Jakarta, CNN Indonesia --
Timnas Indonesia Putri kembali ke habitat persaingan di kancah kontinental setelah 32 tahun absen dalam ajang Piala Asia.
Terlepas dari rasa syukur atas kemampuan meraih tiket dari babak kualifikasi. Keberhasilan Timnas Putri melaju ke putaran final Piala Asia 2022 adalah anomali yang janggal.
Ujug-ujug prestasi ini datang. Padahal secara normal, sebuah capaian datang melalui sebuah proses yang panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa kompetisi yang diwadahi secara resmi, wakil Merah Putih di era Ade Mustikiana dan kawan-kawan bisa mengikuti jejak yang pernah dilakukan Muthia Datau, Iin Parbo, Rosita Pella, atau Elan Kaligis di era 1970-an hingga 1980-an.
Ade cs pantas mendapat kredit karena jalan senyap dan gelap yang dilalui berujung pada sorotan apresiasi. Sementara ketiadaan kompetisi juga wadah pembinaan di sektor putri kembali menunjukkan PSSI alpa.
Saat Timnas Putri bisa menembus persaingan level Asia, dukungan dan perhatian tentu diberikan PSSI. Namun guna menjaga prestasi Timnas Putri, yang sempat dua kali menempati peringkat empat besar Asia, PSSI tak seharusnya lepas tangan atas ketiadaan regenerasi dan pembibitan.
Kemampuan menembus Piala Asia kali ini, jelas lebih condong kepada kejutan dibanding proses.
 Timnas Indonesia putri mengalahkan Singapura di Tajikistan dalam kualifikasi Piala Asia 2022. (dok.pssi) |
Berbicara mengenai kritik kepada PSSI terkait sepak bola wanita, bukan hanya ditujukan untuk rezim kali ini saja. PSSI era Iwan Bule terbukti menghidupkan kembali wadah kompetisi elite bernama Liga 1 pada 2019, namun gagal diteruskan atau bisa dibilang terlupakan di saat liga di sektor putra sudah kembali bergulir.
Akibatnya para pemain yang ada tidak cukup memiliki ajang untuk beradu kemampuan yang bisa berpengaruh pada performa ketika tampil di level internasional.
Perjuangan anak asuh Rudy Eka Priyambadha pun bakal menghadapi jalan terjal di Piala Asia kali ini lantaran Indonesia ditunggu Australia dan Thailand, dua negara dengan iklim sepak bola wanita yang jauh lebih bagus ketimbang Indonesia.
Selain itu ada pula Filipina yang sempat menata kompetisi putri dan terbukti mereka menempati pot 3 dalam undian, atau setingkat di atas Indonesia yang menjadi penghuni pot 4.
Lawan di atas kertas terlihat lebih kuat, namun Timnas putri tak sepatutnya kalah sebelum bertanding. Segala hal bisa terjadi selama 90 menit. Kejutan bisa muncul dari kerja keras. Toh tak ada target muluk-muluk, dan ini adalah awal mula yang baik setelah tiga dekade lebih absen dari persaingan tingkat Asia.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>
Timnas Indonesia Putri pernah punya pengalaman menempati peringkat 4 di Piala Asia. Salah satu faktor yang mendukung adalah keberadaan liga dan turnamen.
Tak hanya melalui ajang bernama Liga Sepak Bola Wanita yang dikenal dengan nama Galanita, ada pula Piala Kartini yang juga menjadi ajang pembuktian persaingan kaum hawa di lapangan hijau.
Sebuah bukti mengenai eksistensi sepak bola wanita Indonesia pada kurun waktu 1970-an hingga 1980-an sempat terekam dalam salah satu adegan film komedi Warkop DKI yang berjudul Maju Kena Mundur Kena, besutan sutradara Arizal.
Di film itu dikisahkan rekan satu kos Dono, Kasino, dan Indro menjalani sebuah pertandingan melawan salah sebuah klub wanita legendaris di Indonesia, Buana Putri. Pemain-pemain asli tim Buana Putri pun disebut ikut tampil sebagai kameo.
Buana Putri dan rival-rivalnya seperti Putri Jaya, Putri Priangan, atau Putri Cenderawasih menjadi pertanda sepak bola putri naik daun di kala itu.
Bak tren, kemudian sepak bola wanita di Indonesia hilang daya tarik. PSSI pun tampak tak ada hati menggoda para wanita kembali bermain di lapangan hijau.
Timnas Putri pun kekurangan ajang berkelas dan ambisi memajukan sepak bola wanita yang sempat hidup di tahun 1980-an pudar.
Timnas Putri tetap mengikuti kejuaraan-kejuaraan seperti SEA Games atau Piala AFF, namun tanpa penggemblengan berarti seperti yang terjadi saat ini menuju Piala Asia 2022.
Setelah melewati Singapura dalam laga dua leg pada fase kualifikasi yang berlangsung September 2021, Timnas Putri bakal langsung berhadapan dengan Australia pada laga pertama Piala Asia 2022.
Salah satu unggulan utama itu memiliki skuad mewah. Tim berjuluk The Matildas itu dihuni 23 pemain yang mayoritas tampil di liga Eropa.
Sam Kerr, yang menjadi striker dan bermain untuk Chelsea, merupakan penghuni tim terbaik Liga Champions Eropa 2020/2021. Bek Ellie Carpenter yang dikontrak Olympique Lyon juga merasakan persaingan Liga Champions.
Bukti ketangguhan Australia adalah selalu berada dalam posisi empat besar Piala Asia sejak 2006 hingga 2018 termasuk ketika menjadi juara pada 2010.
Thailand pun memiliki pemain yang turut membawa negeri Gajah Putih itu menempati peringkat ketiga pada Piala Asia 2018. Sejatinya Thailand merupakan kekuatan tradisional sepak bola wanita Asia lantaran pernah rutin mengisi posisi empat besar pada perhelatan awal di pertengahan 1970 hingga 1980-an.
Filipina juga ditunjang pelatih anyar yang pernah membesut Australia. Pemain-pemain naturalisasi dan pemusatan latihan sejak November juga menjadi indikasi keseriusan Filipina membenahi prestasi sepak bola putri, selain kembali menggiatkan liga lokal.
[Gambas:Video CNN]