Putra Permata Tegar Idaman
Putra Permata Tegar Idaman
Menggemari bulutangkis dan mengagumi Roberto Baggio sejak kecil. Pernah bekerja di harian Top Skor dan Jakarta Globe. Kini menjadi penulis di kanal olahraga CNN Indonesia

Siapa Bisa Benci Leicester City?

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Selasa, 03 Mei 2016 15:37 WIB
Leicester City jadi juara Liga Primer Inggris 2015/2016. Siapa bisa membenci Leicester City atas keberhasilan ini?
Keberhasilan Leicester City jadi juara Liga Inggris bukan hanya memberikan kebahagiaan bagi suporter mereka, melainkan juga para penggemar sepakbola pada umumnya. (Reuters / Eddie Keogh)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Leicester City mengakhiri musim 2015/2016 dengan duduk di posisi teratas. Pendukung Leicester bersorak dan menggila, dan mungkin juga mayoritas penggemar sepakbola pada umumnya.

Leicester adalah fenomena musim 2015/2016 dan bakal terus jadi fenomena yang akan terus dibicarakan sepanjang sejarah Liga Primer Inggris.

Sejak Liga Primer Inggris dimulai, sejatinya sudah ada tim-tim yang lebih dulu merusak dominasi tim-tim besar sebelum kemunculan Leicester. Chelsea dan Manchester City sudah lebih dulu melakukannya. Chelsea pada dekade lalu sedangkan Man City pada beberapa musim terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kemunculan Chelsea dan Man City diiringi oleh suntikan dana yang super besar. Chelsea jadi tim kuat sejak Roman Abramovich datang membawa setumpuk uang sedangkan Man City menjadi besar ketika investasi besar dari Abu Dhabi United Group masuk ke dalam markas mereka.

Karena itulah, ketika Chelsea dan Man City sukses jadi juara Liga Inggris, ada cibiran yang mengikuti mereka.

Chelsea dan Man City dianggap mengambil jalan instan. Dengan taburan uang, mereka menyulap kekuatan tim jadi disegani. Padahal tim-tim besar seperti Manchester United, Liverpool, dan Arsenal pun sama seperti mereka, menghabiskan banyak uang di awal musim untuk menambah kekuatan tim.

Namun cerita yang dibuat Leicester di musim ini bukanlah cerita yang serupa dengan cerita Chelsea atau Man City.

Leicester 'hanya' sedikit membelanjakan uang di awal musim panas, 27 juta poundsterling. Robert Huth, Shinji Okazaki, N'Golo Kante, Gokhan Inler, dan Christian Fuchs adalah nama-nama yang baru datang sebagai belanja Leicester di awal musim.

Leicester City menampilkan kejutan demi kejutan sepanjang musim. (Reuters / Darren Staples)


Di Leicester, tak ada sosok individu yang bisa mengubah hasil pertandingan dengan kemampuan mereka sendiri. Semua bahu-membahu menutup kekosongan dan mengisi lubang yang dimiliki rekan-rekan setim mereka.

Dari deretan pemain, nama-nama pemain yang ada di Leicester adalah nama-nama yang tak terkenal. Hal inilah yang kemudian bisa membuat unsur dongeng dalam kesuksesan Leicester semakin kuat.

Ketika Jamie Vardy mencuat memecahkan rekor gol beruntun milik Ruud van Nistelrooy, semua kemudian tertarik menengok masa lalu Vardy.

Saat akhirnya Vardy diketahui masih terjun di liga amatir hingga usia 25 tahun dan masih harus memiliki pekerjaan sampingan, rasa takjub publik pun semakin besar.

Bukan hanya Vardy yang memiliki masa lalu penuh derita seperti tokoh utama dalam dongeng.

Kiper Leicester, Kasper Schmeichel pun demikian. Kasper adalah anak yang menyandang nama besar sang ayah, Peter Schmeichel.

Dalam perjalanan kariernya, Kasper hanya melalui karier yang biasa-biasa saja, tak seperti sang ayah yang jadi legenda bersama Manchester United.

Di luar itu, masih ada Danny Drinkwater yang merupakan produk akademi Manchester United yang terbuang, Robert Huth yang gagal bersinar saat digadang sebagai bek masa depan ketika muda, Riyad Mahrez yang tak tahu Leicester ketika memutuskan bergabung dengan 'The Foxes'.

Cerita-cerita itu dan sederet cerita menarik dari penggawa lainnya terus tersiar berbarengan dengan kejutan-kejutan yang diberikan Leicester sepanjang musim.

Jamie Vardy dan Riyad Mahrez tak banyak dikenal orang di awal musim. (Reuters / Carl Recine)


Latar belakang pemain-pemain Leicester yang bukan siapa-siapa membuat simpati publik semakin besar. Leicester menjelma jadi tim kesayangan yang bukan hanya milik suporter mereka saja, melainkan publik sepakbola pada umumnya.

Kesempurnaan kisah dongeng pemain-pemain Leicester semakin pas lantaran kursi pelatih Leicester saat ini diisi oleh Claudio Ranieri.

Ranieri adalah pelatih besar yang lalu-lalang di tim-tim besar. Perjalanan kariernya dari dan ke klub besar sudah merupakan bukti kemampuan taktikal Ranieri sudah teruji dan diakui.

Namun yang didapat Ranieri sepanjang kariernya adalah ejekan, cibiran, dan kritikan. Nyaris tak ada prestasi besar yang bisa dipersembahkan Ranieri meskipun ia sering didukung oleh banyak pemain bintang.

Karier Ranieri sendiri sejatinya sedang berada di titik terendah ketika ia memutuskan menerima tawaran dari Leicester.

Cibiran, ejekan, dan kritikan itu pun kemudian berubah jadi simpati di tengah keberhasilan Ranieri menyulap Leicester jadi tim yang ditakuti musim ini.

Kombinasi pemain dan pelatih milik Leicester adalah kolaborasi pas untuk mendatangkan kekaguman, simpati, dan rasa takjub dari banyak orang.

Seperti layaknya dongeng yang disukai banyak orang, sukses Leicester adalah kebahagiaan bagi banyak pihak.

Bila sudah begini, siapa yang bisa membenci Leicester City? (dlp)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER