Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah kepemimpinan Gita Wirjawan sebagai orang nomor satu di Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) selesai, nasib Rexy Mainaky jadi tak pasti. Ia pun secara terbuka mengakui kemungkinan ia tak lagi bertahan di posisinya.
Sebagai Kabid Binpres PBSI 2012-2016, hasil dari kerja keras Rexy dan tim pelatih adalah lahirnya sejumlah medali emas Kejuaraan Dunia, Asian Games, hingga puncaknya adalah medali emas Olimpiade 2016.
Namun Rexy sadar bahwa dengan duduknya Wiranto di kursi Ketua Umum PBSI, posisi saat ini belum tentu jadi miliknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya di sini (tapi tidak melatih), Istri dan anak-anak di Malaysia bagaimana? Bila tidak melatih, mengapa saya di sini?" ucap Rexy, Senin (31/10).
Masa depan yang tak pasti bagi Rexy sendiri merupakan risiko pekerjaan yang telah ia jalani selama ini. Bagi Rexy, risiko justru membuat dirinya terus terpacu untuk lebih maju di masa depan.
"Saya kerja tahu ada risikonya. Saya bangga, sebagai pemain saya bisa bawa medali emas dan sekarang saya di pengurus saya bisa kembalikan Indonesia di trek medali emas."
"Bila kontrak saya tidak dilanjutkan lagi itu suatu konsekuensi yang harus saya terima. Itu berarti saatnya saya kumpul keluarga. Selama tiga tahun ini saya tak bisa rutin ketemu anak-istri. (Bila tak berlanjut), saya punya waktu untuk bisa kumpul sama anak anak," tutur Rexy.
Setelah terpilih, Wiranto sendiri belum merumuskan komposisi pengurus dan tim pelatih yang bakal bertugas selama empat tahun ke depan.
"Ini kenyataan yang harus dihadapi, bukan isyarat dan kode. Saya tidak tahu masa depan di PBSI. Kontrak sampai akhir tahun, dan tentunya saya bersyukur kalau dipercaya lagi (sampai 2020)," ujar Rexy.
Rexy menegaskan bahwa dirinya memiliki prinsip kuat dalam menjalankan pekerjaannya. Bila masih dipercaya, Rexy bakal berusaha maksimal untuk membayar kepercayaan tersebut.
"Saya kerja bukan asal bapak (bos) senang, kerja asal pemain senang. Semua harus tahu, kursi sebagai pelatih bukan cuma buat duduk saja. Kalau saya dirasa bukan yang terbaik, berarti waktu saya selesai," kata Rexy.
Dari empat tahunnya di Pelatnas Cipayung, Rexy mengaku banyak hal yang belum selesai dikerjakan, seperti nomor tunggal putra yang belum sesolid ia harapkan meskipun sudah berjalan di arah yang tepat.
Bagi Rexy, pekerjaan rumah terbesar bagi dirinya dan juga kepengurusan mendatang adalah pembenahan sektor tunggal putri karena minimnya sumber daya yang berkualitas.
"Ini bukan hanya pekerjaan rumah pengurus di pelatnas tapi seluruh insan bulutangkis Indonesia. Kalau hanya mengharapkan PBSI banting tulang mencapainya, ini sangat sulit. Semua insan bulutangkis, orang tua dan pelatih juga harus dilibatkan."
"Saya harapkan dengan emas Olimpiade 2016 bisa memotivasi orang tua untuk putrinya main bulutangkis," tuturnya.
(ptr)