TESTIMONI

Ferril Hattu: Pertemuan Diam-diam Berujung Emas Bersejarah

Ferril Raymond Hattu | CNN Indonesia
Rabu, 05 Okt 2022 19:05 WIB
Ferril Raymond Hattu, eks Timnas Indonesia saat meraih medali emas SEA Games 1991. (Arsip Pribadi Ferril Raymond Hattu)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sepak bola bagi saya itu hobi yang menjadi filosofi hidup. Banyak sekali manfaat yang bisa diambil untuk kehidupan saya seperti koordinasi, kerja sama, dan mengambil keputusan. Di situ juga ada egoisme, tapi tujuannya selalu sama, yaitu tujuan meraih sukses bersama tim.

Berbagai pengalaman suka maupun duka telah saya rasakan di sepak bola. Satu momen yang paling tak terlupakan tentu saat saya menjadi kapten Timnas Indonesia di SEA Games 1991 dan berhasil membawa Indonesia meraih medali emas.

Waktu itu perjuangan kita meraih medali emas SEA Games 1991 memang luar biasa. Kami lakukan uji coba dengan ikut turnamen Piala Presiden Korea Selatan melawan negara-negara langganan Piala Dunia seperti tuan rumah Korea Selatan, Malta, dan Mesir.

Dari tiga pertandingan kami selalu kalah. Lawan Malta kalah 0-3, Korea 0-3, dan Mesir 0-6.

Sepulang dari Korea, semua media menghajar kami habis-habisan. Kami disebut tidak punya prospek, tidak bagus, dan tidak bisa diharapkan untuk mendapatkan medali. Tidak ada satupun media yang tidak menghajar kita.

Tapi harus diingat apa yang dilaporkan oleh pelatih Timnas Indonesia Anatoli Polosin ke KONI untuk menentukan target medali sepak bola di SEA Games.

Dia bawa data fisik kami semua kemudian dikomparasi dengan hasil tes yang dilakukan KONI Pusat , ternyata KONI berani menargetkan kami meraih emas di SEA Games 1991. Jadi penilaian KONI yakin kalau kita bisa dapat emas dari sisi fisiknya.

Fisik pemain Timnas Indonesia saat itu terbukti hanya kalah dari atlet dayung. Artinya kalau fisik sudah kuat otomatis mentalnya kuat dan kami bisa percaya diri. Itu kondisi psikologis kami saat itu.

Makanya kenapa pemain-pemain senior yang sudah punya nama besar dan papan atas waktu itu tidak terpilih masuk skuad karena Polosin mencari pemain muda, khususnya yang punya fighting spirit dan mental petarung serta tenaga ekstra kuat untuk mendukung skema bermainnya.

Jadi waktu SEA Games 1991 itu pemain-pemain Indonesia yang dipanggil itu tidak semua punya skill tinggi. Tapi justru tulang punggungnya adalah orang-orang yang mau kerja keras dan semangat juang yang luar biasa dan punya tenaga.

Makanya Polosin ngotot minta kita latihan tiga kali sehari kayak minum obat untuk bisa masuk ke level yang diinginkan. Waktu itu sempat ada pemain bertanya: "Kenapa kok kita latihan tiga kali sehari?". Polosin malah tantang balik kita semua, "Sekarang adakah metode yang lebih baik dari ini? Kalau ada saya akan pakai itu."

Semua pemain tidak ada yang bisa menjawab. Polosin bilang kita butuh latihan seperti ini demi mencapai level fisik yang terbaik. Saking capeknya sampai-sampai para pemain kita bilang 'Ini pelatih kapan sakitnya ya' supaya libur latihan.

Waktu itu mengakibatkan dua pemain tidak kuat nahan emosi yaitu Jaya Hartono dan Fakhri Husaini yang kemudian lari dan menghilang dari TC. Padahal waktu itu kita butuh tenaganya.

Ferril Raymond Hattu saat membela Petrokimia Gresik. (Arsip Pribadi Ferril Raymond Hattu)

Kemudian sebelum kita berangkat ke Manila kami juga dapat ujian. Kami diberitahu oleh Ketua Umum PSSI Kardono dan Manajer tim IGK Manila bahwa mereka hanya bisa memberikan bonus sebesar Rp3 juta jika berhasil membawa Indonesia meraih emas.

Nilai tersebut berbeda sangat jauh waktu di SEA Games Kuala Lumpur saat dimanajeri Nirwan Bakrie. Waktu itu sekali menang saja kami dapat bonus Rp3juta.

Sekarang kita bisa dapat bonus Rp3 juta kalau dapat emas. Teman-teman awalnya pada kecewa berat. Saya lihat muka-muka pemain pada sedih. Lalu sebagai kapten saya kumpulkan para pemain di kamar saya waktu kita baru tiba di Manila. Pelatih Anatoli Polosin tidak tahu sama sekali kita kumpul.

Saya bilang ke teman-teman "Ayo kita enggak usah pikir duitnya, nanti juga kalau uang itu kamu belikan mobil bisa ditabrak, beli rumah bisa kebakar, hilang juga duitnya. Kita sudah latihan berat sehari tiga kali, masa kita mau loyo perkara kayak gitu. Tapi kalau kita juara namamu akan tertulis dalam sejarah sampai mati. Itu kebanggaan anak cucu kita."

Saya tekankan lagi: "Tolong-tolong kita sudah kepalang basah, tahan saja. Pokoknya kalau kita juara, kita akan juara di luar kandang bukan jago kandang". Sebab waktu kita juara SEA Games 1987 itu kan digelarnya di Indonesia.

Akhirnya para pemain sedikit bisa menerima. Kami pun mampu menyapu bersih tiga pertandingan di Grup A melawan Malaysia, Vietnam, dan Filipina dengan kemenangan dan hanya sekali kemasukan. Waktu itu kami merasa fisik kita itu tidak ada capek-capeknya main lawan mereka.

Terus waktu di semifinal kami melawan Singapura. Kita tahu Singapura punya targetman berbahaya yaitu Fandi Ahmad. Terus saya instruksikan ke Sudirman [rekan Ferril di lini belakang Timnas Indonesia]: "Dirman, saya minta kamu keluarkan Fandi Ahmad dari lapangan, tapi saya tidak mau kamu dapat kartu!"

Akhirnya 20 menit kemudian, Sudirman berhasil membuat Fandi Ahmad keluar karena cedera. Sudirman pun tidak mendapatkan kartu sama sekali. Saya bilang ke Dirman: "kamu tooop!". Akhirnya kami berhasil mengalahkan Singapura lewat adu penalti dan lolos ke final.

Suasana jelang final itu sangat menegangkan sekali. Kami turun ke lapangan dengan konsentrasi penuh. Jelang final saya juga tidak banyak bicara. Saya sudah cukup bicara panjang lebar waktu pertama kali kami datang di Manila.

Tapi, setiap pertandingan saya selalu bertanya kepada setiap pemain satu per satu. "Apakah kamu masih kuat enggak? Hanafing masih kuat tidak? Widodo C Putro apakah kamu masih kuat?". Itu saja.

Akhirnya kami mampu menahan Thailand di waktu normal dan memaksa mereka adu penalti. Di babak adu penalti saya menjadi penendang pertama.

Saya selalu menjadi penendang pertama penalti karena sebagai kapten saya harus memberikan keyakinan kepada penendang-penendang berikutnya. Menjadi penendang pertama itu luar biasa berat karena kalau gagal pasti 'mati'. Tapi saya yakin karena saya punya fisik prima dan punya pengalaman. Kuncinya menendang penalti itu harus yakin.

Akhirnya kita menang adu penalti dan berhasil merebut medali emas SEA Games di luar kandang. Mission complete.

Suasananya saat itu begitu luar biasa. Semua orang bahagia. Saya juga sempat nangis sewaktu lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Itulah momen yang tidak bisa saya lupakan sepanjang karier.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Ferril Raymond Hattu, Tambah Ilmu dari Nonton Video Liga Belanda


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :