Atlet-atlet Indonesia sudah mulai bertanding di SEA Games 2021 Vietnam untuk mengharumkan nama bangsa di pentas kawasan Asia Tenggara.
Sebanyak 499 atlet dikirim ke Vietnam setelah melewati proses seleksi dari tim bentukan Kemenpora. Para atlet telah dilepas secara resmi oleh Presiden Joko Widodo dan diharapkan masuk klasemen tiga besar perolehan medali SEA Games 2021.
Akankah harapan itu terwujud? Dalam olahraga tak ada yang tidak mungkin. Hanya saja, melihat kekuatan yang dikirim, ambisi untuk memperbaiki pencapaian SEA Games 2019 akan sulit tercapai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini kontras dengan jumlah atlet Thailand yang mencapai 892 orang. Dalam pesta olahraga dwitahunan ini Thailand memburu 114 emas. Adapun Vietnam menerjunkan lebih dari seribu atlet.
Keberangkatan kontingen Indonesia ke SEA Games pun diwarnai sejumlah kontroversi. Salah satunya lebih memilih mengirim cabang olahraga vovinam dibanding senam ritmik yang lebih berprestasi.
Untuk menjawab sejumlah pertanyaan dan kontroversi itu, CNNIndonesia.com mewawancarai Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia di SEA Games 2021 Ferry J. Kono.
Berikut wawancara eksklusif CNNIndonesia.com bersama CdM Indonesia:
Target di SEA Games apakah realistis?
Ukurannya target apa dulu. Kalau target medali dari awal kita itu tidak menetapkan sebagai pencapaian. Justru kami mendapatkan target dari cabang olahraga saat review. Mereka yang mengusulkan jumlah atlet dan rencana medali sekian.
Kalau berdasarkan review kami dengan cabor, dari 40 cabor dan 39 yang kami review, hampir 123 medali emas. Tapi kan itu dari analisisnya cabor jika kekuatan [kontingen] sebesar ini.
![]() |
Waktu kita me-review juga punya parameter tertentu. Bukan cuma dari satu pihak, tetapi ada data lain yang jadi patokan. Pertama rekam jejak si atlet. Di situlah kita lihat kemungkinan meraih medali. Ditambah paparan cabor apa saja pencapaian selama pelatnas.
Nah itu yang kemudian jadi ukuran. Dari yang awalnya 123 medali emas itu, asumsi kita hanya bisa 60 hingga 70 persennya. Artinya sampai 70 medali emas. Kalau kita melihat SEA Games yang lalu empat besar, sehingga 70-72 emas yang realistis.
Kesepakatan pemerintah, NOC, dan cabor itu kan fokusnya cabor DBON, peluang medali emas, perak, perunggu. Artinya semua yang diberangkatkan peluang medali. Khusus non DBON yang peluang medali perak.
Yang jadi misi adalah dari 499 atlet yang berangkat ke SEA Games ini, kita jadi memiliki data terkini capaian para atlet. Itu yang paling penting. Data ini untuk program DBON.
Berarti Indonesia tidak akan juara umum SEA Games lagi?
Bisa saja, karena disadari atau tidak, SEA Games ini sudah tidak seperti yang lalu. Dia tidak murni ajang kompetisi yang mempertaruhkan atlet kita yang bertanding.
![]() |
Unsur tuan rumah selalu menjadi faktor X dan lucunya mereka belajar dari Indonesia. Saat kita merajai SEA Games dan tanpa disadari di kawasan regional ini mulai pintar, karena Indonesia juga yang mengajari.
Bagi kami SEA Games itu bukan sanction games, artinya apapun hasilnya tidak menjadi poin penting untuk atlet kita yang akhirnya bisa tampil di Olimpiade. Sehingga kita memang menjadikan SEA Games ini layaknya PON.
Kami berharap ke depannya di SEA Games ada cabor yang di-sanction, artinya di situlah kita habis-habisan pelatnasnya sehingga ketika berprestasi di situ, meraih medali, berpeluang ke Olimpiade.
Contohnya kehadiran kita di panahan Olimpiade karena kita berprestasi di Asian Games. Jadi itu bagian dari strategi. Sekarang sasaran pemerintah adalah Olimpiade pada akhirnya. Perubahan ini pada akhirnya tidak bisa memuaskan semua pihak.
Tapi saya juga ingin ingatkan, multievent itu bukan satu-satunya, masih ada single event. Justru bagaimana cabor ini bisa bertarung di single event regional, kontinental, maupun internasionalnya.
Kendala menuju SEA Games 2021 apa saja?
Kami melihat kendalanya akreditasi untuk ofisial. Tentu setiap federasi nasional ingin didampingi semua pelatih lengkap. Tapi karena ini multievent, team size itu diukur dengan jumlah atlet yang tanding.
Jadi ada kalkulatornya, tidak bisa sebanyak-banyaknya. Team size ini yang membuat ofisial sangat terbatas. Memang kita masih bermain di paradigma lama. Jadi antara tim latihan dan tim tempur relatif sama.
Seharusnya kita sudah mulai menyiapkan tim tempur. Waktu latihan kita boleh sebanyak-banyaknya, tetapi saat tempur kita sudah punya skuad tempur, baik itu dari tim pelatihnya maupun tim pendukungnya.
Itulah yang kami temui selama kunjungan ke cabor menjelang SEA Games. Dengan segala keterbatasan kami akan membantu ofisial yang ingin jalan tanpa harus mendapatkan akreditasi. Kita akan bantu itu agar semua bisa mendampingi.
Ada kendala pendanaan di SEA Games?
Bagi beberapa negara kendalanya sama dengan Indonesia karena sistem penganggaran mereka hampir sama. Ketika mereka sudah persiapan atlet, terus tidak jadi, mereka juga harus menganggarkan lagi tahun berikutnya.
Sama dengan kita. Keputusan SEA Games ditunda [dari 2021 ke 2022] pada pertengahan 2021, tetapi belum tahu kapan akan digelar. Mereka baru informasikan pada Mei 2022 pada September lalu.
Dari sisi keuangan negara, Agustus adalah bulan terakhir menentukan anggaran negara kita pada tahun depan. Jadi dari sisi waktu sudah terlewati. Kita pada Agustus belum tahu SEA Games jadi apa enggak.
Yang pemerintah tahu ditunda, tetapi tidak tahu sampai kapan. Praktis Indonesia, Filipina, Timor Leste, hampir sama, kita tidak punya anggaran keberangkatan dan pelatnas.
Kalau Singapura beda. Mereka itu diberikan sebuah sarana dan prasarana komersial yang dapat digunakan untuk keberangkatan atlet dan pelatnas dari NOC.
Dari sisi pemerintah, akhirnya menganggarkan, merevisi anggaran dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan Komisi X. Ini menunjukkan pemerintah sangat serius dengan olahraga kita.
Bersambung ke halaman kedua >>>