Saat situasi mulai tidak kondusif tersebut, Ian dan rekannya mencoba keluar dari tribune. Para penonton berebut keluar. Desak-desakan tak terelakkan. Saat itulah banyak orang yang pingsan dan kepayahan.
Hal ini membuat penonton beringas. Mereka melampiaskan kekesalan atas tindakan represif aparat dengan menggulingkan mobil K-9 polisi yang terparkir dekat lapangan. Gas air mata jadi pemicunya.
Dalam kondisi seperti itu, lampu stadion dipadamkan. Dari empat tower lampu stadion, sebagian besar dimatikan. Hanya sisi bagian bawah saja yang dinyalakan. Sisi ini adalah lampu yang mengarah ke lapangan pertandingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dika, Aremania asal Gedangan, menggambarkan proses keluar dari tribune sangat kacau. Karena gas air mata yang menyesakkan mengepul di tribune, penonton berebut keluar. Hujan gas air mata membuat kepanikan pecah.
"Kalau masnya sudah lihat video yang desak-desakan di pintu keluar, saya ada di situ. Situasinya memang sangat kacau. Pintu keluarnya sempit, sementara yang mau keluar banyak. Itu yang jadi masalah," ujar Dika.
Dari pantauan CNNIndonesia.com di Stadion Kanjuruhan, pintu masuk dan keluar stadion memang kecil. Pintu tribune hanya satu meter di bagi dua dengan pembatas besi di tengah. Semua pintu masuk berkarakter serupa.
Pedagang di samping gate 13, Siti mengisahkan peristiwa pada Sabtu (1/10) malam itu sangat mencekam. Ia mendengar suara tembakan dan jeritan histeris dari dalam stadion. Mengingat kejadian itu Siti sampai merinding.
"Saya sembunyi di sini saat kejadian. Takut. Habis pertandingan banyak yang di sini. Saya cuma bisa kasih air, bantuin yang dibawa ke sini. Tembok [berongga] kan jebol itu, ya dibuat keluar sama penonton," katanya.
Situasi mencekam di Kanjuruhan berlanjut hingga dini hari. Bahkan sekitar pukul tiga pagi, masih banyak yang bergeletakan di lantai depan kios-kios. Saat terang, suasana makin mencekam karena sirine ambulan mulai meraung-raung.