TESTIMONI

Ferry Indrasjarief: Jakmania dan Redam Dendam ke Bobotoh

CNN Indonesia
Rabu, 13 Okt 2021 19:00 WIB
Pentolan Jakmania Ferry Indrasjarief menceritakan awal permusuhan dengan Bobotoh dan ingin meredam dendam pada suporter Persib.
Ferry Indrasjarief mengaku ogah jadi Ketum Jakmania lagi. (CNN/M Rizki Haerullah)

Saya lahir di Bandung, Jawa Barat, 18 Februari 1965. Tapi, saya cuma numpang lahir di Bandung, sebab saya aslinya orang Jakarta.

Saya sempat mengungsi ke Bandung karena waktu 1965 itu Jakarta tidak aman karena isu PKI. Kebetulan di Bandung ada nenek, ibu saya waktu hamil diungsikan ke sana. Pas sudah lahir di Bandung dan kondisi ibukota sudah aman kami pulang lagi ke Jakarta.

Bapak saya itu pilot. Aslinya pilot penumpang, tapi karena saat itu pilot jarang makanya ayah saya diperbantukan untuk membawa pesawat TNI AU pada saat pembebasan Irian Barat.



Bapak saya itu orang Petojo tapi keturunan Belanda. Kakek saya orang Belanda asli. Kalau ibu saya orang Jatinegara dan seorang ibu rumah tangga.

Secara ekonomi alhamdulillah saya ini termasuk keluarga yang berkecukupan. Saya, kakak, dan adik disekolahkan di sekolah swasta dari TK, SD, hingga SMP. Saya TK di Santo Yoseph Jakarta, sedangkan SD dan SMP di Budi Mulya Jakarta.

Saya ini seorang muslim yang dimasukkan ke sekolah swasta Katolik karena saat itu sekolah swasta yang bagus disiplinnya itu cuma sekolah Katolik. Saya akui sekolah di situ kedisiplinannya bagus. Positifnya juga saya terdidik menjadi orang yang tidak membeda-bedakan agama.

Tapi waktu SMA saya sekolah di negeri karena bapak saya bilang kalau di swasta lagi lama-kelamaan saya takut kebiasaan bergaul dengan orang-orang kaya. Maka masuklah saya ke SMA 1 Budi Utomo Jakarta.

Menurut cerita ibu, waktu kecil saya itu orangnya sangat peduli dan pembela keluarga. Dulu kakak saya pernah dihajar sama temannya, saya langsung mendatanginya dan saya hajar balik orang tersebut. 

Waktu saya kelas 2 SD, kakak saya kelas 3 SD juga pernah dicekik oleh temannya, saya langsung hajar dan saya gigit kuping temannya itu sampai menangis. 

Dari kecil saya juga sudah suka sepak bola, badminton, tapi waktu SMP dan SMA itu saya penggila voli. Lalu sudah kuliah dan kerja saya pernah ikut Kateda (Karate Tenaga Dalam), Merpati Putih, dan terakhir taekwondo.

Saya juga sempat ikut kejuaraan taekwondo di Jakarta dan dapat medali perunggu. Tapi saat kejuaraan itu ternyata saya mengalami pecah pembuluh darah di dekat dada dan akhirnya saya berhenti dari taekwondo.

Tapi pelatih saya bilang kalau kamu sudah cinta taekwondo sewaktu-waktu kamu pasti akan balik lagi. Eh benar! Beberapa tahun kemudian saya tertarik lagi dengan taekwondo. Saya balik ke taekwondo dan sempat jadi pengurus di persatuan taekwondo.

Saya dulu kuliah di Institut Teknologi Indonesia jurusan Mekanisasi Pertanian angkatan 1984 yang kerjanya mengurusi alat-alat pertanian. Setelah lulus saya kerja di sebuah proyek, lalu ditarik oleh PT. Ardes Perdana Konsultan.

Tapi waktu bapak saya meninggal 1988, saya sempat nge-blank. Sempat tidak ada pegangan hidup. Sebab seorang anak kalau sukses pasti tujuannya ingin membahagiakan orangtua. Nah kalau bapak saya sudah meninggal, siapa lagi yang akan saya bahagaikan nantinya. Itu yang buat saya bingung.

Akhirnya pikiran saya mulai terbuka setelah seorang sahabat mengingatkan kalau saya masih punya seorang ibu yang tentunya berharap anaknya lulus sarjana. Kebetulan saat itu ada beberapa tetangga yang menitipkan anaknya untuk les privat. Hasil les itulah yang kemudian saya gunakan untuk menyelesaikan tugas akhir

Soal panggilan 'Bung' itu juga berasal dari keluarga dan sudah tradisi. Nah anak-anak Jakmania Korwil Lebak Bulus awalnya dengar adik kandung saya memanggil saya dengan panggilan Bung Ferry. Mereka pun akhirnya ikut memanggil saya bung dan terus menyebar ke seluruh Jakmania.

Kalau sapaan 'Rambo' itu hanya julukan dari anak-anak Jakmania. Karena saya dulu terkenal galak. Ada yang enggak beres dikit saya hajar. Pokoknya dari awal Jakmania berdiri sampai saya turun jadi ketua tahun 2005 itu saya galak.

Saya juga sering melakukan pemeriksaan minuman keras ke anggota Jakmania saat kami tandang, karena saya sangat melarang anggota saya minum minuman keras.

Awalnya saya tidak masalah mereka minum karena memang minum minuman keras itu biasa di kalangan suporter. 

Tapi ada satu titik yang buat saya jengkel yaitu ketika kami tur tandang ke Kediri. Ada anggota Jakmania yang minum minuman keras berlebihan sampai muntah di mana-mana. Dari situlah saya membuat peraturan dan melarang anggota Jakmania minum minuman keras selama masih berada dalam rombongan.

Banner Testimoni



Kemudian sebagai ketua Jakmania saya itu tidak pernah membiarkan anggota saya berhadapan langsung dengan musuh. Jadi kalau terjadi bentrok dengan siapapun saya harus paling depan untuk melindungi anggota. 

Ada satu bentrokan yang tidak terlupakan bagi saya yaitu saat keributan Jakmania dengan aparat tahun 2005 mungkin waktu lawan Persipura.

Awalnya anggota kami turun ke lapangan untuk meminta kaos ke pemain Persija. Tapi kok kami diserang aparat. Sementara suporter Persipura tidak dipermasalahkan masuk lapangan. Kami merasa tidak mendapat keadilan dan akhirnya kami bentrok dengan aparat yang akhirnya meluas menjadi ribut juga dengan suporter Persipura.

Tapi yang membuat saya merasa 'terpukul' adalah saat ada korban dari simpatisan Jakmania yang meninggal dunia. Dari situ saya memutuskan tidak mau lagi jadi ketua umum Jakmania.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(ferry indrasjarief)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER