Jakarta, CNN Indonesia -- Pangeran Ali bin Al Hussein bukan nama lama di pemilihan presiden FIFA. Di Kongres Mei 2015, Ali menjadi satu-satunya kandidat yang lolos ke putaran kedua untuk menemani Sepp Blatter.
Ali adalah anak ketiga dari mantan Raja Yordania (1952-1999), Huessein bin Talal, dan anak kedua dari istri ketiga Huessein, Alia Baha ud-din Toukan.
Laki-laki berusia 40 tahun itu mengumumkan secara resmi keinginannya untuk menjadi salah satu kandaidat presiden FIFA lagi pada September 2015, kurang dari empat bulan setelah kalah dari Blatter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat Twitternya, Ali mengatakan tidak percaya jika FIFA dapat mengembalikan sepak bola kepada masyarakat dunia tanpa sebuah kepemimpinan yang baru, yang tidak terikat dari praktek korupsi dan suap di masa lalu.
"Itulah alasannya saya berdiri di sini, di jantung kota Amman (ibukota Yordania), untuk sekali lagi mencolonkan diri sebagai kandidat Presiden FIFA," katanya pada 9 September 2015.
"Saya meminta Anda untuk mendukung saya dalam kampanye untuk membawa Harapan, Martabat, Keunggulan, dan Kesempatan untuk sepak bola, olahraga terbaik di dunia."
Ali mengemban pendidikan tinggi di Islamic Educational College, Amman. Ia kemudian melanjutkan studinya di Inggris dan Amerika Serikat, sebelum diminta menjadi komandan Pasukan Khusus Raja Abdullah II di Royal Guards pada 1999.
Di dunia sepak bola, laki-laki yang mengusasai tiga bahasa (Arab, Inggris, Sirkasia) tersebut merupakan presiden dari Asosiasi Sepak-bola Yordania. Ia juga pendiri dan presiden dari Federasi Sepak-bola Asia Barat yang kini memiliki 13 negara anggota.
Keterlibatannya di pemilu FIFA kali ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Ali pernah menjadi kandidat Wakil Presiden FIFA mewakili Asia pada 7 Oktober 2010.
Kampanye Ali pada saat itu berfokus pada menyatukan dan meningkatkan kemampuan sepak bola negara-negara Asia. Ia kemudian terpilih dan di masa jabatannya sukses mencabut larangan pemakaian jilbab pada sepak bola perempuan.
Pada pemilihan Presiden FIFA 2015, Ali gagal jadi presiden usai mengaku kalah dari Blatter. Ia mengundurkan diri di tengah putaran kedua penghitungan suara, setelah kalah suara 133-73 dalam putaran pertama pemungutan suara.
Namun setelah Komite Etik FIFA menghukum Blatter untuk tidak boleh terlibat dalam kegiatan sepak bola apapun selama delapan tahun, Ali kembali dengan lebih percaya diri. Ia bahkan mengatakan FIFA akan jadi malapetaka bagi dunia sepak bola jika dia tidak terpilih pasca-era Blatter.
"Akan jadi bencana untuk organisasi ini jika segala sesuatunya tidak berjalan dengan semestinya. FIFA perlu pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan yang tepat dan orang yang bertanggungjawab, yang belum pernah kita lihat di masa lalu," kata Pangeran Ali seperti yang dikutip dari BBC Sport (6/1).
Selain dirinya ada Jerome Champagne, Gianni Infantino, Sheikh Salman bin Ebrahim al-Khalifa dan Tokyo Sexwale yang juga maju sebagai kandidat lainnya.
Di Kongres FIFA kali ini, Ali mendapatkan dukungan terbuka dari Amerika Serikat dan Australia.
(vws)