Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelajahi keindahan panorama Sulawesi Selatan (Sulsel), tidak berhenti hanya pada Maros dan Makassar. Berikutnya, Bulukumba, Sulawesi Selatan menjadi pilihan menarik sebagai destinasi wisata selanjutnya.
Sebagai daerah asal kapal pesiar Pinisi, tidak lengkap rasanya jika melewatkan sensasi pesisir pantai serta keindahan laut di tanah Sulsel.
Bersama rombongan Datsun Risers Expedition (DRE) 2, CNNIndonesia.com berangkat menuju lokasi menarik, dengan iming-iming keindahan laut setelah sebelumnya bertolak dari Makassar. Kali ini GPS sudah diarahkan menuju Pulau Bira, Bulukumba salah satu pantai terbaik di sana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain keindahan pantainya, pengunjung biasanya memilih beberapa kegiatan, seperti snorkling maupun diving. Sebagai pelengkap mencicipi keindahan laut tanah air.
Tidak berbeda dari sebelumnya, perjalanan menuju Bira dilakukan pagi hari, sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Menurut penuturan kapten rombongan, Romi perjalanan paling cepat akan memakan waktu selama lima jam, tanpa kendala lain dalam perjalanan, seperti macet.
Perjalanan menuju Bira, dilakukan dengan cara menyusuri pinggir tidak memotong pada bagian tengah. Jalur yang digunakan lumayan besar, cukup untuk dua bus besar berjalan beriringan. Kendaraan kecil lainnya juga dapat bermanuver, sebagai celah dapat memangkas durasi perjalanan.
Namun, diharapkan tetap berhati-hati dalam perjalanan, rupa alam yang ditawarkan selama perjalanan akan membuat siapapun ingin lebih lama memandangnya. Apalagi, tikungan tajam, penyeberang jalan serta kendaraan lain seperti angkutan kota dan banyaknya pemotor membuat pengemudi kendaraan harus ekstra hati-hati.
 Tanjung Bira (CNN Indonesia/Rayhand Purnama) |
Tidak terasa jalur dengan latar sawah dan perbukitan, perlahan mulai berganti dengan putihnya pasir pantai bersama birunya air laut. Cuaca cerah dengan gerombolan awan, semakin membuatnya sempurna. Walau sudah mencium aroma laut, perjalanan menuju Bira masih menyisakan waktu sekira 90 menit.
Tanjung BiraSetelahnya, perjalanan-pun berakhir dengan tanda "Selamat Datang di Kawasan Wisata Tanjung Bira". Pedal gas yang semula diinjak dalam, mulai berkurang secara beriringan sembari menuju lokasi penginapan.
Salah satu panitia DRE 2 yang merupakan warga lokal, Al menuturkan jika ingin menikmati pantai-pantai di daerahnya tidak akan terlalu menguras kocek. Pengunjung hanya membayar biaya parkir kendaraan sebesar Rp5-10 ribu, tanpa wisata lain. Jika tidak membawa kendaraan tentu tidak dipungut biaya.
Tentunya, itu semua berbanding terbalik dengan Jakarta. Hanya memiliki satu pantai, yakni Ancol, Jakarta Utara pengunjung dibebani biaya selangit. Untuk satu pengendara motor, akhir 2016 lalu CNNIndonesia.com membayar Rp40 ribu sekali masuk.
Bersama rombongan DRE 2, CNNIndonesia.com bergegas menuju bibir Pantai Bira selepas memarkirkan kendaraan. Kami semua akan menuju penangkaran penyu tepat di sebelah Pulau Liukang Loe dengan menyeberang menggunakan perahu kayu untuk kegiatan snorkling. Pasir putih nan halus, menjadi pijakan terbaik dari resort sampai perahu.
 Foto: CNN Indonesia/Rayhand Purnama |
Birunya laut, benar-benar memanjakan mata selama perjalanan menuju spot snorkling. Lima perahu kayu, cukup untuk menampung rombongan yang berjumlah puluhan kala itu. Menuju penangkaran dari Bira, sekiranya akan memakan waktu 30 menit.
"Sebentar kok, tidak lama kita menuju sana (Liukang Loe)," kata Sewang, Nakhoda perahu saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Menurut Sewang, ada dua lokasi di mana tepatnya untuk meninkmati keindahan bawah laut. Untuk Liukang Loe, biasanya digunakan wisatawan snorkling. Jika ingin lebih dalam atau diving, biasanya wisatawan akan diarahkan menuju Pulau Kambing.
"Itu spot snorkling, sederetan Lukaloe banyak," kata dia.
Mengenai penyewaan perahu, harga yang ditawarkan antara penduduk lokal dengan wisatawan berbeda. Satu kali pulang dan pergi, biasa dihargai Rp400ribu belum termasuk alat snorkling yang satu orangnya seharga Rp50 ribu. Namun jika warga lokal, hanya dikenakan Rp15 ribu untuk satu kali perjalanan.
"Kalau mau pakai kapal itu pesen, soalnya banyak tamu dateng tiba-tiba itu kapal tidak ada. Misalnya disewa, atau sebagainya. Pesan perahu biasanya bisa lewat travel, atau management hotel di Pulau Bira," kata Sewang.
Tidak lama, setelah sampai di penangkaran penyu, CNNIndonesia.com sempat beristrirahat sejenak sekaligus menyeruput kelapa muda hijau dan melihat penyu sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke lokasi snorkling. Ada empat penyu berukuran besar bersama dengan ikan hias khas laut, pada penangkaran tersebut.
Sembari melekatkan peralatan snorkling, CNNIndonesia.comkembali ke perahu kayu bersama rombongan DRE 2 untuk bergegas menuju spot snorkling. Tidak sampai lima menit perahu kembali menurunkan jangkar, menandakan telah tiba di lokasi.
Secara bersamaan, rombongan termasuk CNNIndonesia.comlangsung terjun ke laut. Bisa dibilang, keasrian bawah laut Bira dan sekitarnya masih terjaga. Terumbu karang tumbuh dan indah, untuk terus diselami lebih dalam. Sayangnya, tidak banyak ikan hias yang melintas saat itu. Apalagi, cuaca yang tiba-tiba mendung dengan sedikit guyuran hujan.
Tidak terasa, hampir satu jam kami semua bermain di area snorkling. Action camera, serta camera underwater menjadi senjata bagi kami untuk mengabadikan moment ke dalam frame kala itu.
Puas berenang di laut, membuat perut terasa kosong dan ingin memintanya kembali diisi. Beruntung, setibanya di penangkaran sajian khas sudah menyambut. Pisang dan singkong goreng sudah tersedia, lengkap dengan dua pilihan sambal, baik menggunakan petai maupun hanya digoreng.
Jangan kaget, masyarakat di sini memang sudah terbiasa menyajikan pisang goreng menggunakan sambal. Manisnya pisang bersama pedasnya sambal, bersatu-padu di dalam mulut saat CNNIndonesia.com mulai mencobanya.
"Kami biasa pakai pisang raja. Kalau sambal memang ada dua, yang digoreng biasa atau pakai petai," ujar penjaga warung di penangkaran penyu, Ima.
Tidak hanya CNNIndonesia.com, rombongan dari DRE 2 juga mulai ketagigan mencicipi pisang memakai sambal. Saking nikmatnya, satu orang dapat menghabiskan enam sampai tujuh pisang berukuran jari tengah orang dewasa.
Malam terasa akan tiba, matahari-pun secara perlahan semakin tenggelam. Hal itu menjadi pertanda bahwa rombongan harus segera kembali ke kapal dan bergegas menuju ke penginapan di Bira. Sedikit catatan jangan terlalu sore untuk kembali menuju Bira, karena air laut mulai tidak bersahabat untuk diarungi.
Jika ingin buah tangan, tidak ada salahnya untuk singgah sebentar ke Pulau Lukaloe. Ima melanjutkan, di sana akan berbentuk sarung hasil karya para pengrajin. Sarung bergambar Pinisi itu merupakan asli tenunan dari warga lokal.
"Tetapi suka tidak ada, biasanya kalau mau pesan dulu," ungkapnya.
CNNIndonesia.com dan rombongan DRE 2 juga berkesempatan mengunjungi daerah, dengan mayoritas masyarakatnya pembuat kapal Pinisi. Berlokasi di Tanahlemo, Bonto Bahari, Bulukumba, Sulseln berjejer para pembuat kapal-kapal bersar Pinisi. Lokasinya, tidak jauh dari Pulau Bira, hanya membutuhkan waktu 30 menit.
Para pembuat Pinisi, biasa melakukan perakitan di bibir pantai. Seperti salah satunya, Haji Uly Boat. Pemilik atau generasi keempat Haji Uly Boat, Rusdi Mulyadi atau Haji Uly bukanlah satu-satunya pengrajin Pinisi di kampungnya. Sedikitnya, ada 50 pengusaha yang menggeluti Pinisi.
"Saya generasi keempat, sudah 17 tahun. Penerus dari bapak Baso ayah saya," kata Uly.
Meski terkenal dengan Pinisi, saat ini ia mengaku pemesanan akan perahu dengan ciri khas tujuh layar itu mulai berkurang. Terakhir, pemesanan akan Pinisi terjadi sekitar dua tahun lalu.
Saat ini peminat kapal buatannya, yang mayoritas ialah pengusaha travel lebih memilih kapal berjenis Lambo. Namun, tetap memakai ciri khas dari Pinisi, yakni menggunakan tujuh layar. Bagi dia, lebih besarnya ukuran lambung dan buritan Lambo menjadi alasan mengapa peminat lebih tertarik.
Pinisi sendiri selain identik dengan tujuh layar, desain lambung dan buritan tidak sebesar Lambo. "Sempit (alasannya), terakhir dua tahun lalu. Karena kan untuk wisata butuh ruang banyak," ujarnya.
Kata dia, tujuh layar pada kapal buatannya saat ini lebih kepada pemanis. Tidak seperti dahulu, menggunakan layar sebagai penggerak. Namun, jika saat berlayar tidak ingin terganggu dengan mesin kapal, layar tetap dapat dikembangkan.
Dalam pembuatan kapalnya, Uly murni menggunakan kayu. Ada tiga jenis kayu yang biasa dipakai, diantaranya kayu dupasa, jati dan besi. Masing-masing kayu fungsinya tidak akan sama. "Bahan-bahan biasa kami beli dari wilayah Kendari. Untuk membuat ukuran kecil, kayu dibutuhkan sekitar 20 kubik," kata dia.
Pembuatan Lambo, diperkirakan paling cepat memakan waktu lima bulan. Pengerjaan akan dilakukan oleh empat orang. Sedangkan yang besar tentunya lebih lama, waktu yang digunakan lebih dari satu tahun dengan delapan orang pekerja.
Mengenai harga, Uly membandrolnya dengan harga Rp750 juta untuk model terkecil dan termurah tanpa interior. Jika ingin paket lengkap atau untuk pesiar, harganya bisa mencapai lebih dari Rp20 miliar. "Pemesan mayoritas itu dari Perancis," kata Uly.
Jika terlalu mahal, jangan khawatir di sana juga terdapat Pinisi dalam bentuk mini atau miniatur. Harganya-pun tidak terlalu menguras kocek. Satu miniatur Pinisi berukuran kecil dihargai Rp200 ribu, sedangkan yang terbesar bisa mencapai Rp400 ribu.