Kegilaan Sepak Bola Indonesia yang Dirindukan Rene Alberts

CNN Indonesia
Kamis, 16 Feb 2017 12:43 WIB
Robert Rene Alberts mengungkapkan momen-momen berkesan tentang belantara sepak bola Indonesia justru ketika pernah melatih PSM Makassar.
Roberts Rene Alberts kembali ke PSM Makssar demi menuntaskan ambisinya. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang/pras/16)
Jakarta, CNN Indonesia -- Robert Rene Alberts tergelak ketika disinggung perihal pilihan PSSI menunjuk Luis Milla sebagai pelatih Timnas Indonesia. Pelatih asal Spanyol itu memang terbilang nama baru di sepak bola nasional.

Ia belum mengetahui seluk-beluk rimba sepak bola di negeri kepulauan ini. Saat dimintai pendapatnya oleh CNNIndonesia.com, Meneer Rene Alberts ogah menjawab.
"Saya pelatih PSM dan hanya menjawab ihwal PSM. Saya tidak berkomentar soal Timnas Indonesia," terang Rene Alberts, kemudian tersenyum simpul, kepada CNNIndonesia.com.

Namun, tawa kecil dan senyumnya seolah menyiratkan sejumlah tanya di depan ruang makan Hotel Topas, Pasteur Bandung, Sabtu (11/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rene Alberts memang bukan nama asing lagi di sepak bola nasional. Pelatih asal Belanda itu punya rekam jejak mumpuni di Indonesia.
Robert Rene Alberts mengaku masih penasaran untuk membawa PSM juara.Robert Rene Alberts mengaku masih penasaran untuk membawa PSM juara. (CNN Indonesia/Ahmad Bachrain)
Pada musim 2009/2010 pelatih dengan suara yang kerap terdengar samar-samar itu pernah membawa Arema juara Indonesia Super League.

Tahun berikutnya, Rene Alberts hijrah ke Makassar untuk mengarsiteki PSM Makassar. Ia memang tidak sesukses di Arema. Timnya hanya berhasil tembus ke peringkat ketiga Liga Primer Indonesia yang kala itu diakui PSSI.
Namun, di sanalah ia menemukan kesan luar biasa. Lebih tepatnya, keunikan yang menurutnya belum pernah ditemui sepanjang kariernya sebagai pemain sepak bola maupun pelatih.

"Ada satu masa (di PSM) ketika kami sedikit lagi menjadi juara, tapi kami tidak boleh bermain (kandang) di Makassar. Saya rasa itu merupakan hal paling berkesan dalam pengalaman saya," kenang Rene Alberts ketika menangani PSM pada musim 2010/2011.

"Orang-orang tak ingin PSM menjadi nomor satu. Saat itu manajemen (PSM) Pak Walikota, menarik diri dari liga (pindah dari ISL ke LPI)."

Saat itu konflik PSSI memang belum surut usai Nurdin Halid terempas dari kursi ketua umum PSSI. Di era kepemimpinan Djohar Arifin Husin, Liga Primer Indonesia (LPI) diakui sebagai kompetisi yang sah kala itu.

Padahal, pada era Nurdin, LPI merupakan liga sempalan yang digelar sebagai bentuk ketidakpuasaan sejumlah klub anggota PSSI. Belakangan, PSM pun masuk dalam rombongan klub yang hijrah ke LPI hingga kompetisi itu diakui PSSI sebagai yang legal.
Gelaran Piala Presiden 2015 pernah digelar di Makassar. Salah satu fase grup Piala Presiden 2015 pernah digelar di Makassar. (Foto: ANTARA FOTO/YUsran Uccang)
Sebaliknya, sebagian besar klub elite Indonesia tetap memilih berada di Indonesia Super League (ISL) yang justru tidak diakui PSSI era Djohar. Terjadilah dualisme kompetisi yakni ISL dan LPI.

Rene Alberts pernah berada dalam situasi keanehan-keanehan di sepak bola Indonesia. Situasi yang menurutnya amat dilematis ketika klub harus memilih ISL atau IPL lantaran alasan politis waktu itu.

"Itu merupakan pengalaman yang berkesan selama di PSM. Banyak juga yang tidak menginginkan PSM jadi juara. Nah, sepak bola seperti ini hanya bisa terjadi di Indonesia," tutur Rene Alberts sembari tertawa.

Menariknya, Rene Alberts seperti merindukan pula kegilaan dan keunikan sepak bola di Indonesia.

Baginya, sebuah ironi pula ketika antusiasme luar biasa bagi penduduk kepulauan ini terhadap sepak bola, tak berbanding lurus dengan fasilitas yang mumpuni.

Padahal, Indonesia bukan negara kecil, apalagi miskin seperti di negara-negara Pasifik atau Afrika Selatan. Stadion-stadion bagus berstandar internasional hanya segelintir. Terlebih, sulit sekali mencari fasilitas lapangan latihan di sejumlah kota di Tanah Air.
Kenyataan itu pula yang bahkan masih ia temui ketika menjejakkan kembali kakinya di Makassar. Sudah empat tahun Rene Alberts sempat berpisah dari Kota Angin Mamiri itu ketika menukangi Sarawak FA pada 2011 hingga 2015.

"Sayang sekali amat sedikit infrastruktur. Jika Anda lihat di Makassar bahkan tak ada satu pun lapangan latihan yang layak," ucap Rene Alberts.

"Kami bahkan tak bisa berlatih di sana. Antusiasme yang sangat besar tapi tak ada kemauan dari otoritas setempat untuk membangun fasilitas sepak bola. Itu amat disayangkan."
Kerusuhan di Stadion Mattoangin pada Piala Presiden 2015 sehingga aparat kepolisian masuk lapangan.Kerusuhan di Stadion Mattoangin pada Piala Presiden 2015 sehingga aparat kepolisian masuk lapangan. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
"Dari 2010 dan kembali ke Makassaar pada 2016, saya lihat banyak sekali hotel, gedung-gedung megah yang baru. Saya lihat apa pun dari kemajuan kota ini, tapi pembangunan lapangan di sana nyaris tidak ada," ucap Rene Alberts menambahkan.

Ia menilai tidak ada keinginan dan ketertarikan dari otoritas setempat untuk membuat infrastruktur untuk mengangkat prestasi olahraga, terutama sepak bola di Makassar.

Stadion Barombong yang dijanjikan sebagai markas baru PSM, hingga kini belum juga selesai. Padahal, sudah empat tahun pembangunan itu dijalankan.

"Makanya kami sampai harus berencana ke Bali untuk melakukan pemusatan latihan. Sebagai tim yang berambisi besar, tidak mungkin kami berlatih di fasilitas yang buruk," terang pelatih kelahiran Amsterdam itu.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER