Bogor, CNN Indonesia -- Salut! Satu kata itu pantas diberikan kepada perjuangan hidup Hendro Yap, seorang atlet jalan cepat dari Kontingen Jawa Barat. Pada PON 2016 ini ia menyabet medali emas dalam nomor 10.000 meter (10K) putra di Stadion Pakansari, Kamis (22/9) pagi.
Laki-laki berusia 26 tahun tersebut sangat senang mendapat medali tersebut dan berharap dapat menjadi pemicu rekan setimnya di Jawa Barat. Ia mengaku tidak ada kendala yang berarti dalam mendapatkan medali itu, karena yakin bahwa masyarakat Jawa Barat mendukungnya.
Ia membeberkan kuncinya adalah banyak berlatih, bertanya, berkonsultasi dengan wasit dan pelatih yang juga selalu mendukungnya untuk berjalan cepat dengan sabar dan tidak dipaksakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Catatan waktu terbaik saya di 10K itu 44 menit, tadi 44 menit 49 detik. Tapi tidak apa-apa," katanya bangga.
Setelah sukses di nomor 10K, Hendro pun akan bersiap untuk nomor 20K pada 27 September mendatang.
"Di 20K, target saya yang penting mencatat waktu dibawah 1 jam 29 menit 35 detik," ucapnya menambahkan.
Ini adalah ketiga kalinya Hendro mengikuti ajang PON. Setelah hanya selesai di peringkat empat kelas 20K dalam PON Kalimantan Timur 2008, Hendro berhasil menyabet satu medali perak di 10K dan medali emas di 20K dalam PON Riau 2012.
Melawan Kehendak Orang TuaBerbagai raihan prestasi tersebut adalah buah dari kerja keras dan pengorbanan Hendro. Yang menarik, ketika remaja ia harus menjadi atlet agar dapat meneruskan pendidikannya ke bangku Sekolah Menengah Atas. Keadaan memaksa Hendro menjadi atlet jalan cepat.
"Sebenarnya jadi atlet jalan cepat karena kepepet, dahulu orang tua tidak ada biaya untuk membiayai saya sekolah SMA. Mereka bilang saya tidak usah lanjut sekolah."
"Kalau mau sekolah, cari uang sendiri. Orang tua menyuruh saya berdagang karena mereka memiliki toko kelontongan yang menjual minyak, gula, telur, dan sebagainya," ujar Hendro kepada CNNIndonesia.com.
"Bagi saya pendidikan itu penting, saya ingin menjadi menyandang gelar sarjana. Kakak pun masa bodoh dengan pilihan saya, jadi kami memang cari jalan hidup sendiri. Kami punya prinsip masing-masing," lanjut anak kedua dari enam bersaudara tersebut.
Hendro yang saat itu masih berusia 14 tahun dan baru naik kelas 3 SMPN 1 Cielungsi pada 2004 silam, diberi petunjuk oleh Anang Suryana yang merupakan guru olahraga di sekolahnya.
Anang menyarankan agar dia menjadi atlet jalan cepat, karena pada waktu itu Jawa Barat belum memiliki atlet jalan cepat yang bagus.
Hendro mengakui kurangnya sosialisasi dan komunikasi membuat hubungan internal keluarga menjadi tidak harmonis. Sehingga ketika ia menetapkan pilihanya untuk menjadi atlet jalan cepat, orang tua Hendro tidak setuju. Apalagi Hendro memiliki riwayat penyakit asma yang diidapnya sejak kecil.
"Orang tua sangat tidak setuju. Sering marah dan dihukum kalau ketahuan berlatih. Dipukul dan yang lainnya. Akan tetapi saya bilang saya punya jalan seperti ini untuk melanjutkan sekolah," katanya.
Di tengah pertentangan itu, Hendro mengikuti kejuaraan pertama jalan cepat dalam kariernya sebagai atlet di Kejuaraan Jawa Barat Junior 5K dan finis di posisi ketiga. Pencapaian ini membuat Hendro semakin semangat menggeluti olahraga jalan cepat.
Target Tiga Medali Emas SEA GamesHendro 'kabur' dari rumah pada Juli 2005. Diam-diam, ia pergi ke Bandung untuk menempuh pendidikan di Pusat Pelatihan Olahraga dan Latihan Mahasiswa (PPLM) sampai 2008. Kegiatannya di sana dibiayai penuh pemerintah provinsi Jawa Barat.
"Awalnya diam-diam pergi ke Bandung, bilangnya mau pergi main. Tapi setelah satu bulan, saya beritahu orang tua dan akhirnya diteruskan sampai selesai," kata Hendro.
Pada 2009, Hendro mendapat beasiswa dari Pusat Pembinaan dan Latihan Mahasiswa (PPLM) dan melanjutkan studinya di jurusan pelatihan olahraga Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Pada 2011, Hendro debut di ajang SEA Games 2011. Ia berhasil meraih medali perak di nomor 20K. Hebatnya, dia tampil di ajang tersebut dalam kondisi sedang cacar air api.
"Rasanya badan saya panas dan gatal jelang 10 hari mau lomba. Akhirnya obat satu bulan saya habiskan dalam waktu empat hari," katanya.
Setahun berselang, Hendro terkena cedera yang tak main-main.
"Saya mengalami cedera lutut ACL saat sedang persiapan Kejuaraan Asia di Jepang dan PON 2012. Sebabnya karena latihan saya terlalu berat. Saya latihan setiap hari itu jam setengah 5 pagi sampai jam 7 pagi, jam 11 sampai jam 1 siang, dan jam 4 sampai 6 sore."
"Sabtu dan Minggu pagi saya latihan juga sedikit, sorenya istirahat penuh," ujarnya.
Setelah kembali pulih dari cedera, Hendro langsung menyabet medali emas SEA Games 2013 di nomor 20K dan sekarang PON 2016. Mendatang, ia berniat untuk meraih medali emasnya yang ketiga alias hattrick di SEA Games 2017.
"Saya juga ingin target masuk tiga besar dalam Asian Games 2018 di nomor 50K," katanya yang pada Oktober mendatang akan menempuh studi Master di Universidad Católica San Antonio de Murcia Spanyol dengan biaya sendiri.
"Di Spanyol akan banyak kejuaraan jalan cepat dan itu akan saya jadikan sebagai bagian dari persiapan saya."
(bac/kid)