Kisah Manis dan Tragis Jonathan Sianturi
Saya Jonathan Sianturi dan senam adalah jalan hidup saya. Lewat olahraga ini saya menemukan jati diri dan kebesaran Tuhan.
Segala prestasi yang pernah saya raih bukan karena kekuatan pribadi, melainkan seizin Tuhan. Tanpa Dia, saya tidak akan menjadi siapa-siapa hingga detik ini.
Orang yang paling berjasa mengantar saya ke dunia senam adalah almarhum papa saya. Beliaulah yang menempa saya menjadi atlet profesional meski beberapa kali hampir saya tinggalkan.
Semasa muda papa saya bercita-cita menjadi atlet internasional, namun kandas di tengah jalan. Setelah menikah ia meninggalkan kesempatan tampil di GANEFO atau Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang.
Itulah sebabnya dia menularkan hobi berolahraga kepada anak-anaknya. Dari lima anaknya, saya merasa paling didorong menjadi atlet. Mungkin dia sudah lihat bakat saya sejak kecil.
Sejak saya berusia enam tahun, papa membawa saya sebuah gedung olahraga di Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Semula saya diperkenalkan dengan karate dan renang. Saya senang-senang saja karena terinspirasi film-film Bruce Lee dan Jackie Chan.
Di tempat yang sama saya juga diajari senam. Ternyata saya juga menikmati berlatih senam karena bisa pelajari gerakan akrobat seperti kungfu layaknya fantasi anak-anak kebanyakan.
Setahun kemudian malah lebih fokus latihan senam. Kemampuan saya di senam terus terasah dan mulai ikut kejuaraan-kejuaraan tingkat pemula. Tapi, lama-kelamaan saya jenuh karena tingkat stres jadi tinggi dan berniat berhenti di usia 11 tahun. Waktu bermain saya juga sangat tersita dan pelatih saya saat itu sangat keras. Tapi, entah kenapa papa terus mendorong saya berlatih.
Saya mulai rutin diajak jogging dari subuh. Saya masih enjoy karena masih anak-anak. Kalau saya mulai lelah dan pilih jalan kaki, papa malah sengaja berjalan hand stand di samping saya. Air mata rasanya mau jatuh jika ingat didikan almarhum papa. Tapi, itu salah satu kenangan terindah dalam hidup saya.
Saya meraih emas di PON pertama pada 1985. Di tahun yang sama mendapat kesempatan mewakili Indonesia di SEA Games di Bangkok, Thailand. Di luar dugaan saya berhasil raih perak [tim] dan perunggu [palang tunggal]. Tapi, niat saya untuk berhenti tetap muncul.
Lagi-lagi papa berhasil membujuk saya kembali ke senam, hingga akhirnya kembali terpilih masuk kontingen Indonesia di SEA Games 1987 di Jakarta dan berhasil menyumbang emas.
Setelah event saya membaca berita saya dari beberapa koran, bahwa Jonathan Sianturi 'Pahlawan Indonesia'. Tanpa bermaksud tinggi hati, pada zaman itu, enggak gampang atlet masuk koran. Bisa dibilang hanya atlet-atlet berprestasi.
Sebutan pahlawan inilah yang membuat rasa bangga saya sebagai atlet nasional muncul. Dengan mantap saya memutuskan senam menjadi jalan hidup. Orangtua tak perlu lagi membujuk atau memaksa saya datang latihan.
Semua latihan saya lahap tanpa mengeluh. Tujuan hidup saya jelas. Latihan sebaik mungkin untuk mengharumkan nama bangsa karena terpicu tulisan media tadi, yang pernah sebut saya sebagai pahlawan.
Singkat cerita, saya berhasil mengoleksi 26 medali emas di Pekan Olahraga Nasional, 14 emas SEA Games, dan 2 emas di Pre Commonwealth Games.
Di balik prestasi yang saya raih, ada banyak momen tak terlupakan. Pertama, ketika saya mengalami cedera patah kaki di SEA Games 1991 di Manila.
Saat itu saya ditargetkan meraih lebih dari dua medali emas dan sedang berada di puncak performa. Tapi, tapi entah kenapa kaki saya bisa terselip di penyambung matras dan membuat tulang betis saya patah di dua titik.
Saya tak suka menduga-duga potensi kecurangan, saya anggap saja belum rezeki. Namun, rasa sakitnya tak bisa diucapkan dengan kata-kata dan sempat menduga karier saya sudah habis.
Lihat juga:Singapura Open 2021 Resmi Batal Digelar |
Ternyata Tuhan bilang belum selesai. Karena pemulihan cedera patah kaki memakan waktu hampir setahun, saya mencoba berlatih main nomor kekuatan lengan seperti palang tunggal, kuda pelana, dan gelang-gelang.
Ada hikmah yang bisa dipetik dari insiden itu. Setelah pulih, saya menjadi lebih menguasai nomor alat yang didominasi baik lengan maupun tungkai [all apparatus]. Pada SEA Games 1997, sukses meraup 5 medali emas meski target awalnya hanya 2 emas.