Jakarta, CNN Indonesia -- Profesi
kitman dalam sebuah tim sepak bola memang jauh dari sorotan. Kitman lebih banyak berperan di belakang layar atau bisa diibaratkan seorang asisten rumah tangga.
Kitman bertugas menyiapkan segalanya sebelum pemain berjibaku di lapangan. Mulai dari sepatu, kaos kaki, bola, jersey pemain bahkan sampai urusan celana dalam pemain.
Tugas itu sudah jadi rutinitas bagi dua kitman
Persija Jakarta, Andika dan Abdulrahman Saleh. Dua sosok inilah yang jadi salah satu elemen penting agar pemain Persija tampil menawan di lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dika dan Bom-bom, sapaan akrab Abdulrahman, sudah menjalani profesi sebagai kitman hampir satu dekade. Tugas sebagai 'tukang bersih-bersih' dijalani keduanya dengan penuh antusiasme, sukacita, dan tentu saja rasa cinta bak cinta pertama mereka.
 Dua kitman Persija Jakarta menyiapkan ruang ganti tim jelang melawan Persib Bandung. (CNN Indonesia/Juprianto Alexander) |
Dika bahkan sebenarnya mengaku tidak pernah terpikir untuk jadi kitman sebuah tim profesional. Mimpinya adalah jadi pesepakbola profesional. Angan-angan yang terus ia kejar sejak usia belia.
Pria yang kini berusia 33 itu sudah menimba ilmu sepak bola sejak berusia belasan di Villa 2000. Namun, jalan nasib menuntunnya ke arah yang agak sedikit melenceng dari jalur sebagai pemain profesional.
Kegagalan jadi pemain profesional membuat Dika memutuskan bekerja sebagai kitman. Profesi ini pertama kali ia jalani di Villa 2000 dan kemudian beralih ke Persija U-21 yang ia tekuni selama dua tahun.
Setelah itu Dika 'naik pangkat' jadi kitman tim senior Persija. Pekerjaan yang sudah melekat dengan dirinya selama tiga tahun terakhir.
"Saya sempat balik ke Villa [2000] selama satu tahun, itu setelah dua tahun di Persija U-21. Saat sepak bola vakum saya juga sempat keluar dari sepak bola. Saya kerja di kantor, jadi OB [Office Boy], terus ditelepon Pak Ferry [Paulus, CEO Persija] untuk suruh bantu lagi [Persija]," ujar Dika kepada
CNNIndonesia.com saat disambangi di ruang ganti tim Macan Kemayoran jelang laga kontra Persib Bandung dalam laga Lanjutan Liga 1 2019 beberapa waktu lalu.
Dika mengaku tidak lama bekerja sebagai OB. Selain urusan kecintaan, ia merasa pendapatan sebagai kitman jauh lebih besar daripada bekerja kantoran sebagai OB.
Apalagi ia harus menghidupi istri dan kedua anaknya, Bilqis (4 tahun) dan Mahesa (11 bulan). Bekerja sebagai OB dirasa tidak cukup untuk menopang segala kebutuhan keluarga kecilnya.
"Pendapatan sangat menutup sekali, daripada kerja sebelumnya. Banyak senangnya juga karena bisa kenal sama pemain bola profesional. Enak gitu. Daripada bantu-bantu di kantor jauh [pendapatannya]. Mungkin malah berlipat-lipat," ucapnya santai.
Lain Dika lain pula cerita Bom-bom hingga akhirnya menekuni profesi sebagai kitman. Pria berpostur besar ini memang tidak pernah bisa jauh dari semua hal yang berkaitan dengan sepak bola.
Perkenalannya dengan si kulit bundar sudah terjadi sejak belasan tahun silam. Bom-bom awalnya sibuk mengurusi futsal di tanah air sampai akhirnya dari tahun 2011 hingga sekarang begitu melekat dengan Persija.
 Andika menyiapkan seragam para pemain Persija Jakarta. (CNN Indonesia/Juprianto Alexander) |
Ia sempat dua tahun bekerja di kantor Persija yang berada di kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, dari 2011 sampai 2013. Mulai 2014, Bom-bom diajak jadi kitman saat Persija diarsiteki Rahmad Darmawan dan masih awet sampai sekarang.
Bom-bom mengaku sudah kadung jatuh cinta dengan sepak bola khususnya Persija. Hal itu pula yang membuat dirinya sulit berpaling dari 'cinta pertamanya' tersebut. Meskipun, kompetisi di tanah air sempat mati suri pascasanksi FIFA tahun 2015.
"Saat sepak bola vakum, saya sempat tiga bulan di rumah bantu saudara jual mesin cuci dari pabrik. Tapi hanya bertahan tiga bulan saja. Begitu bola jalan lagi saya kembali ke sana," tutur pria yang juga sudah berkeluarga ini.
Kendati menjalani profesi yang lekat dengan sepak bola, Dika dan Bom-bom mengaku segalanya tidak selalu berjalan sesuai harapan. Namun, keduanya enggan ambil pusing dalam setiap masalah yang terjadi dengan profesi yang dipilih saat ini.
Menurut Bom-bom setiap profesi adakalanya naik dan turun, sama seperti sebuah fase kehidupan. Mulai dari kejenuhan yang kerap melanda karena rutinitas pekerjaan ataupun hasil tidak sesuai harapan yang diraih Persija dalam melakoni sebuah pertandingan.
"Namanya kerja pasti ada saat lagi jenuh. Contohnya kita [tim] sudah pergi jauh terus kalah. Kalau kita sudah jauh-jauh terus menang kan beda tapi memang lebih banyak senangnya [jadi kitman]," ucapnya.
Pekerjaan sebagai kitman membuat keduanya kerap pindah-pindah kota mengikuti jadwal pertandingan Persija. Namun demikian, Bom-bom dan Dika tidak selalu pergi bersama saat skuat asuhan Julio Banuelos tandang ke markas tim lain. Dari tiga kitman yang ada dalam tim, hanya ada satu kitman yang akan mendampingi tim.
Satu-satunya kitman itu pula yang harus membereskan semua urusan yang berkaitan dengan pemain. Mulai dari persiapan saat latihan resmi, persiapan tim jelang pertandingan, dan juga setelah berlangsungnya pertandingan tandang.
"Sekarang komunikasi sudah mudah, sudah bisa
video call, tidak seperti dulu susah untuk komunikasi. Bisa pantau anak lewat
video call. Paling lepas rindunya saat sedang tidak bertugas seluruh waktu kami kasih sepenuhnya untuk mereka," kata Bom-bom yang diamini oleh Dika.
Bom-bom menegaskan pekerjaan sebagai
kitman itu tidak sepenuhnya mudah. Ibarat asisten rumah tangga, kitman wajib memastikan seluruh sudut rumah sudah bersih dari debu sekecil apa pun untuk ditempati oleh sang pemilik rumah.
Analogi serupa berlaku di sepak bola. Bom-bom mengaku tugas kitman memastikan semua urusan mulai dari sepatu hingga jersey yang akan dipakai pemain beres. Dengan begitu pemain Persija hanya perlu fokus ke pertandingan.
“Semua mesti kami sediain, pemain hanya tahu latihan dan bertanding. Jersey, sepatu, deker [pelindung kaki], sampai celana dalam pemain kami yang beresin,” ucap Bom-bom.
Karena berurusan langsung dengan ‘alat tempur’ pemain di lapangan, Dika dan Bom-bom mengaku sudah kebal jika ada pemain yang mengeluhkan suatu hal. Namun keduanya memastikan keluhan pemain masih dalam batas yang wajar.
 Para kitman melakukan persiapan jelang para pemain Persija Jakarta datang. (CNN Indonesia/Juprianto Alexander) |
Terkadang pula Dika dan Bom-bom alpa membawa beberapa barang milik pemain tetapi tidak sampai jadi persoalan yang besar. Untuk antisipasi agar tidak terjadi kesalahan, Bom-bom mengungkapkan untuk pemain asing, ia dan Dika akan membawa semua sepatu yang kerap dipakai sang pemain beraksi di lapangan.
Pendekatan khusus itu akan dilakukan saat tim melakoni laga tandang. Sedangkan saat kandang semua persiapan tim lebih mudah disiapkan karena jarak stadion tempat pertandingan berlangsung dan mes pemain yang berada di kawasan Halim Perdana Kusuma, Jakarta, masih bisa dijangkau.
“Saking banyak barangnya ada aja
printilan enggak kebawa. Sering kayak gitu. Kalau enggak kebawa kami bilang aja ketinggalan. Pokoknya sudah kami layani pemain jangan rewel,” kata Bom-bom seraya tertawa.
Soal perlakuan ke pemain, Dika dan Bom-bom mengaku kitman punya pendekatan yang berbeda untuk setiap pemain. Ada pemain yang super teliti terkait barang miliknya atau ada juga pemain yang tidak ngoyo untuk perlengkapan mereka di lapangan.
“Terkadang itu pemain asing. Nomor ujung itu, nomor sembilan [Simic] enggak boleh salah sedikitpun,” ujar Bom-bom sembari menunjuk ke jersey penyerang asal Kroasia itu kepada
CNNIndonesia.com di ruang ganti tim.
“Tidak ada pemain yang resek tapi yang teliti buat barang-barangnya Simic. Kalau yang santai banyak pemain lokal. Rohit [Chand] juga santai. Yang penting barang dia ada.”
Dika menambahkan para pemain senior yang ada di tim seperti Ismed Sofyan, Andritany Ardhiyasa, hingga Bambang Pamungkas termasuk santai untuk urusan perlengkapan yang harus dipakai saat latihan maupun pertandingan.
 Dua Kitman Persija di ruang ganti SUGBK. (CNN Indonesia/Juprianto Alexander) |
“Enggak lah [tidak resek] kalau mereka, yang penting kami kerja dengan benar. Santai mereka, enak justru yang senior-senior,” Dika mengungkapkan.
Untuk setiap jumlah sepatu yang dipakai pemain, Dika mengaku sulit untuk memberikan detail secara rinci. Menurut keduanya setiap pemain berbeda-beda untuk urusan sepatu yang dibawa ke setiap pertandingan.
“Standar minimal itu dua sepatu, maksimal bisa lebih dari 5-6 sepatu. Paling aman semuanya dibawa,” ucap Dika.