Jakarta, CNN Indonesia --
Bukan rahasia lagi bahwa Timnas Indonesia era Shin Tae Yong saat ini didominasi para pemain muda potensial. Namun, benarkah pelatih asal Korea Selatan itu sengaja potong generasi?
Rata-rata usia Timnas Indonesia dalam laga uji coba melawan Curacao adalah 21,9 tahun. Ini termuda sepanjang sejarah.
Sejatinya Shin Tae Yong bukan sosok pertama yang berani meremajakan skuad Timnas Indonesia. Ada Anatoli Polosin, Danurwindo, hingga Luis Milla yang sebelumya melakukan gebrakan dengan dominan memanggil pemain muda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya pun selalu tak mengecewakan. Polosin misalnya, mempersembahkan medali emas SEA Games 1991. Dengan skuad muda seperti Widodo C Putro dan Rochi Putiray yang masih 21 tahun, medali emas berhasil dicapai.
Ironisnya itu menjadi prestasi terakhir Merah Putih di kancah internasional. Memang ada gelar kejuaraan lain, tetapi statusnya tak istimewa karena gengsinya kalah jauh dengan SEA Games atau Piala AFF apalagi Piala Asia.
Namun narasi potong generasi rasanya kurang tepat. Ini karena setiap pemain punya kesempatan yang sama untuk membela Timnas Indonesia. Tak ada pula skuad Timnas Indonesia yang benar-benar tanpa sosok pemain senior.
 Egy Maulana Vikri jadi langganan Timnas Indonesia senior. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
Skuad asuhan Shin Tae Yong contohnya, masih diperkuat sosok Fachruddin Aryanto. Pemain 33 tahun ini adalah satu-satunya generasi tersisa dari skuad Piala AFF 2016 dan 2018 saat melawan Curacao pda 24 dan 27 September.
Ada pula Marc Klok, Nadeo Argawinata, Dimas Drajad, Yakob Sayuri, hingga Ricky Kambuaya yang sedang dalam usia keemasan. Potong generasi kiranya hanya narasi puja puji dari analisis yang kurang komprehensif.
Skuad muda atau bukan semata-mata hanya soal kualitas dan selera pelatih. Pemain yang dipanggil adalah yang memenuhi kualifikasi dan karakter dengan gaya bermain yang diinginkan seorang pelatih.
 Elkan Baggott mulai diberikan kepercayaan penuh di Timnas Indonesia senior. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
Dalam hal ini Shin sangat suka dengan talenta muda. Kualitas pemain yang dipanggil Shin bisa saja diperdebatkan, tetapi mentalitas, disiplin, dan daya juang mereka yang dipanggil menggambarkan struktur bangun Timnas saat ini.
Dalam artian, pemain yang sedang impresif di kompetisi tetap terbuka peluangnya dipanggil Timnas Indonesia. Dan, kembali lagi, paradigma skuad muda atau senior dengan istilah kebablasan potong generasi, akan diukur dengan prestasi.
Karenanya Piala AFF tetap menjadi tolok ukur sukses Shin di Timnas Indonesia. Ini karena SEA Games menjadi ajang pemain U-22 dan Piala Asia rasanya masih terlalu jauh untuk digapai dengan situasi dan kondisi terkini.
Baca lanjutan analisis ini di halaman berikutnya>>>
Sepanjang 2022, Timnas Indonesia membukukan 23 gol dari sembilan pertandingan. Dari jumlah itu, empat gol di antaranya disumbang pemain berposisi striker atau penyerang.
Memang empat gol itu jumlah yang minim, tetapi menggembirakan jika dilihat secara seksama. Keempat gol tersebut tercipta dalam tiga pertandingan terakhir Timnas Indonesia di ajang resmi maupun uji coba.
Dimas Drajad mencetak tiga gol dari tiga laga (melawan Nepal pada 14 Juni dan Curacao pada 24 dan 27 September) serta Dendy Sulistyawan dengan satu gol. Hal inilah yang menjadi kabar gembira bagi Timnas Indonesia.
Sebelumnya, Shin kepayahan mencari sosok ujung tombak. Striker-striker yang dipanggil tidak bisa memenuhi ekspektasi. Karenanya Shin tak memanggil lagi striker yang dianggapnya mengecewakan saat diberi kesempatan.
Dalam masa pencarian itu, Shin mengandalkan gelandang dan winger sebagai tumpuan. Itu mengapa Ricky Kambuaya dan Witan Sulaeman menjadi top skor sementara Timnas Indonesia selama 2021-2022 dengan lima gol.
Pertandingan kedua melawan Curacao di Stadion Pakansari pada 27 September memperlihatkan ide Shin. Untuk pertama kalinya selama menangani Timnas Indonesia sejak 2020, Shin menggunakan skema 4-2-3-1.
Biasanya pelatih 52 tahun tersebut menggunakan formasi awal 4-3-3 atau 3-4-3, serta 4-4-2. Kepercayaan diri Shin memasang satu striker di depan menjadi bukti bahwa Timnas Indonesia sudah mulai menemukan pecahan keping yang dicari.
 Dendy Sulistyawan cetak gol penentu kemenangan di Indonesia vs Curacao jilid kedua. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
Namun demikian masih terlalu dini untuk mengatakan Timnas Indonesia telah menemukan permainan terbaiknya. Belum semua talenta terbaik Indonesia dipilih Shin dan batas maksimal keahlian pemain belum tereksplorasi.
Dimas sebagai pemain nomor sembilan perlu menjaga konsistensi atau bahkan meningkatkan kapasitas dirinya. Adapun Dendy atau Muhammad Rafli perlu bekerja lebih keras untuk bisa mendapat satu tempat di skuad Piala AFF.
Setidaknya ada waktu dua bulan lebih atau sembilan pekan pertandingan Liga 1 2022/2023 untuk membuktikan diri. Pemain yang tampil menonjol dalam kompetisi kasta tertinggi ini besar kemungkinan akan dipanggil.
Benarkan demikian? Shin dengan tegas mengatakan tidak menganakemaskan satu dua pemain. Baginya kualitas, karakter, dan disiplin adalah parameter. Inilah wajah Timnas Indonesia yang sedang dibangun Shin tanpa potong generasi.
[Gambas:Video CNN]