Pencapaian pertama adalah juara di turnamen (HKFA U-16) Hong Kong pada 2012. Kesabaran dan konsistensi di tengah situasi sulit kembali berbuah manis. Kemudian
Timnas Indonesia berhasil merengkuh trofi Piala AFF U-19 untuk kali pertama pada 2013 di Sidoarjo. Banyak kenangan momen-momen mendebarkan dan sangat indah yang tentu tak cukup diungkapkan dalam tulisan ini.
Sejujurnya tak ada ambisi besar untuk bisa menjuarai turnamen itu,
nothing to lose saja. Ini juga hasil kerja keras dan kerja jujur. Saya tak macam-macam menyeleksi pemain. Semua benar-benar melalui seleksi yang objektif.
Pencapaian pun gayung bersambut. Gaji yang sempat belum saya terima selama 17 bulan akhirnya dilunasi semuanya oleh Pak La Nyalla (Mattalitti, Ketua Umum PSSI yang menggantikan Djohar Arifin Husin).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2014 kami juga berhasil tembus ke putaran final Piala Asia U-19. Selama bertahun-tahun lamanya Garuda Muda tak lolos ke turnamen tersebut. Namun, sudah menjadi takdir kami tak tembus hingga perempat final. Hasil itu pula yang membuat saya terlempar dari kursi kepelatihan.
Sempat berkarier sebagai pelatih Bali United pada 2015 hingga 2016, saya kembali dipercaya menangani Timnas Indonesia U-19. Targetnya adalah tembus ke semifinal Piala Asia U-19 2018 demi tiket Piala Dunia U-20 2019.
Kami nyaris mencapai target. Di perempat final Timnas Indonesia U-19 kalah 0-2 dari Jepang. Saya anggap wajar kekalahan itu. Jepang sudah sejak lama serius terhadap pengembangan sepak bolanya.
Pengabdian saya di Merah Putih berlanjut. Timnas Indonesia U-23 adalah tugas berikutnya yang saya emban. Tembus ke putaran final, kemudian posisi empat besar Piala Asia U-23 menjadi target selanjutnya. Kami juga ditargetkan membawa pulang medali emas SEA Games 2019 di Manila.
Piala AFF U-22 di Phnom Penh menjadi ajang uji coba tim ini untuk target kami ke depan. Alhamdulillah Timnas Indonesia U-22 berhasil meraih juara.
Juara Piala AFF U-22 juga jadi momen tak terlupakan sepanjang karier saya. Semua menangis, tak terkecuali saya usai kami menang di laga final. Pak Menteri (Menpora RI Imam Nahrawi) dan Pak Dubes (Duta Besar Kamboja untuk Indonesia Sudirman Haseng) ikut larut dalam haru-biru perayaan juara di Stadion Olimpiade Phnom Penh. Saat itu kami semua merasa satu, rakyat Indonesia yang amat menantikan prestasi di sepak bola.
Dan yang lebih membanggakan lagi, hampir semua tim saat itu menggunakan pelatih asing di Piala AFF U-22 2019, kecuali Malaysia dan Indonesia.
Jadi ada pesan-pesan yang saya sampaikan lewat prestasi, mudah-mudahan orang baca ini. Bahwa kami memang mampu sebenarnya. Hanya kadang-kadang dieliminasi oleh ketidakpercayaan kepada anak bangsa sendiri. Namun, kita juga tidak boleh menutup diri dengan ilmu-ilmu pembelajaran dari luar. Kita harus belajar.
 Indra Sjafri memiliki beban berat bersama Timnas Indonesia U-23 tahun ini. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Dengan banyak belajar, kita juga membuka wawasan di sepak bola. Meski demikian, bukan berarti kita hanya mencontoh begitu saja macam-macam filosofi di luar sana. Temukan filosofi kita sendiri di sepak bola tanah air. Jika ditanya soal itu, filosofi saya adalah sepak bola sederhana.
Main bola itu kan hanya satu bola berpindah-pindah untuk sampai dan masuk ke gawang lawan. Sederhana kok main bola sebenarnya. Tidak perlu definisi yang ini-itu. Sepak bola saya, sepak bola sederhana. Tidak pakai istilah yang macam-macam. Saya kritik keras jika ada yang menyamakan permainan kami dengan tiki-taka di Spanyol dan lain sebagainya.
Yang dipunyai Indonesia bukan tiki-taka, tapi sepak bola sederhana itu. Filosofi saya sepak bola menyerang by passing game (membangun serangan menekankan pada umpan-umpan pendek yang dinamis). Hanya masalahnya, bisa tidak diterapkan pemain Indonesia?
Untuk itu kita harus pastikan dahulu para pemain bisa menyerap semua yang diinginkan pelatih. Pelatih juga harus memahami betul karakter setiap pemain demi tercipta sebuah harmonisasi dalam tim.
(har)