Di mata Imelda Wiguna, Mia Audina merupakan sosok pemain yang memiliki permainan dan teknik bulutangkis yang bagus. Ia tergabung di klub Jaya Raya sejak usianya masih empat tahun. Mia kemudian dibimbing langsung oleh Retno Kustijah sebagai pelatih.
"Yang saya dengar, dia [Mia Audina] sejak usia 4 tahun sudah latihan. Bahkan waktu latihan sampai bawa dot, bawa botol susu ke lapangan. Dari kecil dia sudah istimewa. Jadi dia dibentuk sejak kecil oleh orang tuanya, sehingga saat usianya 14 tahun sudah matang kemudian dapat kesempatan dan pengalaman bertandingan di Uber Cup," kata Imelda kepada CNNIndonesia.com saat mengenang sosok Mia Audina, Rabu (6/10).
Sebenarnya saat latihan, Mia Audina disebut sama seperti anak-anak lainnya. Hanya saja, semangatnya terlihat luar biasa dan fokus untuk bulutangkis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia masuk ke dalam skuad Indonesia kala itu sebenarnya lebih karena kita melihat dia punya permainan bagus. Mentalnya bagus banget, daya juang tinggi. Dari kecil dia sudah punya kepercayaan diri yang bagus," ujarnya.
Artinya, lanjut Imelda, Mia mampu memenuhi harapan seorang pemain untuk bisa berada di tim beregu. Mulai dari teknik dan kemampuan yang mumpuni, mental bagus, kepercayaan diri dan sikap tidak mau kalah siapapun lawan yang dihadapinya.
![]() |
"Mia itu pemain yang tidak mau kalah. Tahun 1994-1995 Mia dan Susy Susanti itu jadi andalan. Mereka punya hal yang semua atlet tidak punya di luar teknis dan itu mendukung permainan mereka jadi lebih bagus. Rekan satu tim jadi punya harapan dan besar hati kalau Mia dan Susy yang turun buat dapat poin."
"Prestasinya sudah terlihat sejak usia dini, pemula sampai remaja. Makanya dia disebut anak ajaib. Dan sampai hari ini belum ada lagi pemain yang sekelas dengan Mia dan Susy," jelas Imelda.
Sementara itu, Susy mengatakan meskipun usianya terpaut sembilan tahun dari Mia Audina di Uber Cup 1994, Mia tidak menunjukkan kesan bahwa dia adalah seorang pemain berusia paling muda di tim.
Di luar lapangan, Susy menyebut Mia Audiana adalah sosok yang natural dan cepat beradaptasi dengan pemain yang usianya jauh lebih tua darinya. Keduanya juga kerap saling ngobrol dan saling memberikan masukan soal lawan yang akan dihadapi.
Terlebih, dalam turnamen bulutangkis beregu, pemain juga harus saling memberikan motivasi demi kemenangan tim di pertandingan.
"Dia dibilang bayi ajaib, cara main dia ngotot bagus dan unik. Di usia yang masih muda dia sudah menunjukkan keberanian. Meskipun di situasi genting, dia main lepas. Dia sosok pemain yang bermain menyerang. Kalau dibilang, dia main di lapangan pintar, jadi tidak kelihatan kaya anak kecil. Dia juga cerdik dan berani," ungkapnya.
"Waktu lawan China di partai terakhir, dia jadi penentu. Dia tampil apa adanya. Dia main lepas yang justru membuat musuhnya jadi tegang. Itu jadi keuntungan yang membuat Indonesia unggul dan bisa mengalahkan China," tutur Susy.