Jakarta, CNN Indonesia -- Petinju legendaris Indonesia Ellyas Pical menyimpan kegelisahan mendalam terhadap masa depan tinju nasional. Ia mengaku miris melihat masa depan olaharaga tinju Tanah Air yang semakin jauh dari prestasi mendunia.
Para petinju muda saat ini dianggap memiliki orientasi instan. Di mana ambisi sebaga juara dunia bukan lagi tujuan utama. Uang, uang, dan uang yang menjadi alasan utama mereka mau terjun ke dunia tinju profesional.
Padahal, untuk bisa mendapat predikat 'juara dunia' seperti Elly, pengorbanan dan perjuangan berat ia lakoni. Berasal dari sebuah desa kecil bernama Saparua di Provinsi Maluku Tengah, Elly memulai kariernya sebagai petinju amatir.
Ia jatuh cinta kepada olahraga tinju sejak menonton pertandingan-pertandingan tinju di TVRI, terutama saat legenda tinju dunia, Muhammad Ali sedang beraksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum menggantungkan mimpi sebagai petinju, Elly kecil hanyalah bocah pencari mutiara di kampung halamannya. Ia bahkan mampu menyelam hingga ke dasar laut untuk mencari mutiara.
Elly mulai menekuni olahraga tinju sejak berusia 13 tahun. Ia berlatih sembunyi-sembunyi karena dilarang kedua orangtuanya di mana tinju masih dianggap olahraga negatif tanpa prestasi.
Sebagai petinju amatir yang bermain di kelas terbang, ia memulai kiprahnya menjadi juara mulai dari tingkat kabupaten hingga kejuaraan Piala Presiden.
Karier profesionalnya dimulai pada tahun 1983 di kelas bantam junior. Sejak itu, berturut-turut sederet prestasi tingkat dunia diraihnya.
Gelar pertamanya ia raih usai mengalahkan petinju Korea Selatan Hi-yung Chung yang membuatnya menjadi petinju profesional pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar internasional di luar negeri.
Elly meraih gelar juara dunia pertamanya di kelas IBF World Bantam junior melawan Hee-Yun Jung di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, 19 Mei 1985 lewat kemenangan K.O.
Tapi kini, ia tak melihat kegigihan, kerja keras, perjuangan, dan pengorbanan itu dalam diri petinju muda Indonesia. Elly menyebut, mayoritas petinju muda saat ini kebanyakan manja dan tak punya motivas menjadi juara dunia.
Buat Elly, suksesnya seorang petinju bukan berasal dari siapa pelatihnya, tapi bagaimana ia bisa menjaga diri untuk bisa meraih sukses.
"Petinju kalau mau prestasi harus kerja keras dulu, kalau sudah kerja keras baru dapat prestasi. Tanpa kerja keras mana bisa," kata Elly saat CNNIndonesia berkunjung ke kediamannya di Perumahan Duta Bintaro, Jumat (10/3).
Elly pun geram melihat petinju sekarang yang terkesan manja dan hanya mementingkan pendapatan dari hasil pertandingan. Para pertinju muda dinilai tak lagi menggantungkan ambisi menembus juara dunia.
"Kalau mereka punya nama sudah bagus, bisa main di mana-mana. Anak sekarang manja, mereka punya mau langsung cepat-cepat tapi enggak mau usaha dan kerja keras," ungkapnya.
Begitu juga soal disiplin pemain yang tidak dilihat Elly ada pada petinju sekarang. Elly menyebut mereka terlalu cepat puas dengan prestasi yang bisa disebut masih terbilang 'cere' itu.
Belum lagi karena bayarannya yang kecil yang membuat petinju kapok dan ogah kembali naik ring. "Itu salah-salah besar. Lawannya makin bagus, prestasinya semakin baik. Anak sekarang itu mau duit melulu tapi enggak mau usaha lebih keras," tegasnya.
Banyak Ditipu TemanAsam-manis kehidupan di dunia tinju profesional sudah pernah dicicipi petinju yang punya julukan The Exocet itu. Mulai dari gemerlap prestasi sampai penipuan yang didalangi manajer dan pelatihnya sendiri.
Tidak adanya uang simpanan untuk menghidupi keluarnganya serta minimnya perhatian pemerintah atas prestasinya disebut menjadi alasan Elly masuk dalam belenggu dunia hitam.
Masa-masa kelam juga sempat mewarnai hidup petinju yang menikah dengan Rina Siahaya Pical dan dianugerahi dua orang putera, Lorinly Pical dan Matthew Pical.
Ia pernah tersandung kasus narkoba setelah tertangkap tangan melakukan transaksi narkoba di sebuah diskotek pada 2005. Akibatnya, ia harus mendekam di rumah preodeo selama 7 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Elly juga mengaku pernah dicurangi oleh manajer dan pelatihnya dulu. Bahkan, ia menyebut pernah tidak diberikan minum oleh sang pelatih di pojok ring agar tak bisa menang.
Belakangan, pria yang kini bekerja di Bagian Tata Usaha KONI Pusat itu mengungkapkan pelatih dan manajernya pernah bersekongkol supaya mendapatkan bayaran lebih besar.
 (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal) |
Harapan Terpendam EllySosok paruh baya itu punya harapan terpendam di masa senjanya, melatih petinju amatir untuk bisa berprestasi seperti dirinya. Namun, kondisi kesehatannya tak lagi mendukung.
Ia memilih untuk beristirahat dari dunia olahraga yang telah membesarkan namanya. Tapi, jika masih ada kesempatan, Elly masih mau melatih dan menjadikan tinju sebagai olahraga yang membawa kebanggaan buat Indonesia.
Dulu, Elly sempat memliki sasana tinju "Ellyas Pical Boxing Camp" yang terletak di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sasana tersebut dibangun dari hasil jerih payahnya.
Namun, cita-cita Elly kembali kandas karena tida diurus serius oleh manajer yang merupakan sahabatnya sendiri. Elly pun akhirnya mempercayakan sang istri untuk mengurus sasana tersebut sebelum akhirnya ia menyerahkan sasana tinju itu kepada temannya.
"Pakai uang pribadi sendiri, pelatih saya bayar, dokter, petinju sparing saya bayar, siapa lagi yang bayar? Saya punya duit saya kumpul saya bantu bayar. Setiap ronde saya bayar dari hasil saya sendiri. Enggak ada donatur," ungkapnya.
"Sekarang saya sudah capek, enggak mau lagi. Anak-anak sekarang susah diatur, manja. Sekarang main handphone terus. Sudah dikasih tau tipsnya, tapi praktiknya beda, enggak dipakai," ujar Elly.
Meski terkesan selalu melayangkan kritik pedas kepada petinju muda, namun Elly menyimpan mimpi tinggi kepada junior-juniornya. Ia berharap muncul atlet-etlet muda yang mau bekerja keras untuk menggapai mimpi sebagai juara dunia. Tak hanya merasa jago di Asia Tenggara saja.