WAWANCARA KHUSUS

Charis Yulianto: Cerita Baretti dan Shin Tae Yong

CNN Indonesia
Selasa, 21 Jul 2020 10:42 WIB
Mantan bek Timnas Indonesia, Charis Yulianto, menceritakan pengalamannya di tim PSSI Baretti dan berkomentar tentang Shin Tae Yong.
Charis Yulianto pernah menjabat sebagai kapten TImnas Indonesia. (AFP/JEWEL SAMAD)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mantan bek Timnas Indonesia, Charis Yulianto, menceritakan pengalamannya di tim PSSI Baretti dan ikut menanggapi polemik pelatih Shin Tae Yong di Timnas Indonesia.

Charis menjadi bagian dari program PSSI Baretti di Italia pada 1995 silam. Salah satu angkatan Timnas Indonesia terbaik sepanjang sejarah.

Sepanjang kariernya sebagai pemain profesional, empat klub besar pernah menjadi ladang pengalamannya menikmati sepak bola. Mulai dari Persebaya Surabaya, Arema FC, Persija Jakarta dan Persib Bandung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana cerita Charis Yulianto di Italia? Seperti apa kacamata ia melihat kondisi Timnas Indonesia jelang tampil di Piala Dunia U-20 2021 mendatang?

Berikut wawancara khusus CNNIndonesia.com bersama Charis Yulianto;

Bisa diceritakan proses Anda bisa gabung dengan PSSI Baretti kala itu?

Saat usia saya 16 tahun, saya diminta ikut seleksi PSSI Baretti di Jakarta. Mereka panggil saya setelah melihat saya main di Popnas dan Piala Soeratin. Waktu itu saya dilema juga karena saya statusnya sedang magang di Persebaya senior bersama Uston Nawawi dan Agung Prasetyo yang ikut seleksi ke Baretti. Tapi yang lolos hanya saya dan Uston.

Tidak menyangka juga bisa dipanggil ikut Baretti. Walaupun, dulu pemain di tim junior keinginan semua pemain untuk berguru di Italia. Seperti mimpi saja saya diajak ke Italia. Itu pertama kali saya ke luar negeri jadi enggak pernah menyangka.

Pengalaman paling diingat selama di Italia?

Di sana itu awalnya saya susah, terutama soal makanan. Kami perlu adaptasi sekitar dua minggu soal makanan.

Hampir seminggu di sana saya tidak makan yang disediakan karena saya tak doyan spaghetti dan pasta di sana. Saya enggak makan itu.

Beruntung kami simpan beras dan mie instan jadi masak sendiri sekadarnya. Masak nasi, bikin telur, sayur bening cuma pakai garam saja bumbunya sudah enak.

Charis Yulianto, legenda Timnas Indonesia.Charis Yulianto (keempat dari kiri) sempat bergabung dengan PSSI Baretti. (Dok.Pribadi)

Sempat diomelin juga sama yang ngurusin makan di sana, karena dikasih makan sama meraka tidak dimakan tapi milih masak sendiri. Tapi setelah adaptasi lama-lama terbiasa.

Satu lagi momen yang menarik itu waktu puasa dan lebaran di sana. Pas malam takbiran, kami keliling pegunungan bawa panci dipukul-pukul. Orang-orang sana sudah paham karena sebelumnya ada tim Primavera yang lebih dulu.

Tapi, banyak yang kami dapat melalui bimbingan pelatih asal Swedia, Todd Grip dan Om Danurwindo. Program latihannya jelas. Saya lihat dari sisi latihan beda dari latihan saya sebelumnya, pengalaman di klub sebelumnya. Di Italia itu jauh lebih berat.

Apa arti Arema FC buat Anda?

Jadi Arema itu tim profesional pertama saya. Saya pensiun di Arema lalu kembali lagi ke Arema dengan posisi yang beda, jadi pelatih. Identitas saya bersama Arema cukup kuat. Arema yang membesarkan saya. Senang, sedih, berkembang sebagai pemain di Arema, yang melatih mental saya ya Arema.

Charis Yulianto, legenda Timnas Indonesia.Charis Yulianto (kedua dari kanan) memiliki pengalaman membela banyak klub besar di Indonesia. (Dok.Pribadi)

Anda juga pernah ke Sriwijaya, PSM Makasar, Persija dan Persib. Bagaimana pengalamannya?

Selepas dari Arema 2002, saya ke PSM dua musim, 2002-2004, kemudian 2005-2006 ke Persija, 2006 ke Persib.

Saya tidak ada masalah dengan suporter semuanya. Dari Persija ke Persib saya diterima dengan baik. Tidak pernah ada ucapan yang menyebut saya pengkhianat.

Yang lebih banyak dapat cibiran waktu saya pindah dari Arema ke PSM. Waktu itu Aremania sempat tidak memperbolehkan saya keluar. Mereka mau saya bertahan dan loyal kepada klub. Tapi tak bisa dimungkiri, cibiran itu ada. Tapi saya terima positif saja sebagai pemain harus professional. Itu saya buktikan, toh saya kembali lagi ke Arema untuk menunjukkan loyalitas itu.

Cibiran, yel-yel di stadion itu dulu sering saya dengar. Kata 'J**cuk' diteriakan, satu stadion nyanyi itu buat saya. Tapi itu tidak pengaruh ke saya.

Waktu itu, Copa Indonesia 2008 saya di Sriwijaya main di Sidoarjo walaupun diteriaki suporter, saya malah bikin gol. Setiap lawan Arema ada saja yang teriak itu, mulai dari pemanasan sampai main.

Bagaimana Anda melihat Timnas Indonesia saat ini?

Dari kacamata saya, kondisi saat ini tidak bagus buat pemain. Saya kurang setuju, Timnas terlalu gonta-ganti pelatih.

Pelatih itu sudah punya program jangka panjang. Tapi federasi, setiap timnas gagal (pelatih), buang, gagal buang. Ini yang buat Timnas kita kurang disegani lagi. Dari sistem kepelatihan seperti ini tidak bagus buat pemain. Jadi targetnya enggak sampai-sampai, malah jadi makin ketinggalan.

Pandangan Anda soal persiapam Timnas Indonesia menuju Piala Dunia U-20 ?

Menurut saya federasi harus sikapi ini dengan bijak. Kalau Shin Tae Yong belum datang juga, kumpulkan saja pemain sama pelatih lokal saat ini untuk memulai program latihan.

Sekarang kan ada Coach Nova (Arianto), kan pasti dikasih program latihan sama pelatih kepala. Jangan diam saja karena Shin Tae Yong belum datang, jangan ditunda-tunda, persiapan harus dari sekarang.

Sosok Shin Tae Yong di mata Anda?

Secara personal gak kenal. Tapi kalau melihat pelatih kebanyakan dari Korea, latihan disiplin dengan mengutamakan fisik. Saya setuju. Memang fisik itu nomor satu. Kalau fisik tidak kuat, mental tidak bagus. Sama seperti waktu di Italia, fisik nomor satu.

Sebenarnya ada harapan besar di Shin Tae Yong, tapi yang paling penting dikembalikan saja program latihan ke pelatih. Jangan ada masalah, pelatih jangan diganggu. Kasih kebebasan ke Shin Tae Yong buat menerapkan program. Saya berharap secapatnya dia datang, penting juga sosok pelatih kepala. Tapi asisten pelatih gerak juga buat back up.

Timnas Indonesia target lolos fase grup di Piala Dunia U-20 2021, realistis kah menurut Anda?

Kita tidak pernah tahu nanti akan seperti apa. Tapi saya pikir persentasenya 50:50. Kita tetap bisa, ada peluang asal semua mau kerja keras bersama. Tidak cuma pemain, pelatih, federasi juga. Harapan besar juga ke Shin Tae Yong yang punya pengalaman bawa Korea Selatan di Piala Dunia.

Maksimalkan potensi pemain lokal. Kalau naturalisasi baru dua tahun nanti enggak beres malah jadi artis bukan pemain bola lagi.

Soal pemusatan latihan, setiap pelatih punya pandangan berbeda. Mungkin menurut Shin Tae Yong kalau latihan di Korea bisa lebih fokus. Di Korea banyak tim bagus yang bisa diajak uji coba. Pemain bisa lebih disiplin kalau di sana jadi mungkin bisa lebih efektif.

(ttf/jun)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER