Jakarta, CNN Indonesia -- Silvio Berlusconi ibarat Raja Midas bagi AC Milan. Di tangannya--yang juga dibantu orang kepercayaannya, Adriano Galliani--Milan menjadi salah satu tim yang merajai Italia bahkan Eropa kurun waktu hampir tiga dekade.
Berlusconi mengakuisisi Milan yang hampir bangkrut pada pertengahan dekade 1980an. Setelah resmi menjadi pemilik klub yang berdiri pada 1899 silam, Berlusconi memberi keberhasilan instan.
Ia resmi menjadi pemilik Milan pada 20 Februari 1986. Pada musim berikutnya, Milan berhasil menjadi juara Serie A Italia alias meraih Scudetto untuk kali pertama sejak terakhir kali pada musim 1978/79.
Keberhasilan itu tak lepas dari firasatnya untuk menunjuk Arrigo Sacchi sebagai juru taktik Milan di awal kepemilikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berlusconi bergeming saat dikritik menunjuk Sacchi sebagai pelatih baru Milan untuk musim 1987/88. Pasalnya kala itu Sacchi yang baru memulai karier kepelatihannya bersama Parma pada musim 1985/86 dinilai belum teruji.
Berlusconi beruntung, karena Sacchi adalah seseorang yang berwatak keras dan mematahkan segala argumen yang mengkritiknya.
"Saya yakin untuk menjadi joki yang hebat, anda tak perlu menjadi kuda terlebih dulu," jawab Sacchi atas segala kritik padanya kala itu seperti dikutip dari situs FIFA.
Sacchi memberi masa emas Milan yang pertama bagi Berlusconi. Selama kepemilikannya, kurun waktu 1986 hingga saat ini, Berlusconi memiliki tiga masa emas bersama Milan yakni bersama Arrigo Sacchi, selama dekade 1990an bersama Fabio Capello dan Alberto Zaccheroni, serta Carlo Ancelotti.
Sacchi: Trio Belanda dan Kuartet Legenda PertahananDi bawah asuhan Arrigo Sacchi, Milan kembali berjaya sebagai raja baik di kancah domestik maupun internasional.
 Arrigo Sacchi. (AFP PHOTO/ JAVIER SORIANO) |
Mantan pelatih Parma itu mampu mengantar Milan meraih Scudetto (1987/88), Piala Super Italia (1988), Piala Eropa atau Liga Champions (1988/89 dan 1989/90), Piala Super eropa (1989 dan 1990), serta Piala Interkontinental (1989 dan 1990)
Bukan hanya itu, di bawah asuhan pria yang memiliki visi permainan menyerang lewat formasi 4-4-2 itu menjadi peletak visi permainan Milan yang bertahan hingga dekade 2000an.
Di bawah kendali Sacchi, Milan memiliki pakem empat bek tangguh dalam diri Franco Baresi, Alessandro Costacurta, Mauro Tassotti, dan Paolo Maldini. Keempat bek itu membantu menjaga Giovanni Galli dalam menjaga gawang Milan.
Salah satu penemuan terbaik Sacchi di Milan adalah perekrutan trio Belanda: Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten.
Rijkaard menjadi karang yang tangguh bersama Carlo Ancelotti di lini tengah. Sementara Ruud Gulit menjadi gelandang serang yang dibantu Roberto Donadoni dan Angelo Colombo untuk menyokong sang penyerang flamboyan, Van Basten.
Salah satu revolusi taktik yang dilakukan Sacchi bersama Milan adalah mematikan posisi Libero. Hal itu pun membuat serangan dialirkan dari lapangan tengah yang berpusat pada kiprah gelandang-gelandang bertenaga kuda seperti Rijkaard dan Gullit.
Selama dekade 1990an, AC Milan merupakan salah satu klub tersukses di persepakbolaan Italia. Nyatanya, semua itu tak lepas dari pakem pemain yang telah kuat di era kepelatihan Sacchi.
Fabio Capello dan Alberto Zaccheroni adalah sosok pelatih yang bertanggung jawab atas kesuksesan Milan.
Capello dua periode menjadi pelatih Milan. Dan itu semua menggantikan posisi yang sebelumnya diduduki Sacchi.
Pertama kurun waktu 1991 sampai 1996. Dan, yang kedua hanya semusim yakni 1997/1998.
Di era Capello, Milan meraih Scudetto empat musim beruntun dari 1991 sampai 1994, juga Scudetto 1995/96. Capello pun mengantar Milan meraih trofi Eropa 1993/94.
Ketika kali pertama mengambil alih kepelatihan dari Sacchi yang revolusioner, Capello pun sempat diragukan. Namun, berbekal pemain-pemain warisan Sacchi, Capello mengantar Milan meraih Scudetto 1991/92 dengan status tak terkalahkan sepanjang musim.
Tak banyak perubahan dalam kubu Milan yang diwarisi Capello dari Sacchi. Tetap dengan barisan pertahanan yang sama dan juga trio Belanda. Perbedaannya, Capello menempatkan dua deep-lying midfielder yakni Gullit dan bintang muda Demetrio Albertini.
Hal tersebut membuat permainan sayap Milan di bawah Capello lebih berkembang.
"Capello sangat ketat dan kaku, namun dia menyempurnakan mekanisme Sacchi dan dia memicu lompatan kualitas - Capello mengeluarkan sosok 'pria dewasa' dalam diri saya," tukas Paolo Maldini yang nomor punggungnya dipensiunkan Milan sebagai penghormatan atas dedikasinya.
Setelah Capello pergi dari Milan menuju Real Madrid, prestasi Milan meredup kembali. Performa Rossoneri tak mengangkat lagi, meski Sacchi kembali pada 1997 dan Capello di musim 1997/98.
Revolusi Zaccheroni
Milan kembali berjaya setelah tangan kanan Berlusconi, Galliani, merekrut pelatih Udinese Alberto Zaccheroni untuk mengganti Capello di musim 1998/1999.
Zaccheroni sukses mengantar Milan meraih scudetto di musim debutnya. Itulah satu-satunya scudetto yang diraih Milan bersama Zaccheroni di tiga musim kepelatihannya.
Saat Zaccheroni ditunjuk menjadi arsitek Milan tak ada kritik berarti bagi manajemen tim tersebut. Pasalnya, semusim sebelumnya Zac sukses mengantar Udinese mengakhiri kompetisi sebagai peringkat ketiga.
Di Milan, Zaccheroni melakukan revolusi. Dia membongkar empat bek warisan Sacchi dan memperkenalkan formasi menyerang 3-4-3 (atau 3-4-1-2). Untuk formasi tersebut, Zac membawa anak asuhnya di Udinese yakni bomber Jerman Oliver Bierhoff dan bek sayap asal Denmark, Thomas Helveg.
Helveg beroperasi di sayap kanan, sementara Guly yang direkrut dari tim Argentina di seberangnya. Kedua pemain itu bertanggung jawab untuk memanjakan Bierhoff yang unggul dalam sundulan lewat umpan silang.
Tak banyak perubahan di lini belakang yang ia warisi dari Capello. Roberto Ayala dari Napoli dan Luigi Sala dari Bari direkrut untuk melapis pertahanan Milan yang sudah kuat bersama Maldini dan Costacurta.
Sementara itu Zvonimir Boban, Albertini, dan Massimo Ambrosini menjadi tulang punggung di lini tengah. Di era Zaccheroni pula Milan menemukan bibit kiper muda, Christian Abbiati yang menggeser seniornya Sebastian Rossi ke bangku cadangan.
Pada akhirnya Zaccheroni kehilangan tempatnya di Milan karena campur tangan Berlusconi. Itu dilakukan Berlusconi setelah Milan tersingkir dari babak kedua fase grup Liga Champions 2000/01. Posisi Zac pun digantikan ayah Maldini, Cesare saat Milan memasuki musim dingin 2001.
Setelah gagal bersama Zaccheroni-usai diselingi dua juru empat juru taktik yang tak bernasib langgeng, Berlusconi menunjuk mantan gelandang Milan di era Sacchi, Carlo Ancelotti.
Ancelotti datang ke Milan sebagai pelatih yang sukses bersama Parma dan Juventus. Ia ditunjuk Berlusconi untuk mengganti Fatih Terim yang dipecat jelang separuh musim 2001/02.
Ancelotti adalah juru taktik sukses Milan di dekade 2000an. Total tiga final Liga Champions--dua yang berbuah trofi--dilakoninya bersama Milan. Tak hanya itu ia pun membawa Milan meraih Scudetto pada musim 2003/04.
Ancelotti membawa sistem formasi 4-3-1-2 yang memanfaatkan playmaker atau treaquatista di belakang dua penyerang. Manuel Rui Costa, Ronaldinho, dan Kaka adalah para pengisi posisi tersebut di zaman Ancelotti.
Tak hanya itu, Ancelotti pun menggeser Andrea Pirlo yang semula treaquatista jadi deep-lying midfielder.***