Bukayo Saka menjadi kambing hitam kegagalan timnas Inggris menjadi juara Euro 2020 setelah penaltinya diblok Gianluigi Donnarumma di laga final. Sebuah tugas yang amat berat bagi seorang pemain yang masih 19 tahun.
Jalan kaki dari tengah lapangan ke kotak penalti Stadion Wembley mungkin jalan kaki terlama dan paling menegangkan yang pernah dilakukan Saka.
Sekitar 67 ribu pasang mata di Stadion Wembley mengarahkan pandangan ke arah Saka yang berjalan dan bersiap mengeksekusi penalti ke gawang Donarumma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puluhan ribu suporter pun merasakan ketegangan, terutama suporter Inggris. Pasalnya, jika Saka berhasil mengeksekusi penalti maka timnas Inggris berpeluang kembali menjadi juara di turnamen besar. Sesuatu yang kali terakhir Inggris rasakan pada Piala Dunia 1966.
Harapan menjadi juara Euro 2020 sangat besar di antara masyarakat Inggris. Slogan 'It's Coming Home' sepertinya akan jadi kenyataan setelah The Three Lions sukses melangkah ke final turnamen besar untuk kali pertama sejak Piala Dunia 1966.
Namun apakah tepat memberi beban berat, beban mengakhiri kutukan juara Inggris yang sudah bertahan 55 tahun, kepada seorang pemain yang masih minim pengalaman di sepak bola senior seperti Bukayo Saka?
![]() |
Dalam sepak bola ada istilah: "Semua strategi terdengar indah usai pertandingan".
Itulah yang terjadi saat ini. Berbagai macam kritikan didapat Gareth Southgate setelah memberi kepercayaan Saka menjadi eksekutor terakhir timnas Inggris saat adu penalti melawan Italia.
Kritikan paling keras disuarakan mantan kapten Manchester United Roy Keane. Keane tidak mengkritik Southgate secara langsung, namun mengarahkan kritikan kepada sejumlah pemain senior di skuad Inggris, seperti Raheem Sterling dan Jack Grealish, yang tidak berani mengambil tendangan penalti.
Andai Saka berhasil membobol gawang Donnarumma saat adu penalti dan Inggris menjadi juara Euro 2020, mungkin responsnya akan lain. Strategi Southgate menaruh Saka sebagai penendang terakhir akan mendapat pujian luar biasa. Sayang, kenyataannya tidak seperti itu.
Southgate mengatakan keputusan untuk menaruh Saka sebagai penendang terakhir, begitu juga dengan Marcus Rashford dan Jadon Sancho, diambil berdasarkan performa menendang penalti saat latihan.
Di antara keputusan yang diambil Southgate selama Euro 2020, mungkin menaruh Saka sebagai penendang terakhir pada laga final adalah yang paling tidak masuk akal.
Baca lanjutan analisis ini di halaman kedua >>>