Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, mengungkapkan sebab tunggal putri Indonesia mengalami ketertinggalan dari negara-negara lain seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Salah satu faktornya adalah adanya generasi tunggal putri yang 'hilang' usai era kejayaan Susy Susanti.
Susy yang juga legenda bulutangkis Indonesia mengakui tunggal putri Indonesia agak tertinggal secara prestasi dibandingkan lima sektor yang lain. Akan tetapi, katanya, bukan berarti tunggal putri tidak lagi punya harapan untuk masa mendatang.
"Jadi memang kalau melihat perkembangan zaman ke zaman dari tunggal putri itu sedikit bakat atau bibit dibanding sektor lain. Tapi ada satu generasi yang hilang sebetulnya. Jadi waktu itu setelah saya, mungkin ada delapan atau sembilan pemain (berbakat) seangkatan Mia (Audina) waktu itu. Tapi karena ketika itu Mia menonjol, sehingga yang lain kurang terkenal dan akhirnya banyak yang 'dibuang', pindah ke Amerika, Kanada, Malaysia, Brunei, Australia, sehingga Indonesia berharap hanya di Mia," ungkap peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 tersebut kepada
CNNIndonesia.com.
"Ternyata Mia pun dibawa suaminya ke Belanda, akhirnya satu generasi hilang. Itu membuat Indonesia juga harus mengejar generasi itu, dan tentunya memang saat ini kami juga bekerja keras untuk mengembalikan lagi prestasi di sektor putri. Tapi saya percaya dengan kerja keras dan komitmen atlet sendiri akan memberi suatu perubahan, terutama perubahan pola pikir," ungkapnya menambahkan.
Mia Audina merupakan mantan pebulutangkis Indonesia peraih medali perak dalam Olimpiade Atlanta 1996.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usianya terpaut delapan tahun dari Susy, dan dulu diyakini dapat menjadi penerus kejayaan Susy. Namun karena suatu alasan, Mia harus ikut suaminya yang merupakan kebangsaan Belanda.
Mia pun kemudian menetap di sana dan mengubah kewarganegaraannya menjadi Belanda. Mewakili Belanda, Mia berhasil mendapat medali perak Olimpiadenya yang kedua di Athena pada 2004.
Lebih lanjut, Susy tidak ingin para atlet bulutangkis -- khususnya di sektor tunggal putri -- memiliki mental bertanding yang lembek. Ia mengingatkan bahwa para atlet tidak boleh berpikiran akan kalah sebelum bertanding, atau takut melawan lawan yang peringkatnya lebih tinggi.
"Jadi saat ini mungkin dengan kepengurusan yang baru, mungkin ada perubahan untuk pelatih yang menangani, dan ini juga membuat suasana yang berbeda. Tentunya ke depannya kami juga berharap akan terus meningkatkan prestasi untuk tunggal putri," ucap Susy.
Saat ini peringkat tertinggi tunggal putri Indonesia dalam Peringkat Dunia BWF per 2 Februari 2017 dipegang Fitriani yang berada di peringkat ke-29 dengan perolehan 34,532 poin. Terpaut 50,079 poin dari pebulutangkis Taiwan, Tzu-Ying Tai, saat ini peringkat satu dunia tunggal putri.
 Peringkat terbaik tunggal putri masih dipegang Fitriani dan masih berada di urutan 29 peringkat BWF. (Foto: CNN Indonesia/Putra Tegar) |
Peringkat dunia tunggal putri Indonesia tersebut merupakan yang terendah jika dibandingkan sektor lain. Di tunggal putra, peringkat dunia tertinggi Indonesia dicatat Jonatan Christie di peringkat ke-19 dengan 43.698 poin.
Di sektor ganda putra Indonesia pasangan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo berada di peringkan kelima dunia dengan 66.371 poin. Sama halnya di sektor ganda putri, pasangan Nitya Khrisinda Maheswari/Greysia Polii juga berada di peringkat kelima dunia dengan 69,039 poin.
Sektor ganda campuran Indonesia sejauh ini masih mencatat peringkat dunia tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir berada di peringkat ketiga dunia dengan 76,430 poin.