Saya tidak tahu persis kapan tepatnya isu 'rabun ayam' ini melekat pada diri saya. Mata saya dianggap rusak dan tidak bisa melihat jelas di malam hari.
Jujur isu ini sempat bikin panas telinga, tapi saya tidak pedulikan. Mungkin ada orang yang tak suka dengan saya atau karena persaingan. Sampai saat ini saya tidak tahu siapa dalangnya.
Lihat juga:Shin Tae Yong Bakal Jalani Karantina Singkat |
Faktanya, rumor ini cukup mempengaruhi opini pelatih dan manajemen klub. Mereka sering kali harus memastikan ke dokter karena isu rabun ayam ini. Semuanya tidak pernah terbukti karena diagnosa dokter tak pernah memvonis saya punya gangguan pada mata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa media juga sempat bertanya dan saya jawab terus terang itu hanya sebatas rumor. Lagi pula, saya tetap menjadi pilihan di Timnas Indonesia saat itu.
Isu rabun ayam memang tak pernah mempengaruhi psikologis saya. Namun, saya akui mental saya pernah drop karena cedera engkel jelang SEA Games 1999 di Brunei.
Di situ, pergelangan kaki saya patah dan terkesan tidak diurus PSSI. Pulang dari rumah sakit tak ada satupun staf Timnas Indonesia yang mendampingi saya kembali ke hotel.
Bayangkan, dalam kondisi kaki digips dan menggunakan tongkat, saya pulang ke hotel sendirian naik taksi. Bahkan saya harus nebeng troli pengantar makanan hingga kamar saya.
Saya pulang ke kampung dengan kondisi hancur dan memutuskan vakum dari sepak bola kurang lebih selama setahun. Uang tabungan habis untuk biaya terapi dan berobat jalan.
Dua kali televisi di rumah saya pecahkan karena frustrasi lihat berita sepak bola. Ini benar-benar titik terendah dalam hidup saya.
Tapi, ada momen lucu yang membangkitkan semangat saya. Suatu ketika ada anak-anak kecil main di depan rumah saya dan salah satunya menyebut, "Saya jadi Kurnia Sandy, ya!"
![]() |
Hati saya tersentak dan di situlah saya serius mencoba bangkit dan kembali berkarier.
Saya telepon beberapa kenalan untuk dicarikan klub dan alhamdulillah dapat ke Persikabo Bogor dan PSM Makassar. Tapi, kondisi saya belum 100 persen balik sehingga tidak diperpanjang kontrak.
Sedih banget rasanya. Pemain yang pernah menolak banyak tawaran dari klub, eh malah kesulitan cari klub. Benar-benar sedih.
Beruntung ada kenalan bantu saya ke Arema. Tapi, nilai kontrak saya sangat rendah dari kontrak di klub sebelum-sebelumnya. Tahun kedua alhamdulillah ada peningkatan.
Klub Arema salah satu yang paling berkesan dalam kebangkitan karier saya. Sayang, pada 2007 saya harus hengkang karena pelatih baru Miroslav Janu ingin ada penyegaran.
Kemudian pada 2008 saya pindah ke Persik Kediri dan setahun kemudian ke Persebaya. Anehnya, manajemen Persebaya minta saya cek kesehatan mata lagi karena isu rabun ayam kembali muncul.
Karier saya di Persebaya hanya berlangsung singkat karena persoalan penunggakan gaji. Hingga saat ini mereka belum lunasi gaji saya selama enam bulan. Itulah sepak bola Indonesia.
Kemudian saya berpindah-pindah mulai ke Gresik United, Mitra Kukar, dan Bandung FC. Ketiga klub ini juga mengalami krisis keuangan dan penunggakan gaji pemain tak terhindarkan hingga saya memutuskan pensiun pada 2010.
Saya tak bisa benar-benar keluar dari sepak bola karena sudah seperti napas kehidupan. Maka mulai mencoba berkarier sebagai pelatih kiper.
Awal karier saya melatih tim usia muda Frenz United bersama Om Sutan Harhara pada 2013 hingga 2015. Di sini saya mulai ikut kursus pelatih kiper karena sertifikat penting di era sepak bola modern.
Alhamdulillah saya sudah pegang lisensi A AFC level 3 yang saya ikuti di Malaysia. Mungkin saat ini baru saya sendiri yang pegang lisensi A AFC sampai level 3.
![]() |
Tapi, setiap orang mungkin punya persepsi yang beda-beda soal lisensi kepelatihan. Bagi saya lisensi seperti ijazah kelulusan untuk naik kelas. Selain itu, sepak bola terus berkembang dan kursus kepelatihan juga perlu di-upgrade.
Beruntung saya dibawa coach Rahmad Darmawan sebagai pelatih kiper di Trengganu Team FC pada 2016. Kerja sama saya dan RD berlanjut di Sriwijaya FC hingga kini di Madura United. Hanya pada 2018 saya sempat diminta dampingi Timnas Indonesia jadi asisten Bima Sakti di Piala AFF 2018.
Saya menikmati karier saya sebagai pelatih di Liga 1 bersama Madura United. Betapapun sulitnya kehidupan pasti ada jalan keluar jika kita berani bangkit.
Suatu saat nanti, saya berharap bisa kembali ke Timnas Indonesia sebagai pelatih kiper dan mempersembahkan gelar juara yang belum pernah saya raih ketika aktif bermain.
(jun/har)