Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun 2019 merupakan pemanasan bagi tim badminton Indonesia menuju 2020. Tahun depan
Piala Thomas dan
Uber serta
Olimpiade 2020 jadi target utama.
Berharap Piala Thomas kembali ke Indonesia setelah hampir dua dekade bukanlah sesuatu yang mustahil. Indonesia punya modal dua tunggal putra di 10 besar dunia melalui Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting serta tiga ganda putra di top lima dunia, yaitu Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, dan Fajar Alfian/Rian Ardianto.
Skuat ini memang tak jauh berbeda dibanding Thomas Cup 2018 saat Indonesia terhenti di semifinal. Namun kini lebih matang, kaya pengalaman, serta lebih siap melawan negara kuat seperti China, Jepang, dan Denmark.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posisi ideal untuk merebut Piala Thomas adalah dengan mengamankan dua poin dari sektor ganda dan mencuri satu poin dari sektor tunggal. Komposisi kuat di nomor ganda jadi tumpuan utama Indonesia untuk merebut poin penuh di tiap partai.
Sedangkan Anthony dan Jonatan juga punya kualitas untuk mencuri poin dari nomor tunggal. Tugas berat justru ada di Pelatnas PBSI untuk mempersiapkan tunggal ketiga dan keempat karena merupakan titik lemah Indonesia di sektor putra.
 Indonesia sudah hampir dua dekade gagal juara Piala Thomas. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
Posisi tunggal ketiga tentu bakal krusial karena mereka hanya akan turun dalam partai hidup-mati. Shesar Hiren dan Firman Abdul Kholik adalah calon kuat pengisi tunggal ketiga, atau bila PBSI mau bereksperimen, mereka bisa menempatkan Tommy Sugiarto yang lebih kaya pengalaman di posisi tersebut.
Denmark, China, dan Jepang bakal jadi lawan tangguh untuk Indonesia. Kekuatan empat negara terbilang merata sehingga strategi tim pelatih dalam penentuan susunan pemain bakal memegang peranan penting.
Di Piala Uber, tim putri harus menunjukkan perjuangan ekstra untuk memperbaiki capaian dua tahun lalu di delapan besar. Tim putri Indonesia kalah jauh dari Jepang, China, dan Korea Selatan. Bahkan, Thailand juga kembali mengalahkan Indonesia di final SEA Games 2019.
Sepanjang 2019 hanya Greysia Polii/Apriyani yang mampu bersaing di papan atas secara konsisten. Greysia/Apriyani untuk sementara waktu mesti berjuang sendiri di papan atas sambil menunggu ganda kedua sepeninggal Della Destiara Harris/Rizki Amelia Pradipta yang tak masuk skuat Pelatnas 2020.
Penantian untuk melihat tunggal putri berjaya juga masih panjang. Selama 2019, tunggal putri hanya mampu menyumbang satu gelar juara lewat Fitriani di Thailand Masters Super 300.
Banyak PR untuk tiga tunggal putri utama yakni Gregoria Mariska Tunjung, Fitriani, dan Russeli Hartawan. Pola bermain, stamina, dan mental harus benar-benar dibenahi untuk menghadapi Piala Uber yang digelar di Denmark, Mei 2020.
Masuk ke babak semifinal adalah target yang paling realistis untuk Indonesia di Piala Uber.
Menatap OlimpiadeMelihat peta persaingan satu tahun terakhir, sektor putra kembali jadi ujung tombak Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.
Ganda putra merupakan sektor paling realistis untuk diandalkan meraih medali emas dari cabang badminton yang empat tahun lalu direbut Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Tak muluk-muluk jika berharap emas Olimpiade dari ganda putra lantaran dua ganda Indonesia kini bercokol di peringkat satu dan dunia. Peringkat pertama dunia ditempati Marcus/Kevin dan diikuti Ahsan/Hendra di posisi kedua.
Minions, julukan Marcus/Kevin, merajai turnamen BWF dengan menyabet delapan gelar juara sepanjang 2019. Jumlah ini sama halnya dengan raihan gelar di tahun sebelumnya, sekaligus terbanyak oleh satu pasangan dalam setahun. Dua gelar diraih dari super 1000, empat gelar dari super 750, dan dua gelar dari super 500.
 Kevin/Marcus akan menjadi andalan Indonesia di Olimpiade 2020. (dok. PBSI) |
Mereka juga baru saja meraih rekor sebagai ganda putra terlama yang menduduki peringkat satu dunia. Hingga akhir Desember, Minions sudah menjadi ganda putra peringkat satu dunia selama 119 pekan, melewati rekor Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong.
Walau meraih banyak gelar, Minions masih belum teruji di turnamen besar nan prestisius. Marcus/Kevin gagal di Kejuaraan Dunia dan BWF World Tour Finals.
Mental, pola komunikasi, dan kontrol emosi jadi masalah utama yang kerap menggagalkan laju Minions.
Minions juga punya PR menaklukkan ganda Jepang yang punya pertahanan kuat Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Selama 2019, dari lima pertemuan dengan ganda Jepang ini, Minions tak pernah sekalipun menang, termasuk di BWF Tour Final dan Kejuaraan Asia.
Pelatih ganda putra Herry IP tengah mencari formula pas agar Minions dapat mengalahkan ganda ini. Herry mengakui gaya permainan Marcus/Kevin tak cocok dengan Endo/Watanabe, berbeda dengan permainan Ahsan/Hendra.
[Gambas:Video CNN]Herry IP lalu sampai pada kesimpulan permainan Minions buruk saat mereka dipaksa melakukan rotasi. Kevin harus meningkatkan kualitas saat berada di garis belakang, sedangkan Marcus juga harus meningkatkan permainan depan.
Selain Minions, ganda senior Ahsan/Hendra juga jadi tumpuan di Olimpiade. Dari peringkat dan performa terkini, Ahsan/Hendra kini lebih difavoritkan pergi ke Olimpiade dibandingkan Fajar/Rian.
Berbeda dengan Minions, performa Ahsan/Hendra setahun terakhir justru selalu tampil gemilang di turnamen besar.
Motivasi ingin membayar kegagalan pada Olimpiade Rio 2016 membuat Ahsan/Hendra semakin berambisi meraih emas. Ahsan/Hendra punya keunggulan di segi mental, pengalaman, dan strategi bermain yang mapan.
Namun untuk merebut medali emas Ahsan/Hendra perlu menjaga kondisi fisik agar aman dari cedera. Stamina juga harus dijaga agar tak kalah dibanding yang muda-muda.
Selain ganda putra, tunggal putra juga diharap bisa menyumbang medali. Dua tunggal putra teratas Jonatan dan Ginting kini sudah masuk jajaran tunggal putra top dunia.
Kondisi fisik Ginting jadi sorotan sepanjang 2019 yang membuatnya sering kalah dari rivalnya, Kento Momota. Soal teknik dan pola bermain Ginting tak perlu diragukan. Namun, soal kesabaran dan stamina, Ginting masih kalah jauh.
Ginting mesti banyak belajar dari lima kekalahan pahit di partai final yang tak berhasil diubah menjadi gelar juara di 2019.
Jonatan juga bisa memberi kejutan. Medali emas di Asian Games 2018 bukan tak mungkin bisa dikonversi menjadi medali di Olimpiade. Dua gelar juara Super 300 dari Australia dan Selandia Baru pada 2019, sudah saatnya ditingkat ke turnamen yang lebih bergengsi.
Kejutan juga bisa muncul melalui ganda campuran. Praveen Jordan/Melati Daeva Oktaviani perlahan mulai menunjukkan taji. Mereka sudah punya pengalaman mengalahkan dua ganda terbaik China yang kini bercokol di peringkat teratas Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilyu/Huang Dongping.
Dua gelar juara dari Denmark dan Prancis Terbuka seharusnya mampu meningkatkan rasa percaya diri ganda berperingkat lima dunia ini. Masalah indisipliner juga tak boleh lagi jadi ganjalan bagi Praveen/Melati.
Ganda campuran Hafiz Faizal/Gloria Emanuella Widjaja juga mesti berjuang ekstra untuk bisa menemani langkah Praveen/Melati ke Olimpiade.
 Gregoria Mariska harus meningkatkan performa untuk tampil di Olimpiade 2020. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak) |
Hafiz/Gloria kini berada di peringkat ke sembilan, artinya mereka harus masuk delapan besar untuk bisa melangkah ke Olimpiade. Peraturan IOC menyatakan satu negara dapat mengirim dua wakil pada sektor ganda jika memiliki dua ganda di delapan besar dunia.
Ganda campuran racikan baru Pelatnas Tontowi Ahmad/Apriyani Rahayu juga bisa membuat gebrakan meski terbilang sulit. Jika target masuk Olimpiade terlampau jauh, Tontowi dapat menjadikan kesempatan ini untuk membuktikan ia masih layak diperhitungkan sepeninggal Liliyana Natsir.
Mendapatkan pemain sekelas Apriyani yang terbukti di ganda putri memiliki smes keras dan pertahanan kuat mestinya menjadi nilai tambah untuk Tontowi/Apriyani.
Di sisi lain, Apriyani juga diuji untuk menjaga kondisi fisiknya bermain rangkap karena dia juga menjadi tumpuan di ganda putri.
Meski sulit, peluang medali di ganda putri tetap terbuka. Bersama Greysia Polii, ganda ini mampu memberikan perlawanan pada ganda top dunia dari Jepang, China, dan Korea walaupun hasil akhir sering kali tak berbuah kemenangan.
Sektor terakhir dari tunggal putri tampaknya tak bisa berharap banyak. Setahun terakhir, tunggal putri yang dihuni tak banyak perkembangan. Melihat peringkat saat ini, Gregoria mesti bersaing dengan Fitriani dan Russeli untuk merebut satu tempat di Olimpiade.
Walau sulit, bukan berarti tak bisa. Indonesia sempat memberi kejutan lewat tunggal putri di Olimpiade 2008. Saat itu Maria Kristin Yulianti mampu menjadi kuda hitam dan merebut medali perunggu.
(ptr)