Jakarta, CNN Indonesia --
Shin Tae Yong mengungkapkan pengakuan yang cukup mencengangkan ketika bicara soal stamina jeblok
Timnas Indonesia.
Tanpa tedeng aling-aling, pelatih asal Korea Selatan itu menyebut persoalan para pemain Merah Putih. Tae Yong menilai para pemain Indonesia yang ikut seleksi Timnas Indonesia hanya kuat bermain tak kurang dari 20 menit.
"Secara fisik sangat kurang. Setelah menit ke-20, para pemain terlihat kelelahan. Karena itu di Chiang Mai [Thailand] kami berkonsentrasi meningkatkan kemampuan fisik," kata Shin Tae Yong dalam rilis PSSI yang diterima
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tae Yong tentu kecewa. Pasalnya, talenta para pemain Indonesia rupanya tidak didukung stamina.
Masalah itu tentu bukan yang dialami Tae Yong. Deretan pelatih asing lainnya juga pernah mengeluhkan stamina para pemain.
Sebelum Tae Yong, mantan pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy, juga pernah mengeluhkan masalah itu ketika masih menangani skuat Garuda.
Mantan fisioterapis Timnas Indonesia, Matias Ibo, juga mengungkapkan persoalan fisik para pemain. Ibo bahkan mengungkapkan keluhan para pelatih yang pernah menangani Timnas Indonesia menyangkut masalah stamina para pemain.
 Ilustrasi latihan para pemain Timnas Indonesia. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari) |
"Delapan kepala pelatih yang berbeda selama kurun waktu 10 tahun saya di Timnas Indonesia mengeluhkan hal yang sama dan sampai sekarang belum ada perubahan. Berarti ada yang belum dibetulkan, seperti ada missing link. Masalahnya selalu fisik," kata Matias kepada
CNNIndonesia.com, Senin (9/3).
Ibo sendiri menilai faktor yang paling mendasar ada di level klub-klub mereka masing-masing.
"Pemain Timnas itu cerminan dari klubnya masing-masing. Bagaimana kondisi pemain saat ini itu bagaimana ia dibentuk saat latihan bersama klubnya."
"Tidak bisa disalahkan ke timnasnya, tapi lebih ke klub masing-masing. Bagaimana klub menerapkan porsi latihan kepada pemain, cukup atau berlebihan. Sebab ketika pemain dipanggil ke timnas, dia membawa apa yang dia dapatkan dari klub," ungkapnya.
Meski demikian, faktornya bukan sekadar pembinaan di klub-klub yang tak mampu menaikkan level kualitas para pemain Indonesia. Biang kerok atau penyebabnya amat kompleks.
Tentu tak mudah pula mengurai faktor-faktor persoalan stamina secara detail. Masalah kedisiplinan hingga pola makan mayoritas pemain jadi sejumlah pangkal masalah.
 Shin Tae Yong memantau latihan para pemain Timnas Indonesia. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari) |
Secara garis besar, persoalannya lebih ke pola pikir para pesepakbola Indonesia dalam menjaga tubuh mereka sebagai aset. Mungkin hanya segelintir pemain yang punya kesadaran tersebut.
Sederhananya kita bicara asupan nutrisi yang tepat bagi para pemain. Ihwal konsumsi gizi ini pula yang sebenarnya amat menentukan fisik para pemain.
Kebutuhan akan disiplin diet makanan ketat belum menjadi kebiasaan para pemain di tanah air. Dari 'zaman kuda gigit besi' sampai katanya generasi milenial, tak banyak perubahan.
Kebanyakan para pemain tak selektif dalam memilih makanan. Sekitar 10 tahun lalu, banyak cerita kelakuan para pemain Timnas Indonesia masih curi-curi kesempatan untuk makan-makanan jajanan dari ketoprak hingga gorengan. Cerita itu rupanya masih saja berulang hingga sekarang.
Sikap 'sembarangan' dalam memilih makanan tentu sudah menjadi pola pikir yang tanpa disadari menjadi kebiasaan buruk yang terus terulang.
[Gambas:Video CNN]Pola pikir ini pula yang terbentuk sejak kecil sehingga menjadi kultur. Dari kecil para pemain memang tak terlalu ditanamkan kesadaran akan nutrisi yang baik untuk tubuh mereka.
Ketika skill individu sudah oke, dirasa cukup untuk menjadi pemain profesional. Aksi-aksi individu luar biasa Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo membuat para pemain muda Indonesia lebih silau ketimbang memahami dan mencontoh perjuangan keras para bintang top dunia itu.
Tengok saja Ronaldo, harus berkorban luar biasa besar untuk disiplin ketat menjaga nutrisi dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Belum lagi sejumlah pemain di Indonesia yang masih saja bandel curi-curi waktu dari klub untuk ikut turnamen antarkampung.
Alasan yang paling sering diungkapkan adalah untuk menjaga stamina ketika kompetisi libur. Padahal, tarkam sangat berisiko terhadap kondisi fisik para pemain ke depannya.
Mungkin mereka bisa pintar-pintar menjaga diri agar tidak cedera. Namun, hal yang tak disadari adalah lambat laun fisik para pemain jadi rentan cedera.
 Shin Tae Yong mengeluhkan stamina para pemain Timnas Indonesia. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari) |
Pasalnya, tarkam biasa dimainkan di lapangan yang tidak sesuai standar resmi. Permukaan lapangan yang bergelombang dan keras pada akhirnya akan mengikis sendi-sendi pergelangan kaki hingga lutut.
Pada akhirnya ini pula yang menyebabkan sejumlah pemain gampang sekali cedera ketika tampil di kompetisi resmi hingga level Timnas Indonesia.
Tae Yong juga pernah mengeluhkan bahwa para pemain Indonesia mudah sekali menyerah ketika digembleng sangat ketat. Sejumlah pemain merasa tak mampu lagi mendorong batas stamina mereka ke level maksimal.
Padahal tanpa disadari pula, kondisi stamina yang sudah dari awal lemah punya pengaruh terhadap mental.
Tae Yong tampaknya harus berpikir keras. Tak mungkin baginya memperbaiki persoalan fisik para pemain dalam waktu singkat. Itu butuh proses panjang, harus dibudayakan sejak kecil.
Pilihan yang paling masuk akal baginya saat ini adalah menyiapkan formula sesuai dengan level fisik para pemain.
(jun)