIFA tersebut tidak lepas dari peran whistle blower yang mau bekerjasama dengan penegak hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Semendawai memastikan pihaknya siap memberikan perlindungan kepada siapa pun yang mau mengungkap praktik kecurangan di sepak bola nasional.
"Pelapor dan whistle blower jangan takut mengungkap apa yang diketahui, karena keamanan mereka dilindungi. LPSK mendapatkan amanat undang-undang untuk melindungi saksi dan korban dalam peradilan pidana," ujar Semendawai dalam rilis yang diterima
CNN Indonesia, Kamis (28/5).
"Perlindungan diberikan mengacu pada sifat pentingnya keterangan, serta tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan korban," lanjut Semendawai.
Semendawai juga mengatakan, jaminan keamanan bagi pelapor, saksi pelaku, atau whistle blower, seperti yang ditegaskan dalam UU No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sangat penting guna mendorong mereka untuk memberikan kesaksian.
Dalam Pasal 10A UU No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dikatakan, saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.
Penanganan secara khusus dimaksud antara lain pemisahan tempat penahanan, pemisahan pemberkasan antara saksi pelaku dan tersangka, serta saksi pelaku dapat memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
(har/har)