Jakarta, CNN Indonesia -- Robert Rene Alberts kembali memulai petualangannya di PSM Makassar. Ia pernah menukangi Juku Eja pada musim 2010/2011, tepatnya saat PSM ikut kompetisi Liga Primer Indonesia yang kala itu di bawah naungan PSSI.
PSM finis di posisi ketiga saat itu. Ketika kompetisi mengalami dualisme, Rene Alberts memilih hengkang ke klub Malaysia Sarawak FA.
Meneer kelahiran Amsterdam 62 tahun lalu itu pun mengaku masih penasaran untuk menuntaskan ambisinya di PSM. Piala Presiden menjadi 'uji coba' baginya menangani "Juku Eja".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PSM sendiri dipastikan tak lolos dalam ajang pramusim itu setelah dua kali kalah di Grup C. Namun, hal itu bukan masalah berarti baginya karena Piala Presiden disebut bukan ambisinya.
Tak hanya itu, dia juga terang-terangan tak sejalan dengan kebijakan PSSI yang mewajibkan setiap klub memainkan minimal tiga pemain U-23 di tim utama Liga 1. Rene Albert lantas melontarkan alasan kritiknya itu.
Berikut petikan wawancara
CNNIndonesia.com ketika bersua dengan
Meneer Rene Alberts di Hotel Topas, Pasteur Bandung, Sabtu (11/2):
Anda sudah cukup lama di Sarawak FA (Malaysia) setelah dari PSM pada 2011, kemudian Anda kembali ke PSM. Kenapa?(Pada 2010) Kami berada di peringkat kedua di bawah Persipura dan bisa menjadi nomor satu. Tapi mereka menarik diri (setelah ada dualisme) di bawah PSSI dan bermain di liga lain dan saat itu tidak diakui AFC. Kami sejujurnya menyayangkan karena sebenarnya kami bisa nomor satu.
Jadi selalu ada perasaan bahwa saya masih bisa melakukan hal lebih di Makassar. Jadi begitu ada tawaran dari klub ini lagi dan kompetisi resmi bakal kembali bergulir, saya jawab: 'Oke, kita lihat apa yang bisa saya lakukan lagi.
Apa tujuannya ikut Piala Presiden?Kami tak pernah melakukan persiapan ikut turnamen ini. Turnamen ini tidak masuk akal. Pertama, Anda tidak main dalam turnamen yang kompetitif. Dalam waktu dua pekan di pramusim. Turnamen seperti ini tak ada di dunia manapun, diikuti oleh seluruh tim peserta liga. Itu tidak profesional. Saya adalah pelatih profesional yang mempersiapkan segala hal secara profesional. Saya hanya menyiapkan tim untuk liga.
Lalu kenapa PSM masih ikut Piala Presiden?Kami harus berpartisipasi karena alasan politis. Terlalu banyak tekanan terhadap klub. Kami di sini (Piala Presiden) bukan untuk menang, hanya memberikan kesempatan kepada para pemain kami tanpa mengambil risiko untuk terlalu memaksakan di turnamen ini. Bagi kami terpenting para pemain tidak mengalami cedera. Saya memberikan kesempatan kepada semua pemain untuk bisa tampil. Beberapa memang tidak bisa main karena belum siap. Tapi pemain muda harus main untuk mendapatkan ritme mereka.
 Robert Rene Alberts menilai tak masuk akal gelaran pramusim seperti Piala Presiden 2017. (ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra) |
PSM adalah tim yang sangat ambisius dan Anda termasuk pelatih yang cukup rasional dan realistis. Kenapa Anda memilih PSM lagi?Seperti saya bilang tadi. Saya dalam kondisi yang tidak puas ketika meninggalkan PSM. Kami nomor dua (peringkat tiga) di Liga (saat itu LPI), padahal kami bisa saja jadi yang pertama. Jadi selalu ada perasaan ingin kembali ke Makassar untuk memenuhi pekerjaan membawa klub ini yang terbaik. Saya ingin sekali melihat PSM menjadi juara. Tapi memang seperti yang Anda sebutkan, klub-klub di sini (Indonesia) hanya berpikir juara. Saya setuju pula jika saya memang realistis dalam hal ini.
Saya kemari bukan sekadar menjadikan tim ini juara. Saya ingin membangun PSM menjadi salah satu tim terbaik di Indonesia. Kami juga memiliki filosofi yang sama dengan manajemen, Bapak Munafri (Arifuddin, Direktur Eksekutif PSM). Kami bukan sekadar menjadikan tim ini juara, tapi juga ingin membangun tim ini bertahan sebagai yang terbaik. Kami harus membangun akademi usia muda dan fasilitas di Makassar. Jadi ada rencana jangka panjang menjadikan Makassar sebagai salah satu klub terbaik di Indonesia.
Jadi Anda punya rencana jangka panjang di Makassar?Ya, karena saya dan Bapak Munafri punya filosofi yang sama
Mungkin seperti yang Anda lakukan di Sarawak selama empat musim?Ya, tapi bedanya mereka (Sarawak FA) tidak membayar saya setelah itu sehingga saya keluar. Alasannya sederhana.
Apa yang menarik dari sepak bola di Makassar termasuk talenta-talenta mudanya?Banyak sekali antusiasme, bukan hanya di Makassar, mungkin di Sulawesi sebagai suatu kawasan. Jika Anda lihat di Ambon juga sama antusiasnya.
Anda juga pernah ke Arema dan memenangkan kompetisi di sana (pada ISL 2009/2010). Apa bedanya Malang dan Makassar?Perbedaannya adalah budaya sepak bola di Malang amat kuat. Mereka punya pusat latihan, meski bukan yang terbaik, dan beberapa stadion. Jadi dalam hal fasilitas dan antusiasme, di sana sangat fantastis. Makassar belum memiliki budaya sepak bola seperti di Malang dan belum ada stadion yang mumpuni. Stadion tidak selalu penuh karena orang-orang di sana karena mungkin tidak yakin timnya tampil bagus. Tapi saat ini sepak bola di Makassar kembali tumbuh pesat.
 Suporter setia Arema, Aremania, selalu memenuhi stadion tempat klub tersebut tampil. (Foto: Ari Bowo Sucipto) |
Bagaimana menurut Anda tentang potensi pemain lokal PSM seperti Rasyid Bakri?Dia salah satu pemain bertalenta di sepak bola Indonesia. Dia selalu berambisi memenangkan bola di lapangan dan distribusi bola bagus. Tapi ada kekurangan dalam hal pemahaman dasar dari permainan. Dia kurang dalam elemen permainan. Jika bisa membenahi kekurangannya itu, dia akan jadi pemain luar biasa, bukan sekadar bagus.
 Rasyid Bakri (kiri) salah satu talenta kelahiran Makassar yang dinilai Robert Rene Alberts memiliki potensi luar biasa. ( ANTARA FOTO/Yusran Uccang) |
Menurut Anda pribadi, apakah Rasyid cukup layak atau punya potensi di Timnas Indonesia?Saya bukan pelatih Timnas Indonesia. Saya tidak bisa berkomentar soal itu.
Soal Arthur Irawan, seperti apa statusnya di PSM?Arthur (Irawan) direkomendasikan kepada saya ketika dia masih cedera di Belgia. Ketika melihat profilnya, menarik juga melihat pemain Indonesia yang memiliki latar belakang sepak bola Eropa. Di sana, pemain biasa memiliki pemahaman taktik di sepak bola. Tapi saya tak tahu banyak tentang kualitasnya, makanya saya penasaran untuk melihatnya bermain. Belum ada kontrak dengannya, dia hanya terdaftar di turnamen ini (Piala Presiden). Jika dia tampil, saya bisa menilai dia pemain bagus atau tidak.
Anda pernah mengkritik kebijakan PSSI yang mewajibkan klub-klub memainkan minimal tiga pemain U-23 di setiap pertandingan. Bisa Anda jelaskan?Saya rasa pertanyaannya tidak tepat. Harusnya seperti ini pertanyaannya: Di mana di dunia ini kompetisi mewajibkan pemain-pemain muda? Jika aturan ini diterapkan di Liga Primer Inggris misalkan, Liverpool harus memainkan tiga pemain U-23, Manchester United juga demikian. Apakah klub akan menerimanya? Tidak.
Bukankah tujuan PSSI untuk memberikan mereka (pemain U-23) menit bermain yang cukup di kompetisi tertinggi?Jika memang pemain U-23 itu layak dimainkan di tim utama, sudah pasti akan dimainkan. Tapi sekarang mereka (U-23) dipaksa dimainkan di klub meski mereka tidak cukup bagus. Jika dipaksakan tentu akan mengecewakan pemain yang merasa belum cukup layak dan akan menjatuhkan mental mereka. Apabila ada pemain U-23 saya yang bagus, saya akan menyertakannya (di tim utama). Saya akan membina mereka hingga bisa siap dimainkan. Tapi jika itu dipaksakan, itu tak membantu klub, pemain, dan pembinaan sepak bola.
Tapi bukankah aturan itu bisa mendorong klub melakukan percepatan dalam membangun pemain muda?Tidak. Filosofi itu tidak tepat. Pemain muda itu dibina. Anda harus membina pemain muda. Jika pemain U-23 tidak siap, akan sulit bagi mereka untuk dimainkan di tim utama karena mereka memang harus tumbuh lebih dahulu.
 PT Liga Indonesia pernah menggelar kompetisi kelompok usia yakni ISL U-21 yang mempertandingkan tim usia muda klub-klub ISL sampai pada musim 2014. (ANTARA FOTO/Rudi Mulya) |
Jadi apakah memang perlu ada kompetisi khusus bagi U-23 atau kelompok usia di bawahnya?Turnamen terpisah khusus bagi para pemain muda akan lebih masuk akal. Tak ada tekanan bagi para pemain. Setiap pemain harus memperhatikan dan membangun tim U-23. Saya juga sangat skeptis dengan uang dalam turnamen ini (Piala Presiden). Para pemain di setiap tim akan melakukan segalanya untuk memenangkan uang itu, tak ada kaitannya dengan persiapan untuk musim depan. Saya tidak mengerti dengan kebijakan ini.
Anda pernah dirumorkan menjadi salah satu kandidat pelatih Timnas Indonesia saat Piala AFF Desember 2016. Tapi Anda sudah teken kontrak dengan PSM. Apakah ada semacam penyesalan?Itu tidak ada kaitannya dengan apa yang sudah saya pilih. Saya sudah ada kontrak dengan PSM. Jadi tak ada konflik (tarik menarik) antara kepentingan nasional dan klub.
Apakah memang benar PSSI sudah menyodorkan penawaran ke Anda waktu itu?Itu cerita yang sama sekali berbeda dan saya tak ingin memberi tahu Anda.
PSSI menunjuk pelatih asing yang belum punya pengalaman di sepak bola Indonesia. Bagaimana menurut Anda?Maaf, saya tidak bisa berkomentar. Saya melatih di PSM Makassar dan tak akan menjawab apa pun terkait Timnas Indonesia.
(har)