Timnas Indonesia di Piala AFF 2010 di bawah arahan Alfred Riedl membangkitkan gairah suporter menyaksikan aksi skuad Garuda.
Riedl datang ke Indonesia pada 2010 setelah skuad Garuda mengalami kegagalan di Kualifikasi Piala Asia.
Berada satu grup bersama Australia, Kuwait, dan Oman, Indonesia hanya menjadi juru kunci setelah meraih tiga poin hasil dari tiga kali imbang dan tiga kali kalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjelang Piala AFF, program latihan Riedl berlangsung di Lapangan ABC kawasan Gelora Bung Karno. Tak hanya berlatih, sebuah laga uji tanding melawan Uruguay pun dipersiapkan kira-kira dua bulan sebelum ajang sepak bola negara-negara Asia Tenggara.
Skuad La Celeste yang diperkuat Edinson Cavani dan Luis Suarez yang kala itu berpredikat peringkat keempat Piala Dunia 2010 berhadapan dengan Maman Abdurahman dan kawan-kawan sebagai ajang mengetes kemampuan anak asuh Riedl.
Sempat unggul cepat melalui Boaz Solossa, Timnas Indonesia mengalami kekalahan telak 1-7. Hasil tersebut sempat meredupkan semangat suporter.
Hari berganti, Timnas Indonesia bersiap. Pertandingan pertama di fase grup pun dimainkan pada 1 Desember 2010. Melawan Malaysia, Indonesia sempat tertinggal namun kemudian kemenangan telak menjadi milik Indonesia.
Setelah kemenangan 5-1 atas Malaysia dan menggunduli Laos setengah lusin gol tanpa balas, Timnas Indonesia lantas menyapu bersih laga di fase grup dengan kemenangan usai membekuk juara bertahan Thailand 2-1.
Menang besar atas Malaysia dan keberhasilan menumbangkan Thailand memunculkan kepercayaan diri suporter.
Berbeda dengan masa persiapan di awal Piala AFF yang tak terlalu banyak dilihat, menjelang semifinal terdapat perubahan drastis. Latihan Riedl dan anak asuhnya di Lapangan ABC Kompleks Gelora Bung Karno mulai dipadati masyarakat umum.
![]() |
Tiket pertandingan semifinal pun menjadi barang buruan yang menjadi incaran banyak orang. Sebelum hari pertandingan semifinal melawan Filipina, lokasi-lokasi penjualan tiket dipadati ribuan orang yang mencari tiket.
Pada hari pertandingan, kawasan GBK pun begitu sesak. Semua seperti berjejal ingin masuk ke stadion melihat kiprah Ahmad Bustomi dan rekan-rekan melawan Filipina yang ketika itu baru memulai program naturalisasi.
Pada semifinal kedua yang juga berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, keriuhan yang sama tetap terasa. Timnas Indonesia yang sempat dilupakan seketika kembali menjadi perhatian banyak orang.
Lihat juga:Wolfgang Pikal: Terima Kasih Alfred Riedl |
Optimisme masyarakat yang terlihat dari antusiasme ketika Timnas Indonesia bermain harus berujung kegagalan lantaran kekalahan dari Malaysia di partai puncak.
Kegagalan di final menjadi akhir yang getir bagi harapan besar yang sudah tumbuh dan dipupuk Riedl bersama Firman Utina cs.
(nva/jal)