Pelatih Ungkap Kelemahan Ganda Putra Indonesia di All England

Nova Arifianto | CNN Indonesia
Selasa, 13 Mar 2018 12:00 WIB
Pelatih Herry Iman Pierngadi menilai empat ganda putra Indonesia yang tampil di All England tidak sempurna dan memiliki kelemahan berbeda-beda.
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo mengalami kendala pada persiapan menjelang All England 2018. (Dok. Humas PBSI)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia mengandalkan sektor ganda putra di kejuaraan bulutangkis bergengsi All England. Empat pasangan menjadi tulang punggung tim Merah Putih dalam kejuaraan yang akan dimulai Rabu (14/3).

Selain Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo yang merupakan juara bertahan dan unggulan pertama, Indonesia juga menurunkan Angga Pratama/Rian Agung Saputro, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, dan ganda berpengalaman yang kembali dipersatukan Mohamad Ahsan/Hendra Setiawan.

Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi mengungkapkan keempat pasang anak asuhnya memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut pelatih yang sudah berada di pelatnas PBSI sejak tahun 1993 itu Marcus dan Kevin sempat mengalami cedera dalam persiapan menuju All England.

Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan memiliki pengalaman namun dianggap sudah tidak secepat para pemain muda.Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan memiliki pengalaman namun dianggap sudah tidak secepat para pemain muda. (Dok. Humas PBSI)
"Soal Kevin/Marcus, sebelum saya berangkat [mengikuti kejuaraan] ke Jerman, memang masih ada cedera sedikit di tangan Marcus, Kevin juga. Tetapi di sisa persiapan seminggu terakhir, saya rasa sudah membaik, walaupun tidak seratus persen."

" Mereka juga tahu dengan kondisi seperti ini, biasanya mereka akan mensiasati dengan perbedaan strategi permainan. Tapi juga kita harus tahu, Kevin/Marcus belum pernah merasakan aturan servis yang baru," kata Herry dikutip dari situs PBSI.

Sementara mengenai Ahsan/Hendra yang kembali dipersatukan pada tahun ini, Herry menilai faktor fisik dapat menjadi penentu bagi duet senior itu untuk meraih hasil maksmial.

"Mungkin mereka tidak bisa disamakan dengan Kevin/Marcus atau Fajar/Rian, karena sudah usia, jadi kecepatan menurun. Nah, ini yang harus disiasati, bagaimana ke depannya bersaing dengan pemain-pemain muda. Menurut saya sih, tidak terlalu banyak pekerjaan rumahnya," jelas Herry.

Fajar Alfian/Mohammad Rian Ardianto merupakan pasangan Indonesia dengan tertinggi kedua setelah Marcus Fernaldi/Kevin Sanjaya.Fajar Alfian/Mohammad Rian Ardianto merupakan pasangan Indonesia dengan tertinggi kedua setelah Marcus Fernaldi/Kevin Sanjaya. (Dok. PBSI)
Konsistensi menjadi tantangan bagi pasangan Angga dan Rian yang juga kembali diduetkan pada tahun ini. Keduanya dianggap belum stabil oleh Herry.

Pelatih 54 tahun itu juga mengantisipasi peraturan baru berupa batas tinggi servis. Peraturan yang menyatakan batas servis adalah 115 cm dari permukaan lapangan tersebut sudah 'memakan korban' di German Open, ketika Fajar/Rian kalah di laga final.

"Dengan uji coba di German Open 2018 kemarin, menurut saya, semua balik lagi ke service judge-nya. Jadi kita bergantung pada seseorang, bisa saja dibilang kemenangan ditentukan oleh service judge."

"Seperti Fajar main dari babak pertama sampai semifinal German Open itu servisnya aman, tetapi kenapa di final bisa disalahkan sampai lima kali? Saya lihat posisinya servisnya sama, tingginya sama, semua sama, tapi service judge beda orang," ujar Herry menjelaskan kondisi final ganda putra German Open. (bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER