Gol pertama Curacao di laga pertama dan satu-satunya gol skuad La Familia Azul di laga kedua mengindikasikan lini kedua Curacao bisa memanfaatkan situasi. Timnas Indonesia dituntut bermain rapat ketika sedang bertahan sehingga tak membuat ruang kosong yang bisa dimanfaatkan lawan.
Keberadaan area kosong di second line menjadi tugas para pemain depan atau gelandang di saat bek-bek Timnas Indonesia sibuk mengantisipasi serangan lawan di kotak penalti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cara lain untuk mengantisipasi second line lawan yang selalu terisi seperti Curacao adalah dengan melakukan clearance yang benar-benar menjauh dari kotak penalti.
Pemain Timnas Indonesia menunjukkan semangat duel dalam menghadapi Curacao, namun tidak diimbangi dengan kemampuan fisik yang setara dengan lawan sehingga terlihat beberapa kali terjatuh. Hal tersebut dikeluhkan pelatih Curacao Remko Bicentini.
Jika menghadapi lawan-lawan dari Asia Barat, Timnas Indonesia akan dituntut menghadapi gaya physical football. Akan celaka jika laga dipimpin wasit yang melazimkan duel-duel fisik.
![]() |
Setelah gagal menuntaskan peluang terkadang pemain Timnas Indonesia langsung meluapkan ekspresi padahal bola masih berada di area pertandingan. Alih-alih menyesali kegagalan, ada baiknya jika para pemain tetap fokus dan konsentrasi lebih dulu mengejar bola jika memang masih ada di dalam lapangan.
Gol kedua Curacao di laga pertama menunjukkan hal ini. Ada ekspresi yang menyayangkan kegagalan finishing, sehingga kemudian pemain Curacao bisa merebut bola dan lantas melakukan serangan balik.
Saddil Ramdani tampil apik dalam dua laga, namun sayang pemain Sabah FC itu mendapat kartu kuning pada laga kedua. Sodoran tangan ke kepala lawan membuat wasit mengeluarkan kartu.
Emosi pemain Timnas Indonesia patut diperhatikan Shin karena ulah-ulah iseng bisa berhadiah kartu dari sang pengadil dan bukan tak mungkin bakal merugikan bila terjadi di kompetisi resmi.
(nva/har)