ANALISIS

Iwan Bule Dipaksa Mundur, Efek Panas KLB, dan Nasib Timnas

Abdul Susila | CNN Indonesia
Sabtu, 15 Okt 2022 08:24 WIB
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan meminta Ketua Umum PSSI dan jajaran pengurus mengundurkan diri.
Ketua PSSI Mochamad Iriawan disarankan mundur oleh TGIPF. (CNN Indonesia/ Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan meminta Ketua Umum PSSI dan Komite Eksekutif (Exco) mengundurkan diri dari federasi.

Dalam dokumen laporan yang disampaikan ke Presiden Joko Widodo, TGIPF menyebut PSSI tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran, serta cenderung mengabaikan peraturan dan standar yang sudah dibuat FIFA.

PSSI pimpinan Mochamad Iriawan juga dinilai saling melempar tanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan yang menelan 132 korban meninggal dunia. Sikap seperti ini dianggap akar masalah buruknya kompetisi di Tanah Air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengacu Statuta PSSI, anggota PSSI berhak mengirim pengunduran diri ke Sekretariat Jenderal selambatnya enam bulan sebelum akhir tahun kalender. Ini sesuai dengan Statuta FIFA 2022.

Masalahnya, ini sudah di pengujung tahun atau kurang dari enam bulan. Dengan kata lain pengunduran tersebut tidak memenuhi syarat statuta. Lantas bagaimana caranya agar bisa tetap mundur?

Mengacu Statuta PSSI, dua cara untuk menggelar KLB. Pertama atas permintaan Exco, dan kedua diminta oleh 50 persen anggota PSSI. Diketahui pemilik suara PSSI pada 2022 ini berjumlah 85.

Pemilik suara itu terdiri dari 34 Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI, 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, dan 1 Asosiasi Futsal. Artinya 43 pemilik suara sudah bisa mengajukan penyelenggaraan KLB.

Banner live streaming MotoGP 2022

Mengacu Pasal 30 Statuta PSSI, KLB harus digelar tiga bulan setelah adanya permintaan. Pemberitahuan lokasi dan tanggal KLB ini harus sudah disampaikan ke anggota paling lambat empat pekan sebelum pelaksanaan.

Dalam KLB inilah pengunduran diri ketua, wakil, dan Exco dapat ditetapkan. Dengan demikian pula harus ditetapkan tim transisi dan Komite Pemilihan untuk menjaring calon ketua umum dan anggota Exco baru.

Namun, berkaca dari sebelum-sebelumnya, KLB selalu menimbulkan situasi panas. Apalagi pengunduran Exco PSSI kali ini terkesan ada pemaksaan. Ini tak seperti kasus Edy Rahmayadi.

Bahkan ada masa PSSI sampai berseteru dengan PSSI karena dualisme federasi. Dalam artian TGIPF bisa saja menyarankan Exco PSSI mundur, tetapi sama sekali tidak bisa memaksakan kehendak.

Pintu tribun jadi salah satu saksi bisu mencekam Tragedi Kanjuruhan setelah laga Arema FC vs Persebaya. Banyak suporter sesak nafas dan pingsan akibat dihujani gas air mata. Senin (3/10/2022). CNN Indonesia / Andry NovelinoPintu tribun jadi salah satu saksi bisu mencekam Tragedi Kanjuruhan. (CNN Indonesia / Andry Novelino)

Jika Exco PSSI yang kini tinggal 13 (setelah Wakil Ketua Umum II Cucu Soemantri dan Yunus Nusi mundur), menolak saran TGIPF, pemerintah tak bisa menekan. Jika sampai ikut campur, FIFA bisa memberi sanksi pembekuan.

Lain ceritanya jika 50 persen dari Exco mundur atau hanya tersisa tujuh, dengan terpaksa digelar KLB. Yang berhak menggelar KLB adalah Komite Pemilihan sebelumnya. Hanya saja KLB ini sekadar mengisi posisi yang lowong.

Karenanya rekomendasi TGIPF agar Mochamad Iriawan alias Iwan Bule dan segenap anggota Exco mundur, bisa membuat hubungan PSSI dan pemerintah memburuk. Apalagi ada poin kompetisi tak bisa digelar jika tak ada perubahan.

Ini ancaman yang serius. Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, terancam tak bisa bergulir sampai Exco PSSI mundur. Artinya pula pemerintah akan menggunakan suara 50 suara untuk memaksa Exco PSSI menggelar KLB.

Baca di halaman berikutnya>>>

Lingkaran Setan ke Timnas dan Klub

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER