Apa Pentingnya Menghujat Wasit?
Saya heran, kenapa sih orang-orang gampang sekali menghujat wasit sepak bola Indonesia? Seolah-olah paling paham regulasi ketimbang PSSI yang dihuni sederet orang hebat itu.
Saban minggu, ada saja ejekan-ejekan untuk si pengadil. Yel-yel "wasit goblok" tetap akrab terdengar dari dari tribune suporter.
Segala sumpah serapah dengan mudahnya bergentayangan di media sosial. Dasar netizen. Sok paling iye aje pade! Hehehe
Saya sih inginnya membela wasit yang sering dijadikan kambing hitam. Karena mereka juga manusia yang tak luput dari kesalahan. Tapi, apa boleh buat. Terkadang netizen Indonesia yang 'berisik' itu suka benar adanya! Ibarat tak ada asap tanpa api. Pasti ada keputusan 'aneh' terjadi di sana.
Memang, tak semua penilaian suporter tersebut benar. Mereka hanya bisa buat kesimpulan singkat lewat pandangan mata dari kejauhan. Apalagi tak semua suporter paham laws of the game (LOTG) yang terus mengalami pembaruan.
Namun, era informasi digital yang tak terelakkan kini membuat semua orang bisa jadi pengamat sepak bola dadakan. Selang beberapa saat usai laga, cuplikan insiden kontroversial bisa viral di media sosial.
Netizen bahkan sampai sebegitu niatnya mengulik regulasi pertandingan dari sumbernya langsung untuk menganalisa kontroversi yang terjadi. Sebab IFAB membuka akses selebar-lebarnya bagi siapa pun yang ingin melongok 'kitab suci' peraturan pertandingan di situs resminya.
Kebetulan, sederet keputusan kontroversi yang kadung viral sering kali murni kesalahan fatal dari wasit.
Apalagi, masalahnya acap kali masih berkutat di tataran elementer: offside dianggap onside dan pelanggaran-pelanggaran keras tak diganjar sanksi setimpal.
Menghukum 12 wasit
Di awal kompetisi, Komite Wasit PSSI sempat memberikan sanksi tegas dengan 'memarkir' 12 wasit yang membuat kesalahan fatal di Liga 1 2022/2023.
Nama-nama mereka pun dirilis di laman resmi federasi. Lima di antaranya wasit utama, tiga asisten wasit, dan empat lainnya additional assistant referee (AAR) atau asisten wasit tambahan yang berada di sisi kiri gawang.
Namun upaya itu tidak membuahkan hasil positif. Kesalahan wasit masih terjadi. Sederet keputusan kontroversial tak kunjung berhenti. Bahkan hingga liga akan memasuki pekan terakhirnya.
Honor tinggi yang diberikan PSSI tak lantas menjadi solusi. Pemain, pelatih, dan manajemen klub sering berkeluh kesah soal keputusan 'gila' dari pengadil lapangan.
Wasit terbaik Indonesia, Thoriq Alkatiri, tak membantah ada beberapa keputusan kontroversi di Liga 1. Namun, ia berdalih itu karena faktor human error.
Thoriq adalah satu dari lima wasit tengah asal Indonesia yang mengantongi lisensi FIFA. Ia enggan berbicara lebih jauh soal dugaan mafia wasit yang diibaratkan seperti 'bau kentut'. Aromanya tercium, wujudnya tak nampak.
Lain cerita dengan Jimmy Napitulu. Mantan wasit FIFA mengaku sedih melihat anjloknya kinerja pengadil dari Indonesia belakangan ini.
Alih-alih semakin maju, kualitas Indonesia malah menurun drastis. "Kadang-kadang mau nangis kita lihatnya," cetus Jimmy.
Jimmy adalah wasit legendaris Indonesia yang bisa dibilang paling banyak memiliki jam terbang memimpin laga internasional.
Jika Mr Fairplay --julukan Jimmy-- mengaku sedih melihat kualitas wasit Indonesia saat ini, maka ekosistem wasit kita memang sedang tidak baik-baik saja.
Jimmy berpendapat, anjloknya kualitas wasit Indonesia karena salah urus. Komite Wasit PSSI tak menjalankan tugasnya dengan benar.
Kursus wasit menjadi ladang bisnis. Asal bayar sesuai banderol, peserta bisa lolos dengan gampang. Penunjukan wasit di Liga 1 masih berdasarkan kedekatan. Bahkan, tak jarang wasit memberi 'upeti' agar rutin ditugaskan.
Imbasnya, banyak keputusan kontroversi di lapangan. Wasit tak cakap kerap melakukan kesalahan fatal yang membuat dahi bekernyit.
Sanksi dari Komite Wasit pun dianggap tidak tegas. Hanya mengistirahatkan sejumlah wasit di awal-awal kompetisi. Tak ada lagi sanksi yang diumumkan selepas Tragedi Kanjuruhan.
Menjadi-jadi
Faktanya, keputusan keliru dari wasit masih marak terjadi. Bahkan makin menjadi-jadi. Keputusan tidak presisi ini yang kini jadi beban Erick Thohir usai terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, 16 Februari 2023.
Majunya Erick sebagai Ketum PSSI sejatinya memunculkan secercah harapan. Pengalaman mengurus tim-tim luar negeri macam Inter Milan dan DC United semestinya jadi modal kuat untuk membenahi sepak bola Indonesia.
Menteri BUMN itu juga punya kedekatan dengan Presiden FIFA Gianni Infantino. Artinya, tak ada alasan bagi Erick untuk gagal menata ulang sistem kelola sepak bola Tanah Air. Termasuk urusan membenahi kualitas wasit yang kian memprihatinkan.
Janji Erick untuk melayangkan kartu merah kepada mafia bola Indonesia pun harus dipenuhi. Begitu pula dengan ancaman sanksi seumur hidup bagi pelaku.
Erick tak boleh terjebak dengan kata-kata mafia wasit ibarat kentut. Aromanya tercium namun tak ada wujudnya. Slogan tersebut tak sepenuhnya benar, Pak Erick!
Pada 2019, Satgas Antimafia Bola melakukan gebrakan besar dengan menangkap 16 tersangka yang terlibat pengaturan skor. Tim tersebut dipimpin Kasatgas BJP Hendro Pandowo.
Salah satu orang lama di PSSI yang ditangkap adalah mantan Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono. Ia dinilai sebagai dalang pengrusakan dokumen bukti pengaturan skor.
Sayang, masa tugas Satgas Antimafia Bola pun berakhir pada Agustus 2020, setelah beberapa kali diperpanjang oleh pimpinan Polri.
Sejak saat itu, cerita-cerita tentang mafia bola kembali jadi "kentut". Sebatas rumor atau cerita dari mulut ke mulut yang sayup-sayup terdengar. Hening.
Tak ada jalan lain. PSSI harus kembali menghidupkan tim pemburu mafia bola. Ada Satgas Antimafia Bola saja para pengatur skor masih berkeliaran, apalagi tidak ada?
Hukum tanpa tedeng aling-aling
Selain kembali menghadirkan Satgas, PSSI harus menunjuk Komite Wasit yang benar-benar memahami dunia perwasitan. Tegas dan tanpa kompromi saat memberi sanksi.
Satu kesalahan fatal terjadi, wasit langsung parkir hingga akhir musim. Bagaimana jika banyak wasit melakukan kesalahan? Hukum semuanya tanpa tedeng aling-aling!
Bagaimana kalau kekurangan wasit? Bayar wasit luar negeri. Ini menjadi opsi terakhir untuk membuat wasit-wasit Indonesia jera introspeksi diri.
Saya yakin, banyak wasit Indonesia yang punya kualitas bagus. Buktinya saat ini kita punya 12 wasit berlisensi FIFA. Lima di antaranya wasit utama dan sisanya asisten wasit.
Sayangnya, kualitas mereka bak terkungkung iklim sepak bola Indonesia yang memang tak sehat.
Keberadaan Erick dan juga mantan Menpora Zainudin Amali di kursi tertinggi PSSI semestinya bisa jadi kekuatan besar. Apalagi keduanya adalah orang-orang dekat istana.
Slogan PSSI butuh nyali yang selalu digaungkan Erick harus dipertanggungjawabkan secara serius. Jangan sebatas kampanye atau batu loncatan menuju kontestasi Pemilihan Presiden 2024.
Pak Erick saat ini memang sedang pusing tujuh keliling lantaran Piala Dunia U-20 2023 batal digelar di Indonesia. Gelombang penolakan keterlibatan timnas Israel dari kalangan masyarakat dan dua gubernur jadi penyebab utamanya.
Namun, penyakit akut wasit kontroversi di sepak bola Indonesia tak boleh dilupakan. Anda juga harus tegas menjalankan janji layaknya pria bernyali, benahi benang kusut wasit Indonesia yang telah lama hidup sebagai benalu.
(vws)Jun Mahares
Penggemar sepak bola, penikmat kopi, dan pengagum paradigma kritis. Sempat meniti karier di SuperBall dan kini berkarya sebagai writer CNNIndonesia.com.
Selengkapnya