Jakarta, CNN Indonesia --
Ada dua momen yang paling berkesan dalam karier yang tidak bisa saya lupakan, yaitu momen-momen waktu juara sebagai pemain dan pelatih di Persib Bandung.
Saya ingat waktu Persib juara Perserikatan 1986. Saya menjadi satu-satunya pemain yang mencetak gol ke gawang Perseman Manokwari di final Perserikatan 1986.
Itu luar biasa, karena saat itu Persib sudah 25 tahun tidak pernah juara dan akhirnya bisa menjadi juara lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Momen terindah kedua yang paling berkesan adalah saat saya membawa Persib juara Liga Indonesia 2014 sebagai pelatih. Prestasi itu juga sudah ditunggu-tunggu oleh Persib selama 19 tahun. Saat itu kami mengalahkan Persipura Jayapura lewat adu penalti.
Laga final itu sangat menegangkan. Makanya waktu itu saya dan para pemain memutuskan untuk membawa keluarga. Jadi, kami bisa ngobrol bersama keluarga dengan obrolan-obrolan di luar sepak bola agar tidak tegang.
Apalagi, Persipura adalah tim yang punya pengalaman. Tim yang kuat, dan pemainnya selalu terus bersama.
Tapi, saya cukup percaya diri karena perjalanan tim kami cukup bagus termasuk mengalahkan Arema di semifinal, makanya kami cukup percaya diri dengan para pemain saat itu.
Suasana di ruang ganti saat itu juga sangat menegangkan. Di dalam ruang ganti saya katakan kepada pemain, "Ini kesempatan emas. Masyarakat Jawa Barat sudah menantikannya selama 19 tahun. Jadi peluang ini tidak boleh disia-siakan. Jadi bukan hal yang tidak mungkin, jika kalian punya kemauan yang kuat saya yakin apapun bisa terjadi. Sekarang semua ada di tangan kalian."
 Skuad Persib membawa trofi ISL ke Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Minggu (9/11). (Foto: Novrian Arbi) |
Saat itu di ruang ganti juga hadir beberapa pejabat untuk memberikan dukungan. Di antaranya Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Kami semua salat bareng di ruang ganti, bahkan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang menjadi imamnya.
Momen menarik di final yang tidak terlupakan adalah waktu gol balasan Persipura. Saya sudah wanti-wanti kepada pemain untuk mewaspadai Boaz Solossa dan Ferinando Pahabol. Saya bilang kepada para pemain untuk hati-hati dengan gerakan Pahabol.
[Gambas:Video CNN]
Ternyata benar. Saat terjadinya gol Persipura itu saya mengikuti betul mulai dari mereka melakukan serangan balik sampai akhirnya dari proses itu berbuah gol dan saya secara spontan langsung menjatuhkan diri ke belakang.
Orang-orang pikir saya jatuh, padahal memang saya menjatuhkan diri ke belakang karena tak kuasa melihat Persipura mencetak gol penyeimbang.
Pertandingan pun dilanjutkan ke babak adu penalti. Suasana lebih menegangkan.
Waktu menunjuk lima penendang penalti saya juga tidak mau ada intervensi. Jadi saya merenung dan saya betul-betul memilih eksekutor penalti sendiri, tidak ada campur tangan orang lain. Alhamdulillah kami berhasil memenangi adu penalti.
Saya sangat bersyukur kepada Allah karena akhirnya saya bisa bawa Persib juara. Mungkin itu merupakan hal yang tidak bisa dirasakan mantan pemain Persib lainnya. Ini karunia Allah yang harus disyukuri.
 Sejumlah Pemain Persib Bandung mengangkat trofi juara saat merayakan kemenangannya dalam adu penalti pada Final Liga Super Indonesia antara Persib Bandung VS Persipura Jayapura , di Stadion Jakabaring, Sumsel, Jumat 7 November 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.) |
Jujur, setelah membawa Persib juara kepercayaan diri saya bertambah. Artinya, sebagai pelatih lokal saya bisa membuktikan mampu membawa klub besar seperti Persib juara. Apalagi, sebelum-sebelumnya saya berhasil membawa Persib juara di beberapa turnamen.
Kalau ditanya apakah masih punya mimpi yang belum selesai di Persib? Secara ambisi keinginan untuk menangani Persib itu masih ada.
Tetapi, saya sadar pelatih sehebat apapun tidak mungkin akan terus-menerus berada di satu klub dan sukses hanya di satu klub tersebut.
Walaupun pelatih sekelas Pep Guardiola, Carlo Ancelotti, atau Jose Mourinho, saya pikir setiap pelatih juga ingin mencoba menggapai prestasi atau mencari keberuntungan di klub lain.
Kalau berbicara karakter dalam melatih, saya menilai diri saya menonjol dalam taktik dan motivasi. Banyak yang bilang saya mampu membangkitkan tim yang tampil buruk di babak pertama menjadi baik di babak kedua. Artinya, di ruang ganti saya mampu membangkitkan motivasi pemain.
Sedangkan, sosok pelatih inspiratif bagi saya adalah Pep Guardiola. Walaupun saya lebih tua dari Pep, tapi saya mengakui dia pelatih yang bagus.
Saya juga kerap mengadopsi gaya permainan Pep dalam taktik permainan tim saya. Makanya, saya senang bermain dengan bola-bola pendek dari kaki ke kaki.
Saya juga bersyukur bisa mendapat kesempatan untuk berguru ke Inter Milan selama tiga bulan. Waktu itu Presiden Inter Milan Erick Thohir yang meminta saya datang ke sana.
Setiap pekan saya berguru ke sejumlah klub kasta pertama, kedua, ketiga Italia dari usia 17, 19, hingga senior. Saya banyak mempelajari cara mereka membuat program latihan per pekan.
Pengalaman yang luar biasa untuk menyempurnakan apa yang telah saya punya selama ini. Meskipun, ternyata banyak juga program yang telah saya lakukan selama ini tidak salah.
[Gambas:Instagram]
Namun yang pasti sarana dan prasarana latihan mereka sangat baik. Mereka rata-rata punya sembilan lapangan latihan. Ada yang rumputnya sintetis dan rumput alami. Lalu, poin penting yang saya dapat dari Italia adalah cara manajerial klub yang sangat baik. Itu dua hal yang harus kita tiru.
Terutama lapangan latihan di Indonesia sebetulnya mampu untuk membuat sarana seperti itu. Saya juga punya cerita menarik waktu di Italia. Jadi, saya ini orang yang tidak bisa hidup jauh dari keluarga.
Makanya, waktu di Italia saya memilih tinggal bersama anak saya di Verona ketimbang di Milan. Jadi setiap hari itu saya selalu berangkat pakai kereta api. Itu menjadi pengalaman unik buat saya.
Kedua, saya itu tidak kuat dingin. Jadi, kalau sudah sore hari saya ingin cepat-cepat pulang dari lapangan. Karena kalau sudah jam 5 sore itu dingin sekali, cuacanya bisa mencapai 8 derajat celsius. Tulang saya rasanya sudah ngilu karena memang sangat dingin sekali.
Padahal saya juga sudah pakai baju lima lapis. Dari kaus dalam, kaus biasa, sweater, jaket biasa, hingga jaket tebal.
Karier sebagai Pemain
Sewaktu kecil, saya sama seperti anak-anak lain yang suka bermain bola di kampung atau Sekolah Sepak Bola di Majalengka.
Kemudian saya mulai serius bermain bola setelah pindah ke Bandung. Waktu SMA saya mulai masuk ke klub-klub sepak bola, hingga akhirnya saya masuk ke klub internal Persib.
Waktu itu Persib sedang mengadakan kompetisi untuk menjaring pemain muda untuk memperkuat Persib junior (U-17) untuk terjun di Piala Soeratin tahun 1970-an. Saya berhasil masuk ke tim Persib junior tersebut.
Setelah dari tim junior saya dipromosikan masuk ke tim senior Persib saat masih 19 tahun. Saya bermain di posisi sayap kiri atau kanan dan saya cukup lama menjadi pemain cadangan di Persib.
Ya, saya sabar saja karena saya akui para pemain senior di Persib masih bagus-bagus dan layak untuk menjadi pilihan utama.
Sedangkan saya memang belum selevel dengan mereka. Ya sabar saja dan berlatih terus sampai kita dikasih kesempatan. Intinya tunjukkan yang terbaik setiap diberi kesempatan.
Zaman dulu pola latihannya juga lebih banyak ke fisik. Buat saya yang berat itu saat diminta lari keliling lapangan yang bisa sampai 20 kali mengelilingi lapangan bola. Jadi saat itu memang rata-rata pemain bola itu kuat dalam hal fisik.
Tidak seperti zaman sekarang yang sudah maju dengan adanya latihan taktik dan teknik. Sekarang latihan juga didukung dengan teknologi sports science.
Namun, saya tidak selamanya bermain untuk Persib. Pada tahap pertama, saya hanya memperkuat Persib selama tiga tahun di kompetisi Perserikatan.
Waktu di Sari Bumi Raya itu saya pernah dipanggil timnas Indonesia tahun 1979 atau 1980-an untuk bermain pada sebuah turnamen di Korea Selatan. Saat itu saya bermain dengan angkatan Suaib Rizal.Kemudian saya pindah ke klub Sari Bumi Raya yang bermain di kompetisi Galatama selama satu tahun.
Lalu dari Sari Bumi Raya saya pindah ke Mercu Buana Medan dan bertahan selama empat tahun.
Kemudian, saya memutuskan kembali ke Persib dan berhasil membawa Persib juara Perserikatan 1986 dan 1990. Lalu pada 1993, saya memutuskan pensiun di Persib.