Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas sepak bola dunia, FIFA, menghadapi lubang hitam dalam sektor finansialnya yaitu meleset US$550 juta, atau setara Rp7,38 trilun, dari target pendapatannya pada siklus anggaran 2015-2018.
Hal ini dikarenakan adanya slot-slot sponsor yang tidak terisi dan juga munculnya tumpukan tagihan biaya hukum untuk menghadapi skandal demi skandal dalam 10 bulan terakhir.
Pada siklus 2015-2018, FIFA memiliki target US$5 miliar. Namun FIFA tak mampu memenuhi hal itu, demikian dikatakan pelaksana Sekretaris Jenderal FIFA, Markus Kattner.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada media Inggris,
The Times, seorang sumber FIFA mengatakan bahwa organisasi yang berbasis di Zurich itu harus membayar tagihan pengacara senilai US$10 juta per-bulan demi menghadapi tuduhan korupsi yang dilayangkan otoritas keadilan Amerika Serikat dan Swiss.
Para pengacara yang disewa untuk melakukan penyelidikan internal itu harus memeriksa 500 ribu dokumen.
Selain karena biaya urusan legal ini, FIFA juga kehilangan pendapatan karena 24 dari total 37 slot sponsor mereka hingga saat ini tidak terisi. Terkuaknya skandal korupsi terbesar dalam sejarah sepak bola memang membuat perusahaan-perusahaan ternama di dunia membalikkan badan terhadap FIFA.
Sejak Piala Dunia 2014 lalu, FIFA belum mendapatkan satu pun sponsor lagi untuk mengisi slot sponsor piala dunia 2018 dan 2022. Beberapa sponsor utama FIFA seperti Sony dan Emirates juga memutus kerja sama mereka.
"Ketidakpastian mempengaruhi moral dari tim FIFA. Kami tertinggal US$550 juta dari target kami semula," ujar Kattner.
Angka-angka anggaran dan belanja FIFA akan diumumkan bulan depan, dan FIFA diprediksi akan mengumumkan defisit senilai £67 juta -- defisit pertama FIFA sejak 2001 silam.
(vws)