Jakarta, CNN Indonesia -- Penggunaan teknologi
Video Assistant Referee (VAR) tak menghapuskan kontroversi terkait keputusan wasit di
Piala Dunia 2018. Pembaruan aturan dengan meniru olahraga lain sebaiknya dilakukan agar lebih memacu drama yang adil.
Piala Dunia 2018 merupakan ajang terbesar sepak bola pertama yang menggunakan teknologi VAR. Kontroversi seputar penggunaannya pun terjadi.
Yang terakhir adalah penalti untuk timnas Prancis akibat handball pemain Kroasia Ivan Perisic dalam laga final Piala Dunia 2018 yang dimenangkan Les Bleus dengan skor 4-2.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, wasit asal Argentina, Nestor Pitana, memutuskan untuk melihat layar VAR. Perisic tampak menyentuh bola hasil sepak pojok Antoine Griezmann yang dibelokkan oleh sundulan Blaise Matuidi pada menit ke-33.
 Wasit Bakary Gassama membuat gestur kotak dengan tangan tanda penggunaan VAR saat memimpin laga Denmark vs Peru. ( REUTERS/Ricardo Moraes) |
Saat itu, Perisic meloncat untuk menjangkau bola. Matuidi mendahuluinya. Bola berbelok hingga menyentuh tangan Perisic yang bergerak seiring loncatannya. Sulit mendefinisikan tangan aktif atau pasif.
Yang jelas, pandangan Perisic menengok menuju ke depan gawang, yang kemungkinan memprediksi arah bola sundulan Matuidi, bukan ke arah tangannya. Ada niat handball kah?
Para pemain
Les Bleus membuat gestur menyentuh tangan tanda handball. Pitana memutuskan untuk menengok VAR. Striker timnas Kroasia Mario Mandzukic tampak kecewa dengan pilihan wasit itu.
 Para pemain Prancis mengangkat tangan tanda ada handball yang dilakukan Perisic. ( REUTERS/Michael Dalder) |
Wasit membutuhkan waktu cukup lama untuk menengok layar VAR. Pitana bahkan sempat akan kembali ke lapangan, namun kembali berbalik menengok layar. Ia tampak kurang yakin.
Meski begitu, dia kembali berlari ke arah kotak penalti Kroasia dan menunjuk titik putih tanda hadiah penalti bagi Prancis. Para pemain Vatreni tak memprotes. Griezmann mengeksekusinya dengan dingin.
Seusai pertandingan, pelatih timnas Kroasia Zlatko Dalic dan kapten timnas Kroasia Luka Modric memprotes penalti tersebut.
"Kami dikejutkan [dengan penalti] yang diberikan itu. Wasit juga sebelumnya memberikan tendangan bebas [kepada Prancis yang berbuha gol pertama] yang menurut opini saya seharusnya tidak perlu," ucap Modric, dikutip dari
Talk Sport.
Selain itu, ada kontroversi penalti pada pertandingan laga Grup E antara timnas Swwiss melawan Serbia, Jumat (23/6).
Serbia memprotes wasit karena tak memberikan penalti saat Aleksandar Mitrovic dijatuhkan lantaran dijepit dengan ketat ala pertandingan gulat oleh dua pemain timnas Swiss, Fabian Schaer dan Stephan Lichtsteiner di kotak penalti.
 Wasit Felix Brych tak diberi kesempatan lagi memimpin laga Piala Dunia 2018 usai melakoni laga kontroversial antara Serbia vs Swiss. ( REUTERS/Kai Pfaffenbach) |
Brych tak menganggapnya pelanggaran. Para pemain Serbia memprotes dan meminta wasit untuk melihat Video Assistant Referee (VAR). Namun, Brych bergeming.
Dikutip dari Daily Mail, pundit yang juga mantan pemain Manchester United Rio Ferdinand menyebut keputusan itu sebagai 'perampokan' dan Swiss beruntung tak diganjar penalti.
Kesalahan Sangat JelasDewan Asosiasi Sepakbola Internasional (IFAB), yang berwenang menetapkan aturan sepak bola, menyebutkan bahwa VAR serupa dengan ofisial pertandingan lainnya.
Wasit VAR, yang berada di tempat terpisah, hanya bisa mengusulkan wasit pertandingan untuk meninjau kasus-kasus "kesalahan yang jelas dan nyata" atau "insiden serius yang terlewat" lewat VAR.
[Gambas:Video CNN]Namun, itu hanya berlaku untuk keputusan terkait gol, penalti, kartu merah langsung, dan kesalahan identifikasi pemain.
"Hanya wasit yang bisa menginisiasi sebuah tinjauan; VAR [dan ofisial pertandingan lainnya] hanya bisa merekomendasikan tinjauan kepada wasit," demikian salah satu aturan penggunaan VAR.
Artinya, wasit seharusnya punya kewenangan penuh untuk tak memedulikan protes sedahsyat apapun dari para pemain yang memintanya untuk meninjau keputusan lewat VAR.
"Ada perbedaan antara penafsiran, keputusan subjektif dan objektif. Untuk semua tafsiran, kami ingin wasit ada di pusat pengambilan keputusan," ujar pemimpin wasit VAR FIFA Roberto Rosetti.
Ini terjadi, salah satunya, kala Gabriel Jesus dijatuhkan Vincent Kompany di laga Brasil vs Belgia di perempat final. Saat itu, Jesus menggiring bola melewati sela-sela kaki (nutmeg) Vertonghen. Kompany sigap membuang bola.
 Vincent Kompany menekel Gabriel Jesus di kotak penalti Balgia. ( REUTERS/John Sibley) |
Saat itu terjadi sentuhan kaki kiri Kompany ke kaki kanan Jesus. Bola bergulir ke luar lapangan. Sepersekian detik, kaki kanan Kompany menyentuh kaki Jesus lainnya. Striker Brasil itu terjungkal.
Wasit memutuskan itu tendangan gawang. VAR mengindikasikan tinjauan kepada wasit. Namun, lampu hijau kemudian diberikan untuk melanjutkan pertandingan.
BadmintonPenggunaan teknologi dalam sudah lebih dulu diterapkan di cabang olahraga lainnya. Misalnya,
Eagle Eye di tenis dan
Instant Review di bulutangkis. Penggunaannya lebih untuk melihat masuk atau tidaknya bola atau kok.
Dalam sepak bola, ini lebih mirip dengan
Goal Line Technology. Meski tak bisa memutus soal pelanggaran seperti sepak bola, penggunaan teknologi di cabang raket itu punya aturan yang memberikan keadilan sekaligus drama.
 Ganda putra Indonesia Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo sempat terlibat drama soal challange di Indonesia Open 2018. ( CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Ya, drama; hal yang ditakutkan hilang oleh banyak pihak saat VAR akan digunakan. Nyatanya, bercermin dari teknologi di tenis dan bulutangkis itu, drama tetap tercipta lewat modifikasi aturan yang menyandingkan teknologi dengan 'human error'.
Instant Review hanya bisa digunakan dua kali dalam pertandingan lewat permintaan
challange dari pemain. Jika hasil tinjauan teknologi itu sesuai dengan keputusan wasit, jatah
challange pemain berkurang. Sebaliknya, jatah tetap jika wasit salah memutus.
Jika diterapkan dalam sepak bola,
challange kemungkinan bisa mengurangi rangkaian 'aksi demonstrasi' pemain meminta tinjauan VAR atau protes terhadap keputusan wasit. Sebab, semua tahu ada saatnya untuk melihat dengan mata teknologi dan mata manusia.
Karena sepak bola lebih kompleks, bisa saja jatah
challange diberikan lebih banyak.
 Ketua Komite Wasit FIFA Pierluigi Collina (tengah) ( REUTERS/Darren Staples). |
Soal penilaian ada niat jahat (
mens rea, jika dalam kasus pidana) untuk melakukan pelanggaran atau tidak, seperti yang terjadi dalam kasus Perisic, itu memang tak bisa dinilai di sepak bola.
Namanya juga
game. Perlu ada keseruan lewat modifikasi sisi-sisi manusiawi, namun akurasi keputusannya tetap harus mendekati kesempurnaan.
Ketua Komite Wasit FIFA Pierluigi Collina menyebut penggunaan VAR memberi dampak positif kepada Piala Dunia. Yakni, meningkatkan akurasi keputusan wasit dari yang tadinya 95 persen saat tanpa VAR menjadi 99,3 persen.
"Mustahil semuanya bisa 100 persen sempurna dalam sebuah kompetisi," ucap dia.
"VAR tak berarti kesempurnaan. Namun, seperti yang Anda lihat, 99,3 persen ini sangat, sangat dekat [dengan kesempurnaan]," tandasnya.
(sry)