Beban Juara Copa America di Brasil, Chile, dan Argentina

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Kamis, 11 Jun 2015 20:11 WIB
Tiga negara akan memiliki motivasi tambahan untuk merebut gelar Copa America pada turnamen yang digelar pada 11 Juni hingga 4 Juli nanti.
Brasil punya misi untuk menghapus noda kekalahan memalukan 1-7 dari Jerman di Piala Dunia 2014 dengan memenangi Copa America 2015. (REUTERS/Edgar Su)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketenaran ajang Copa America memang belum setara dengan Piala Dunia ataupun Piala Eropa, namun bukan berarti kompetisi level benua tertua di dunia tersebut --bahkan lebih tua dari Piala Dunia-- kalah menarik dengan ajang-ajang sepak bola lainnya.

Sekilas, melihat lini serang negara-negara yang bertarung di ajang itu, terlihat bahwa para bomber yang akan tampil bukan nama sembarangan.

Dua penyerang terbaik Barcelona, Neymar (Brasil) dan Lionel Messi (Argentina), akan saling gontok-gontokan untuk membawa gelar juara, sementara Kolumbia memiliki Radamel Falcao dan James Rodriguez, dan Chile yang terkenal bermain agresif memiliki Arturo Vidal dan Alexis Sanchez.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama-nama itu kini telah menjadi nama besar di benua Eropa dan juga akan menarik para pecinta sepak bola untuk memalingkan mata pada 11 Juni hingga 4 Juli nanti.

Selain deretan bintang-bintang nomor satu dunia, dan juga permainan atraktif khas Amerika Selatan, satu hal lagi yang bisa membuat Copa America 2015 memiliki nilai tambah adalah persaingan ketat antara tiga negara untuk memperebutkan gelar juara: Brasil, Argentina, dan Chile

Brasil

Selecao akan datang ke Chile dengan rasa lapar tinggi untuk mengangkat piala. Kekalahan 1-7 dari Jerman di hadapan pendukung sendiri pada Piala Dunia lalu, mau tidak mau akan meninggalkan luka di hati segenap para pendukungnya -- luka yang harus diobati dengan segera oleh Dunga dan anak-anak asuhannya.

Misalnya saja David Luiz, Thiago, atau Fred. Sebagai pemain yang telah menancapkan nama di Eropa, mereka akan memiliki beban untuk menghapuskan noda di karier mereka sebagai pemain yang membuat Brasil menelan kekalahan memalukan.

Tak ada cara lain bagi Brasil untuk mengobati hal tersebut dengan mendapatkan gelar juara Copa America.

Demikian pula dengan sang pelatih. Meski tidak terkait dengan kekalahan melawan Jerman, di kesempatan keduanya melatih Brasil, Dunga tentu ingin membuktikan bahwa ia seorang pelatih mumpuni, meski gaya bermain timnya yang pragmatis tak demikian disenangi oleh masyarakat Brasil.

Argentina

Terakhir kalinya Argentina mampu mengangkat trofi di level internasional, Diego Maradona masih aktif bermain sebagai pesepak bola profesional. Selama itulah Tim Tango belum bisa berbicara banyak di level negara.

Rentetan bintang-bintang ternama yang Argentina lahirkan, dari mulai generasi Juan Roman Riquelme, Pablo Aimar, hingga Lionel Messi dan Javier Mascherano memang belum bisa berbicara banyak di level negara.

Tiga kali mereka melaju hingga partai terakhir, yaitu pada Copa America 2004 dan 2007 serta Piala Dunia 2014, namun tiga kali pula mereka pulang dengan kepala tertunduk malu.

Kini, dengan Messi yang berada di puncak permainan setelah memenangkan treble kedua bersama Barca, Argentina tentu akan memiliki tekanan untuk mendapatkan Piala Amerika.

Lionel Messi belum mendapatkan satu gelar pun bersama Argentina. (Reuters/REUTERS/Tyrone Siu)


Chile

Dengan bermaterikan pemain-pemain yang malang melintang di Eropa seperti Sanchez, Vidal, Claudio Bravo, Gary Medel, Matias Fenandez, atau Mauricio Pinilla, Chile dikatakan sedang ditopang oleh salah satu generasi terbaik sepanjang masa.

Bermain di hadapan pendukung sendiri juga membuat Chile akan memiliki  alasan kuat untuk berjuang sekeras mungkin mengakhiri rekor buruk tak pernah memenangi Copa America. Selama ini, Chile memang kalah dengan negara seperti Kolombia, Peru, Paraguay, dan Bolivia yang setidaknya pernah memenangi turnamen ini satu kali.

Satu kekuatan lain yang bisa diandalkan oleh Chile adalah sang pelatih, Jorge Sampaoli, yang digambarkan orang-orang dekatnya sebagai seorang pekerja keras yang tidak ingin menggantungkan hidupnya pada keberuntungan.

"Saya melihat sepak bola sebagai perang. Sepanjang waktu saya cemas  ada orang yang akan mengejar saya. Hal ini tidak terjadi pada pelatih lain, namun ini terjadi pada saya dan membuat saya selalu berhati-hati," kata pelatih berusia 55 tahun tersebut.

Berkaca pada penampilan Chile di Piala Dunia 2014 -- kalah di babak 16 besar lewat adu penalti dengan Brasil-- tampaknya anak-anak asuhan Sampaoli ini akan memberikan kejutan besar dan bahkan juga mungkin mengakhiri puasa gelar mereka.  

(vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER