Jakarta, CNN Indonesia -- All England 2017 seharusnya jadi terakhir kalinya Lee Chong Wei mencicipi ajang bulutangkis tertua di dunia itu. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri tak lagi-lagi mengejar gelar di tanah sang Ratu Inggris.
Ketika turnamen itu berakhir pada Minggu (12/3), Chong Wei justru mengingkari pernyataannya sendiri, menarik kembali ucapan selamat tinggal. Pasalnya? Chong Wei justru sukses merebut gelar juara -- yang keempat dalam kariernya. Ia juga menorehkan status sebagai pebulutangkis tertua yang memenangi All England.
Keberhasilan ini memang tak disangka-sangka. Bukan hanya karena usianya kini sudah 34 tahun, tapi karena All England adalah turnamen pertamanya sejak menderita cedera pada awal Februari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika ia terpeleset saat sedang berlatih di akademi baru Federasi Bulutangkis Malaysia (BAM), Chong Wei sempat cemas kariernya akan berakhir. Ia kemudian didiagnosis akan menepi selama enam pekan sehingga dipastikan tak tampil di All England.
Cedera Chong Wei itu bukan main-main. Otot Medial Collateral Ligament (MCL), atau otot yang menghubungkan tulang kering dan tulang pahanya, rusak. Biasanya, seseorang membutuhkan waktu 42 hari untuk penyembuhan total.
Akan tetapi, Chong Wei sudah tampil di laga pertamanya di Inggris hanya 30 hari setelah mengalami cedera. Peraih tiga perak Olimpiade itu hanya punya waktu persiapan 10 hari. Karena itulah, keberhasilannya menembus final adalah suatu kejutan. Apalagi kesuksesan merebut gelar juara.
Chong Wei hanya membutuhkan waktu 45 menit di final untuk menekuk Shi Yuqi 21-12 dan 21 10.
"Ketika saya memutuskan untuk datang, keputusan yang baru saya ambil di saat akhir, saya tak pernah menyangka bahwa saya bisa memenangkan titel juara," kata Chong Wei usai pertandingan final.
Keberhasilan itu pun membuat publik Malaysia bersorak gembira. Lagi-lagi Chong Wei membuat mereka bangga di arena olahraga, seperti yang telah ia lakukan selama 18 tahun berkarier di bulutangkis.
Usia dan faktor fisik seolah tak berpengaruh dalam perjalanan kariernya. Ia seolah melawan gravitasi dan hukum alam bahwa seorang atlet tinggal 'menikmati hari tua' ketika usia sudah menginjak kepala tiga.
 Lee Chong Wei ketika merebut gelar All England kempat dalam kariernya. (AFP PHOTO / Justin TALLIS) |
Bertikai dengan Marten FrostCedera otot lutut bukan satu-satunya penghalang langkah Chong Wei menuju Inggris. Dalam satu bulan terakhir, ia juga kerap bertikai di depan publik dengan Marten Frost, mantan pebulutangkis yang kini jadi Direktur Teknik BAM.
Chong Wei menuduh Frost tidak benar-benar memperhatikan prestasi dirinya dan lebih sibuk menyiapkan jalan pensiun bagi Chong Wei. Ia juga kesal karena Frost tak memenuhi permintaannya mengganti karpet di akademi baru BAM.
Karena karpet yang licin itu Chong Wei terpeleset sehingga menderita cedera MCL.
Cedera itu menjadi puncak kekesalan Chong Wei. Ia secara terbuka menyebut hubungannya dengan Frost tak mungkin diperbaiki. Bujukan presiden BAM pun tak sanggup meluluhkan hatinya.
Chong Wei bahkan mengancam akan keluar dari BAM.
Akhirnya, diambil jalan tengah. Frost sama sekali takkan mengurusi Chong Wei dan lima pemain lainnya. Mereka akan menjadi tanggung jawab eksklusif Hendrawan, mantan atlet Indonesia yang kini menjadi pelatih tunggal putra Malaysia.
Kesepakatan itu akan ditinjau lagi setelah Kejuaraan Dunia selesai pada Agustus nanti. Turnamen itu semula diprediksi akan jadi kompetisi terakhir dalam karier Chong Wei.
 Lee Chong Wei ketika gagal mengandaskan Chen Long di final Olimpiade. (REUTERS/Antonio Bronic) |
Satu Mimpi LagiJika Chong Wei memilih pensiun seusai Kejuaraan Dunia nanti, ia tetap bisa disebut gantung raket di puncak karier. Chong Wei masih belum tersentuh sebagai pemain terbaik Malaysia saat ini dan ia pun masih menduduki peringkat nomor satu di dunia.
Hanya saja, Chong Wei tentu masih memendam satu mimpi lagi dalam kariernya: merebut gelar bergengsi seperti Olimpiade atau Juara Dunia. Chong Wei pernah melaju ke tiga final Olimpiade dan empat final Kejuaraan Dunia dan kemudian hanya mampu pulang dengan tangan hampa.
Di Olimpiade Rio 2016, Chong Wei sebenarnya punya peluang besar setelah sukses menumbangkan Lin Dan di babak semifinal. Di dua Olimpiade sebelumnya, Lin Dan menjadi mimpi buruk Chong Wei di partai final.
Akan tetapi garis nasib Chong Wei berkata lain. Ia lagi-lagi tertunduk di partai pamungkas. Peluangnya merebut emas di Olimpiade terakhir dikandaskan oleh Chen Long.
Mimpi untuk merebut gelar bergengsi ini masih harus dituntaskan sebelum pada akhirnya benar-benar pensiun bermain nanti.
"Nama saya masih belum memiliki gelar utama, dan hal ini yang semakin menguatkan keinginan saya untuk setidaknya memenangi gelar juara dunia di Glasgow pada Agustus nanti," kata Chong Wei, satu bulan lalu.
"Ini yang memotivasi saya untuk terus bermain. Saya akan tahu ketika waktu saya tiba. Percayalah."