Jakarta, CNN Indonesia --
Jadi Top Skor Liga Indonesia 2003 bersama PSM Makassar menjadi momen paling indah yang tidak saya lupakan sepanjang karier.
Dulu saya juga pernah menjadi top skor, tapi di Liga 2 Chile bersama Universidad de Chile tahun 2000-2001 dengan mencetak 24 gol. Setelah itu saya berangkat ke Indonesia dan jadi top skor di PSM.
Waktu jadi Top Skor di PSM awalnya gol saya hampir sama dengan rekan duet saya di tim yaitu El Loco (Cristian Gonzales). Saya 28 gol, dia 25 gol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi di sisa 10 pertandingan, saya dibantu oleh El Loco. Dia kasih umpan terus sampai saya mencetak 31 gol. Seharusnya saya bisa mencetak 33 gol, tapi dua penalti gagal.
Kami (bersama Gonzales) juga bikin rekor sebagai duet Amerika Latin yang cetak 58 gol dari total 68 gol yang dicetak PSM di 2003.
Sebab itu Makassar punya tempat sendiri di hati saya. Setiap saya kemana pun di Makassar pasti semua orang terima. Makassar adalah rumah kedua saya.
Suporter di Makassar juga luar biasa karena saya selalu diingat. Saya tidak bisa lupa setiap saya masuk ke lapangan, mereka selalu bernyanyi 'Oscar Aravena...vena...vena...vena', buat saya itu susah dilupakan. Itu buat saya semakin semangat.
Kunci sukses saya jadi Top Skor Liga Indonesia juga karena pengaruh keluarga. Kemana-mana keluarga selalu saya bawa. Makanya saya selalu bisa tampil 100 persen. Keluarga itu nomor satu.
Pengurus PSM juga mengatakan kalau cari pemain dari luar negeri yang sudah menikah harus datang bersama keluarga. Supaya dia tidak rindu dan tidak tidur malam. Karena di sini (Indonesia) jam 12 malam, di sana bisa jam 12 siang. Jadi hilang waktu untuk pemain istirahat.
Waktu di PSM juga ada satu gol yang paling cantik yang saya cetak ketika PSM lawan Persebaya. Waktu itu (kiper) Hendro Kartiko main di Persebaya.
Gol itu tercipta setelah saya di kotak penalti menerima umpan lambung dari Samsul Chaerudin. Hendro Kartiko maju untuk menggapai bola dan saya juga melompat ke udara.
[Gambas:Instagram]
Akhirnya saya yang memenangkan duel dan mencetak gol pakai sundulan. Itu gol paling cantik.
Setelah dari PSM, saya pindah ke Persela. Anehnya, lima pertandingan pertama berturut-turut saya tidak bisa-bisa bikin gol. Susah. Susah sekali.
Nah waktu itu ada seorang pentolan suporter Persela namanya Hidayat mengajak saya ritual mandi ke gunung. Dia bilang mau bantu saya biar bisa cetak gol lagi. Awalnya saya tidak percaya, tapi saya coba saja.
Dia bawa saya ke tempat mata air di sebuah pegunungan di dekat kawasan wisata sekitar satu jam dari pusat kota Lamongan.
Saya berangkat jam 4 pagi. Pas lihat airnya kotor saya enggak mau mandi. Air itu karena alami ya bawahnya masih tanah jadi cokelat-cokelat gitu warnanya.
Kemudian jam 6 saya mandi di situ. Mandinya cuma sebentar, hanya 5 menit karena airnya kotor. Waktu mandi saya tutup mulut dan mata.
Setelah itu saya hari Seninnya saya latihan. Kemudian hari Kamis saya tanding di Sidoarjo, saya langsung cetak tiga gol. Dari situ saya terus cetak gol hingga akhirnya di Persela saya bisa cetak 22 gol.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Selain momen menyenangkan, ada juga momen yang menyedihkan di Indonesia. Yaitu ketika saya terkena hukuman larangan bermain seumur hidup di Indonesia karena saya main di Liga Primer Indonesia (IPL) bersama Bali Devata.
IPL waktu itu dianggap kompetisi ilegal oleh PSSI, makanya semua pemain yang main di sana dihukum. Tapi saya bersyukur karena Pak Andi Darussalam bantu saya di PSSI sehingga hukuman saya berkurang menjadi hanya tujuh bulan skorsing. Setelah itu saya main di Barito Putera. Saya bantu Barito juara Divisi 1 untuk promosi ke Divisi Utama.
Nah, waktu jadi Top Skor Liga Indonesia 2003 itu saya juga sempat ditawari jadi Warga Negara Indonesia.
Tapi saya menolak karena saya merasa masih muda. Umur saya masih 24 tahun dan berpikir saya akan punya karier bagus terus.
Saya akhirnya menyesal karena menolak jadi WNI. Padahal kalau waktu itu diterima saya bisa main di Timnas Indonesia, saya juga bisa main lama di Indonesia seperti El Loco.
Tapi saya punya anak yang lahir di Jakarta tahun 2006 namanya Josefa Aravena. Dia sekarang atlet Voli yang sudah masuk di Universitas di Chile. Tingginya hampir dua meter.
Sekarang dia berusia 17 tahun. Nanti dia bisa pilih jadi WNI, karena memang dia suka Indonesia. Dia juga pernah tinggal di Indonesia. Dia baru pindah dari Indonesia ke Chile saat dia umur 13 tahun. Jadi baru empat tahun di Chile. Saya sangat senang dan mendukung jika anak saya mau pilih jadi WNI dan bela Timnas Voli Indonesia.
Keluarga kami cinta Indonesia. Waktu di PSM saya juga berjanji akan balas budi kepada Indonesia yaitu saya akan melatih anak-anak Indonesia agar menjadi pemain bola yang bagus. Saya akan senang jika melihat anak-anak didik saya bisa memperkuat Timnas Indonesia.
[Gambas:Photo CNN]
Saya bersyukur karena saat ini saya melatih GFA Celuk di Bali. Saya tidak mau langsung ke atas menjadi pelatih Liga 1. Saya mau mulai dari bawah dulu. Saya mau kembalikan semua yang diberikan Indonesia kepada saya. Waktu saya jadi Top Skor saya janji sama Tuhan, 'kalau saya top skor saya latih anak-anak kecil supaya nanti bisa main di liga'.
Saya cinta Indonesia, makanya saya pilih latih anak kecil Indonesia. Saya kasih pengalaman yang saya punya. Saya kasih tahu mereka tentang disiplin supaya bisa jadi pemain profesional.
Saya sekarang sudah punya lisensi A Amerika Latin. Tapi saya tidak mau buru-buru. Saya mau sama anak-anak dulu dalam dua, tiga, atau lima tahun baru saya ke atas (ke Liga 1). Saya punya proyek di sini untuk melatih U-12, U-13, U-14, U-15, dan U-17. Saya akan selesaikan pekerjaan saya dulu. Saya mau nanti jadi pelatih di Liga 1, tapi nanti delapan atau 10 tahun lagi.
 Oscar Aravena (kiri) saat bersama Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri. (Arsip Istimewa) |
Sekarang Indonesia akan tampil di Piala Dunia U-17 2023, saya lihat pemain Indonesia seperti tim baru dibikin. Memang mereka punya fisik untuk bisa main dalam intensitas tingkat tinggi. Tapi ini Piala Dunia, jika dibanding timnas dari negara lain seperti Amerika Latin atau Eropa mereka sudah lama bersama sekitar empat tahunan.
Tetapi, mudah-mudahan Timnas Indonesia bisa lolos dari grup dan masuk delapan besar. Karena Indonesia jadi tuan rumah akan dapat dukungan suporter yang bisa buat anak-anak U-17 main maksimal.
Pesan saya, pemain Timnas Indonesia U-17 harus main maksimal, fokus, disiplin, dan sabar jangan buru-buru.
[Gambas:Video CNN]