Dharmasraya, CNN Indonesia -- Para pebalap sepeda yang mengikuti ajang Tour de Singkarak (TdS) 2015 selalu dielu-elukan sepanjang lintasan yang mereka lalui.
Tak pandang usia, pekik gembira selalu terdengar dari kerumunan ribuan masyarakat Sumatera Barat.
Kini ajang TdS memasuki etape III, ajang balap sepeda yang berpadu dengan promosi pariwisata ini digelar pada hari biasa. Saat pekerja seharusnya bekerja, dan siswa berada di bangku sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata 'seharusnya' itu kemudian lenyap di antara gegap gempita penyambutan acara yang hanya berlangsung satu kali dalam setahun ini.
Sepanjang pantauan CNN Indonesia, masyarakat, nyaris tanpa kecuali, berada di tepi jalan yang dilalui para pebalap, termasuk mereka yang berstatus pelajar.
Berbincang dengan CNN Indonesia, Senin (5/10), seorang gadis kecil dengan antusias bercerita tentang kegembiraannya berada di tengah gelaran TdS 2015.
 Anak-anak yang memeriahkan ajang Tour de Singkarak 2015 berpose untuk CNN Indonesia. (CNN Indonesia/Vriana Indriasari) |
“Senang bisa menari di depan orang asing. Tahun lalu, saya cuma bisa menonton saja,” kata Deva, seorang siswi yang akan menampilkan tarian tradisonal Sumatera Barat saat start etape III di Desa Adat Sijunjung.
Siswi kelas V sekolah dasar ini mengaku harus izin tak mengikuti pelajaran demi bisa menyemarakkan acara berkelas internasional tersebut.
Deva menuturkan, pihak sanggar tari yang mengurus izin tersebut ke sekolahnya.
Tak jauh berbeda dengan Deva, Fendi dan kawan-kawan juga urung mengikuti pelajaran sekolah hari itu.
Siswa kelas V ini bahkan sudah berada di lokasi finis etape III, yakni di kawasan Gelanggang Olahraga Dharmasraya sejak pukul 09.00 WIB.
Padahal, finis baru terjadi jelang pukul 16.00 WIB. Lelah? Sepertinya hal itu tidak nampak di wajah Fendi cs. Mereka terus bercengkrama sepanjang pantauan CNN Indonesia.
“Tes juga diundur jadi Selasa,” kata Fendi.
Lihat: Gelombang Kabut Asap yang Terekam Drone Para peserta TdS 2015 disambut pelajar yang menyaksikan mereka di pinggir jalan. (detikcom/Alhabshy) |
Ditemui di lokasi yang sama, sang guru membenarkan hal itu.
Marwan, Guru olahraga di SD 08 Timpeh, Dharmasraya mengaku hal itu merupakan perintah dari dinas pendidikan dan jajarannya.
“Hanya kelas V dan VI yang diperintahkan UPT (Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan) untuk datang kemari dan menyambut para pebalap. Sisanya tetap berlajar seperti biasa,” kata Marwan kepada CNN Indonesia.
Hal benar atau bukan, inilah yang terjadi.
Hal baik atau bukan, melihat aksi para pebalap telah menginspirasi seorang laki-laki kecil untuk memiliki cita-cita berbeda dari kebanyakan anak seusianya.
“Mau jadi pebalap, biar disambut banyak orang,” kata Fendi lugas.
Apa yang terjadi di garis finis etape III TdS itu melukiskan coretan lain bahwa ajang ini bukanlah sekadar balap sepeda kelas dunia. Bukan pula semata ajang promosi pariwisata.
Gelaran Tour de Singkarak kini bak nafas yang menghidupi denyut nadi masyarakat Sumatera Barat. Ajang ini menorehkan babak baru cerita di tanah Minang hingga tak lagi hanya ada kisah si Malin Kundang.
(kid/kid)